Kelangkaan solar masih terus terjadi di sejumlah daerah di Sulsel membuat aktivitas di sejumlah sektor terdampak. Seperti pengaspalan jalan rusak dan aktivitas logistik terhambat karena langkanya solar.
Di Parepare kelangkaan solar menghambat rencana pengaspalan sejumlah ruas jalan yang berlubang. Penanganan jalan rusak berganti tambal sulam untuk sementara.
"Beberapa minggu ini kan solar langka. Mobil operasional untuk pengaspalan kan memakai solar. Kami kadang mengalah dengan mobil truk sebab mereka ikut antre juga dan lama," ungkap Plt Kadis PUPR Parepare, Samsuddin Taha kepada detikSulsel, Kamis (17/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Samsuddin mengaku pihaknya juga terus berkordinasi agar stok solar untuk kebutuhan operasional mobil yang mengaspal dapat terpenuhi. Apalagi banyak titik jalan yang mendesak untuk ditambal.
"Laju kerusakan di sejumlah titik jalan memang perlu segera diaspal. Sudah banyak keluhan dari masyarakat," bebernya.
Apalagi kondisi di sejumlah jalan protokol Parepare memang sudah mendesak untuk dilakukan perbaikan. Titik jalan terparah misalnya berada di Jalan Mattirotasi. Selain itu, jalan yang juga mengalami kerusakan berada di Jalan Jenderal Sudirman.
Sehingga olusi sementara yang bisa dilakukan hanyalah tambal sulam. Ini karena yang dimiliki Pemkot Parepare diklaim masih terbatas.
"Kami tambal dengan cara zigzag. Jadi tiga hari di Mattirotasi, kemudian Jenderal Sudirman. Termasuk juga jalan yang lain lagi,"urainya.
Seperti diketahui, seminggu terakhir ini kelangkaan solar membuat antrean kendaraan menumpuk di sejumlah SPBU di Sulsel termasuk Parepare. Bahkan seringkali sopir mengantre tapi sudah tak dapat jatah BBM.
Sementara itu, Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di Sulsel dinilai menghambat distribusi logistik. Sehingga bisa berdampak ke ekonomi daerah yang mulai pulih.
"Ini sebenarnya masalah klasik yang terus berulang di Makassar dan menjalar ke daerah-daerah. Alasannya adalah kuota yang terbatas segala macam, padahal penyalur (Pertamina) tidak pernah bisa menemukan formulasi efektif agar kelangkaan bisa diminimalisir," ungkap Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Sulselbar Syaifuddin Saharudi dalam keterangannya, Jumat (11/3/2022).
Padahal kelangkaan solar ini disebutnya bisa mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang mulai pulih terganggu. Aktivitas logistik dan transportasi tersendat karena kendaraan angkutan kesulitan mendapatkan pasokan BBM.
"Kondisi kelangkaan solar yang terjadi seminggu terakhir menjadi bukti sistem pendistribusian yang karut-marut oleh PT Pertamina Patra Niaga," tuturnya.
Ipho sapaan karibnya menuturkan saat ini memang terjadi peningkatan konsumsi solar yang cukup besar karena ekonomi mulai bergeliat. Namun ini sesuatu yang wajar di setiap momentum menjelang Ramadan. Disparitas harga yang besar antara solar yang dijual Rp 5.150 per liter dengan Dexlite Rp 13.250 per liter perlu jadi perhatian.
"Pengusaha tentu memilih yang lebih murah. Jika kemudian pengusaha angkutan terpaksa menggunakan Dexlite karena solar tidak tersedia, maka dikhawatirkan memicu pula penyesuaian harga angkutan serta harga pokok barang," tuturnya.
Selain itu, kelangkaan solar ini membuat angkutan logistik harus mengantri puluhan jam di SPBU. Menurutnya pengiriman jadi tersendat sehingga menimbulkan beban logistik.
"Solar langka, barang-barang kebutuhan masyarakat jadi langka juga karena distribusi tersendat. Kalau begini, ekonomi kita secara luas jadi korban, masyarakat luas terutama," tuturnya.
Sebelumnya, Senior Supervisor Communication dan Relations Pertamina Region Sulawesi, Taufiq Kurniawan menuturkan saat ini memang SPBU melakukan pengereman. Skema ini dilakukan agar tidak menanggung ganti rugi ketika kuota jebol di triwulan 1 ini. SPBU harus mengganti rugi kepada negara selisih dari penyaluran BBM bersubsidi jika itu terjadi.
"Ini kejadian Oktober lalu. SPBU menanggung selisih," bebernya.
Sehingga pihaknya harus memastikan kuota BBM yang ditetapkan pemerintah bisa tercukupi hingga akhir tahun ini. Ada lonjakan konsumsi karena ada pelonggaran PPKM sehingga aktivitas mulai menuju normal.
"Melonjak dibanding sebelumnya karena kegiatan-kegiatan ekonomi mulai bergerak. Soal kuota yang dibatasi, itu ditetapkan ESDM atau pemerintah," jelasnya.
Pengguna solar subsidi sebenarnya sudah diatur sehingga pembeliannya seharusnya sesuai regulasi. Apalagi kuota solar subsidi ini terbatas sehingga mestinya ada kesadaran konsumen untuk tidak membeli solar subsidi bila tidak berhak menggunakan.
"Selain pengawasan sebenarnya perlu ada kesadaran. Seperti mobil tangki modifikasi ini melanggar. Truk industri tambang, perkebunan itu tidak boleh. Yang rodanya lebih dari 6 (tidak bisa)," tukasnya.
(tau/sar)