Bukti kepemilikan tanah secara legal dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah. Saat ini, sudah terdapat sertifikat tanah berbentuk elektronik. Dokumen ini memiliki fungsi yang sama dengan sertifikat analog, yaitu sama-sama sebagai bukti kepemilikan sebidang lahan yang sah. Hanya saja, perbedaan utamanya terletak pada bentuk, keamanan, akses, dan identifikasi data.
Pemerintah memastikan bahwa digitalisasi dokumen pertanahan melalui sertifikat tanah elektronik, memberikan keamanan ekstra sekaligus kemudahan. Hal tersebut telah disampaikan oleh Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan yang kemudian dilaporkan dalam publikasi berita oleh Kementerian ATR/BPN.
Dilansir dari Berita Publikasi Kementerian ATR/BPN, Jumat (28/11/2025), Ossy menjelaskan bahwa mafia tanah kerap memanfaatkan celah pada dokumen kepemilikan yang lemah. Karena itu, perlindungan data kepemilikan tanah harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat secara bersamaan.
"Kami di Kementerian ATR/BPN memelihara data pertanahan tersebut. Namun, sebagai pemilik tanah, masyarakat juga harus menjaga dokumen kepemilikannya. Salah satunya dengan mengubah sertifikat analog menjadi sertifikat elektronik," ujar Ossy dalam berita publikasi Kementerian ATR/BPN, dikutip Kamis (27/11/2025).
Perlindungan Berlapis dalam Sertifikat Elektronik
Sertifikat elektronik menawarkan keamanan yang lebih kuat dibanding sertifikat analog. Perlindungan berlapis ini ada dengan beberapa mekanisme. Data kepemilikan akan tersimpan dalam bentuk cetak khusus sekaligus tercatat dalam sistem digital. Informasi kepemilikan terdokumentasi secara detail dalam sistem, sehingga sulit untuk dimanipulasi.
Selain itu, salinan sertifikat elektronik juga dapat dicetak menggunakan kertas khusus sehingga tidak mudah diduplikasi. Keamanan utama sertifikat elektronik juga terletak pada data digital yang dienkripsi dan disimpan secara elektronik, sehingga dokumen tidak bisa dialihkan secara sembarangan.
Lebih Praktis untuk Masyarakat
Selain aman, sertifikat elektronik juga memberikan kepraktisan yang tidak dimiliki oleh sertifikat analog. Dokumen ini tidak perlu disimpan dalam bentuk fisik yang rawan rusak dan hilang. Pemilik tanah cukup mengakses data kepemilikannya secara digital melalui layanan resmi pemerintah.
Pemerintah telah mengintegrasikan layanan ini dengan aplikasi Sentuh Tanahku yang semakin mempermudah. Aplikasi ini memungkinkan masyarakat untuk memeriksa status tanah, mengonfirmasi keaslian sertifikat, hingga memantau hak miliknya dari mana saja.
"Jadi kalau ada kejadian orang mengaku-ngaku tanahnya, atau ingin memeriksa sertifikat asli atau palsu, semuanya bisa dicek melalui Sentuh Tanahku," ujarnya.
Digitalisasi sebagai Solusi Maraknya Sertifikat Palsu
Menanggapi peredaran sertifikat palsu yang masih terjadi, digitalisasi dianggap sebagai solusi yang efektif. Sistem pencatatan digital dan teknologi pengaman pada sertifikat elektronik, membuat pemalsuan jadi sangat sulit dilakukan.
"Sertifikat Elektronik dicetak dengan kertas khusus dan tercatat dalam sistem digital. Tidak mudah dipalsukan. Jika hilang atau terbakar sekalipun, hak kepemilikan tetap aman karena tidak bisa dialihkan begitu saja," pungkasnya.
Meski bentuknya berbeda dari sertifikat analog, masyarakat tidak perlu khawatir saat mengonversi dokumen lama ke sertifikat elektronik. Seluruh data kepemilikan tanah dijaga dengan sistem keamanan berlapis, mulai dari pencatatan digital terenkripsi hingga pencetakan pada kertas khusus yang sulit dipalsukan.
Dengan perlindungan ganda ini, hak kepemilikan tetap aman, tidak mudah dimanipulasi, dan bisa diakses kapan saja melalui layanan resmi pemerintah. Dengan begitu, proses digitalisasi justru memberi keamanan ekstra.
(das/das)