DPRD Tarakan Usulkan Intel Pertanahan Atasi Mafia Tanah, Ini Respons BPN

DPRD Tarakan Usulkan Intel Pertanahan Atasi Mafia Tanah, Ini Respons BPN

Oktavian Balang - detikKalimantan
Kamis, 22 Mei 2025 12:04 WIB
Ketua Komisi I DPRD Tarakan Adyansa.
Ketua Komisi I DPRD Tarakan Adyansa. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Tarakan -

Komisi I DPRD Tarakan menyoroti peran BPN Tarakan dalam penerbitan sertifikat yang kerap memicu konflik. Ketua Komisi IDPRD Tarakan Adyansa pun mengusulkan pembentukan "tim intel" untuk memverifikasi kepemilikan lahan sebelum sertifikat diterbitkan.

"Jika sertifikat sudah terbit, penyelesaiannya harus melalui jalur hukum karena sertifikat memiliki payung hukum. Ini menjadi momok di masyarakat, dengan indikasi adanya mafia tanah," ungkap Adyansa pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis (15/5/2025) lalu.

Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tarakan, Dasih Tjipto Nugroho, mengapresiasi usulan pembentukan "intel pertanahan". Namun, ia menegaskan bahwa pembentukan tim ini tidak boleh hanya berfokus pada penyelesaian sengketa lahan, melainkan harus berperan dalam pencegahan dan tindakan preventif untuk mengantisipasi konflik di masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Permasalahan pertanahan pada dasarnya ada dua, yaitu sengketa batas dan turunannya serta sengketa kepemilikan dan turunannya. Untuk penerbitan sertifikat hak atas tanah, sudah ada prosedur dan tahapan yang jelas, mulai dari pemberkasan hingga pengukuran," ujar Dasih, Kamis (22/5/2025).

Menurutnya, kejujuran pemilik atau penguasaan lahan dalam menyampaikan bukti kepemilikan dengan itikad baik menjadi kunci. Bukti tersebut diperkuat dengan surat keterangan dari RT dan kelurahan.

"Jika ada masalah, seharusnya sudah terdeteksi sejak awal dan tidak dilanjutkan ke BPN. Pada tahap pengukuran oleh petugas dan pemeriksaan oleh Panitia A, yang melibatkan pihak kelurahan, status tanah juga bisa divalidasi," jelasnya.

Dasih menambahkan, tahap sertifikasi yang telah dijalankan dengan baik seharusnya sudah menjadi upaya maksimal untuk mencegah sengketa. Namun, karena sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut asas negatif-positif, sertifikat yang telah diterbitkan masih bisa digugat dan dibatalkan melalui mekanisme hukum yang berlaku.

"Sertifikat tidak menghilangkan hak pihak lain yang bisa membuktikan klaimnya," tegasnya.

Ia juga menilai bahwa permasalahan pertanahan bukan hanya tanggung jawab BPN, melainkan lintas instansi. Untuk itu, ia mengusulkan intel pertanahan dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH) yang berkoordinasi dengan BPN sebagai instansi yang berwenang dalam administrasi pertanahan.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads