Rumah flat sendiri istilah yang agak asing di masyarakat Indonesia. Tidak heran, sebab terminologi flat sebenarnya berasal dari luar negeri.
Tim detikcom berkesempatan untuk mengunjungi rumah flat di bilangan Dukuh Atas, Menteng. Lokasinya berada agak ke dalam dari jalan besar, bahkan akses jalan cukup sempit untuk dilalui dua mobil sekaligus.
Di tengah permukiman itu, rumah flat berupa bangunan besar setinggi empat lantai itu terlihat sangat menonjol. Dari luar, setiap unit tampak memiliki jendela-jendela besar dan balkon.
Hunian itu bernuansa abu-abu muda. Lalu, terdapat aksen hijau sage pada pagar depan, balkon, dan topi-topi rumah.
Rumah flat ini juga tampak asri dengan adanya taman berbatu, pohon, serta pot tanaman hias di halaman depan. Menariknya, tidak ada carport di depan rumah, hanya teras, taman, serta sebuah motor terparkir di taman.
![]() |
Rumah tersebut bukan cuma terdiri dari unit-unit hunian, tetapi ada area komersialnya seperti toko buku di lantai dasar. Selain itu, terdapat kantor di lantai yang sama.
Kami berkesempatan untuk menemui pemilik tanah Rumah Flat Menteng sekaligus Pendiri Rujak Center for Urban Studies, Marco Kusumawijaya. Melalui sambungan telepon, ia menceritakan awal mula mengubah rumah tapak miliknya menjadi rumah flat di Menteng.
"Ketika pandemi, rumah saya itu sudah buruk keadaannya. Jadi saya memang harus membangun kembali. Tapi karena membangun kembali saya mikir masa saya bangun lagi buat diri saya sendiri. Lalu terpikir ide-ide lama itu yang empat lantai itu," ucap Marco kepada detikProperti.
Ia pun mengajak keluarga, rekan kerja, dan teman-teman untuk membangun rumah bersama dengan konsep koperasi. Ia terinspirasi dari Perumahan Kampung Susun Akuarium yang dikelola oleh koperasi. Kelompok tersebut membentuk koperasi khusus untuk rumah flat tersebut dan setiap orang pun menjadi anggota.
"Tujuannya memang supaya (hunian) terjangkau karena dengan kooperasi itu kita memangkas banyak biaya," ucapnya.
Marco menjelaskan, sebelumnya memang sudah ada rumah koperasi dan tidak menutup kemungkinan ada rumah flat lainnya. Namun, ia mengatakan Rumah Flat Menteng merupakan yang pertama menggunakan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
"Jadi kalau mau dibilang pertama adalah pertama yang menggunakan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 yang mengizinkan pembangunan flat empat lantai untuk hunian berkeluarga majemuk," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan kelompoknya terdiri dari 15 orang, membangun rumah flat dengan 4 lantai dan 7 unit hunian untuk 6 kepala keluarga. Mereka membangun rumah seluas 408 meter persegi di atas lahan sebesar 250 meter persegi. Rumahnya pun didesain oleh Arsitek Andesha Hermintomo.
Terpisah, kami juga menemui salah satu penghuni yang juga Ketua Koperasi Serba Usaha Rumah Flat Menteng, Elisa Sutanudjaja. Ia sudah tinggal di sana bersama keluarganya sejak konstruksi rumah flat rampung pada November 2024.
Menurutnya, rumah flat secara umum merupakan rumah susun. Namun, rumah susun di Indonesia dibangun dalam bentuk gedung berukuran besar dan buatan pemerintah. Sementara rumah flat di Menteng berbentuk bangunan yang lebih kecil.
Rumah flat ini juga berbeda dari apartemen yang lantainya di atas 10 tingkat. Ia menyebut hunian bisa tergolong rumah flat kalau tingkatnya maksimal 6 lantai.
"Dia rumah yang dihuni secara bersama-sama dan dihuni unitnya itu ada banyak dimana ada berbagai keluarga menghuni unitnya masing-masing gitu ya dan dibangun di lahan yang sama," kata Elisa di Dukuh Atas, Menteng, Jakarta Pusat.
Adapun luas unit di flat Menteng ini berbeda-beda, sekitar 40-90 meter persegi. Elisa sendiri menghuni unit seluas 90 meter persegi yang terdiri dari dua kamar tidur dan satu kamar mandi.
Para penghuni rumah flat ini termasuk Elisa memang sengaja mencari tempat tinggal dengan aksesibilitas yang mudah di tengah kota serta dekat tempat kerja. Apalagi rumah flat ini dekat dengan Stasiun Sudirman, MRT, LRT, dan Transjakarta. Penghuni di sini pun sudah sepakat untuk tidak membawa mobil.
"Saya memang dari dulu pengin punya rumah di tengah kota. Rumah saya yang lama masih ada itu di Jakarta Barat, di daerah Cengkareng," katanya.
Untuk bisa tinggal di rumah flat ini Elisa membayar biaya konstruksi secara bertahap sekitar Rp 700 juta. Ia juga membayar uang sewa tanah melalui koperasi sebesar Rp 1,3 juta per bulan. Lalu, iuran pengelolaan lingkungan (IPL) sebesar Rp 4 ribu per meter persegi.
Bersama anggota lainnya, ia membuat perjanjian untuk mengikatkan diri menyewa unit hunian selama maksimal 60 tahun. Total pengeluaran untuk tinggal di Rumah Flat Menteng hampir Rp 2 miliar selama 60 tahun.
"Jadi unit saya selama 60 tahun nilainya adalah Rp 2 miliar termasuk dengan harga sewa tanahnya," tuturnya.
Menurutnya, biaya tinggal di tengah kota menjadi lebih murah dan dapat dicicil per bulan. Mengingat, harga tanah mahal, bahkan ada yang menjual rumah seharga Rp 70 juta per meter persegi dekat Rumah Flat Menteng.
Ia menceritakan dari tahun 2010 Rujak Center for Urban Studies mengadakan sayembara untuk arsitek membuat desain hunian empat lantai buat dihuni banyak keluarga. Pihaknya juga membuat tulisan soal rumah flat dapat mengatasi masalah perumahan di Jakarta.
Pada saat pandemi, analisa mereka pun didengar oleh pemerintah. Elisa mengatakan hal itu melahirkan peraturan baru yang memperluas izin membangun rumah flat.
"Jadi mereka (pemerintah) udah tahu bahwa Jakarta itu kurang lantai segala macam, harus dinaikkan, dan sebagainya. Yang akhirnya melahirkan Pergub Rencana Detail Tata Ruang dan memasukkan rumah flat sebagai salah satu fungsi rumah yang baru," jelasnya.
Setelah peraturan tersebut terbit pada 2022, desain rumah flat juga sudah rampung. Setelah keluar izin mendirikan bangunan (IMB), Rumah Flat Menteng mulai dibangun pada Juli 2023 hingga November 2024.
Rumah tersebut dibangun dengan prinsip gotong royong. Biaya pembangunan dibagi antara penghuni sesuai porsi luasan masing-masing unit.
CEO Indonesia Properti Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan flat adalah kata lain dari apartemen alias hunian vertikal. Namun, konsep flat yang ada di Indonesia lebih mengarah pada low-rise apartemen, yakni tingkatnya maksimal lima lantai.
"Kalau saya lihat flat yang ada di sini sebetulnya lebih ke low-rise apartment. Jadi apartemen hunian vertikal tapi yang low-rise, nggak terlalu tinggi," ujar Ali saat dihubungi detikProperti.
Ia menjelaskan konsep rumah flat di Indonesia, yaitu ada sekelompok orang yang membeli tanah dan membangun hunian vertikal secara patungan. Ali menyebut konsep ini bukanlah hal baru di Indonesia.
"Ada berapa orang ngumpul beli tanah, tapi dibangun sesuai dengan luasan masing-masing. Nah ini sih bukan pola yang lama, skema yang lama," ucapnya.
Ia mengatakan konsep ini sudah banyak dilakukan di pinggiran Jakarta seperti Ciputat dan Jagakarsa. Namun, rumah flat tengah heboh karena ada yang di kawasan Menteng yang terkenal mahal. Mengingat, sulit menemukan rumah seharga Rp 1 miliaran di kawasan tersebut.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini (dhw/das)