Sudah lebih dari sebulan sejak draf wacana pengecilan batas minimal luas rumah subsidi menjadi 18 meter persegi diberitahukan ke publik. Sejak saat itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menerima beragam respon terhadap ide tersebut.
Respon yang diterima mayoritas adalah kritikan negatif, kata Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara). Kritikan ini bukan hanya datang dari masyarakat, melainkan dari kalangan pengembang, pengamat properti, arsitek, bahkan Satuan Tugas (Satgas) Perumahan.
Semua pihak mempertanyakan kelayakan rumah tersebut. Sebab, rumah 18 meter persegi hanya bisa memuat maksimal 2 orang dewasa di dalamnya. Kemudian, luas ruangan tersebut terbatas, hanya memiliki 1 kamar tidur, kamar mandi, dan satu ruang multi fungsi yang terdiri dari dapur, ruang tv, ruang tamu, hingga ruang cuci pakaian.
Berdasarkan dokumen yang diterima detikcom bulan lalu, tersedia dua tipe rumah subsidi ukuran 18 meter persegi yang memiliki luas lahan yang berbeda yaitu tipe 18/25 dan 18/30.
![]() |
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah menilai rumah dengan luas hanya 18 meter persegi kurang layak untuk ditempati. Apalagi keluarganya beranggotakan 4 orang atau lebih.
"Kalau tanah 25 meter persegi rasanya tidak manusiawi. Dipastikan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak bisa memperluas bangunan, kecuali tambahan lantai 2. Lantai 2 dipastikan sulit, biaya konstruksinya mahal. Akan berpotensi MBR 'topengan' yang manfaatin," kata Junaidi kepada detikProperti, pada Sabtu (31/5/2025).
Ada pun, wacana perubahan aturan batas minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi untuk bangunan dan 25 meter persegi untuk luas lahan tertuang dalam draf aturan Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 tentang Batasan Luas Lahan, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.
Draf aturan tersebut muncul pada akhir Mei lalu. Dalam foto yang diterima detikcom, di dalamnya terdapat dua sub judul. Pertama, mengenai kebijakan terbaru soal Batasan Luas Lahan dan Luas Lantai Rumah Umum Tapak dan Satuan Rumah Susun Umum. Kedua, mengenai Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak.
Untuk sub judul pertama, tertera luas tanah untuk rumah tapak paling kecil menjadi 25 meter persegi dan luas paling tinggi sekitar 200 meter persegi. Sementara itu, untuk luas bangunan diatur bahwa yang paling rendah adalah 18 meter persegi dan paling luas adalah 36 meter persegi.
Sementara, untuk sub judul kedua, tertera batasan harga jual rumah subsidi yang masih sama dengan aturan yang berlaku saat ini.
Wacana Rumah Subsidi 18 Meter Batal
Ara di depan Komisi V DPR RI telah menyampaikan bahwa wacana rumah subsidi menjadi 18 meter persegi dibatalkan. Ia juga menyampaikan permohonan maaf atas ide tersebut.
"Tujuannya sebenarnya sederhana. Kami mendengar banyak anak muda yang ingin tinggal di kota, tapi kalau di kota tanahnya mahal, mau diperkecil. Tapi saya mendengar banyak masukan, termasuk dari teman-teman Komisi V. Maka saya sampaikan permohonan maaf secara terbuka, dan saya cabut ide itu, terima kasih," jelas Ara.
Ditemui seusai rapat bersama Komisi V DPR RI, Ara mengatakan banyak respon negatif daripada positifnya sehingga diputuskan wacana rumah subsidi menjadi 18 meter persegi batal dijalankan.
"Saya harus katakan dengan jujur mayoritas negatif. Jadi sportif, saya batalkan. Itu cara saya untuk meyakinkan ini kebijakan perlu dijalankan nggak. Itu batal, titik," ujarnya.
Ia telah mendengar beragam respon dari masyarakat, anggota DPR, pengembang, dan pihak lainnya yang ternyata mendapat pertentangan dari sana sini. Beberapa ada yang mengingatkan soal dampak sosial hingga kesehatannya. Oleh karena itu, keputusannya wacana rumah subsidi 18 meter persegi tidak bisa diwujudkan.
"Kenapa saya kasih draft, untuk mendengar respons masyarakat. Kalau lihat responsnya tidak baik, dari DPR juga sudah mengingatkan, masa saya jalan terus sih. Berarti saya tidak mendengarkan. Namanya draft itu kita sampaikan ke publik, untuk mendapatkan respons," ujarnya.
(aqi/zlf)