Aktor Atalarik Syach mengaku surat pelepasan hak (SPH) miliknya hilang. Padahal surat ini merupakan dokumen penting yang harus disertai untuk membuktikan transaksi pembelian tanah yang saat ini menjadi sengketa.
Atalarik menilai karena hilangnya SPH tersebut menjadi akar masalah hingga rumah miliknya di Cibinong, Bogor kemarin dieksekusi paksa oleh aparat.
"Jadi ada surat yang hilang, namanya pelepasan itu hilang katanya. Dulu tahun 2000 tuh nggak ada notaris. Jadi ya semua saya percayakan sama pegawai pemerintah ya di kelurahan, kecamatan. Di mana kelurahan, kecamatan juga masuk dalam gugatannya Dede Tasno," kata Atalarik saat ditemui detikHot di kediamanya, Cibinong, Jawa Barat, Kamis (15/5/2025) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, apa itu surat pelepasan hak (SPH)? Seberapa penting surat tersebut dalam kasus ini?
Menurut Pengacara Properti Muhammad Rizal Siregar, SPH merupakan bukti pembelian tanah dari sebuah perusahaan atau PT. SPH juga harus diterbitkan untuk transaksi yang dilakukan PT yang membeli tanah milik masyarakat umum yang kepemilikannya perorangan.
"Karena kan posisi dia membeli tanah itu kan dengan PT. Nah, sehingga PT itu harus membuat surat pelepasan hak," kata Rizal saat dihubungi detikProperti, Jumat (16/5/2025).
Hal ini senada dengan penjelasan dari situs Halo JPN yang dikelola oleh Kejaksaan Republik Indonesia, pelepasan hak juga dapat terjadi dalam rangka perolehan tanah untuk kepentingan perusahaan swasta dan apabila terjadi jual beli ketika pembelinya bukan subjek hak atas tanah, misalnya terjadi tanah berstatus hak milik tetapi hendak dibeli oleh sebuah Perseroan Terbatas (PT), yang mana berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia, PT tidaklah bisa menjadi subjek hukum hak milik atas tanah.
Kepemilikan SPH ini sangat penting dan menjadi kunci untuk pengurusan bukti kepemilikan tanah selanjutnya seperti akta jual beli (AJB) dan sertifikat. Dalam proses pengurusannya melibatkan kelurahan, kecamatan, dan desa.
"SPH itu menjadi wajib hukumnya. Nah, kalau kita membeli perorangan di kantor lurah atau kantor desa itu ada namanya surat keterangan tidak sengketa. Dibuat semacam surat keterangan dari kepala desa atau lurah bahwasanya tanah tersebut merupakan kepemilikan hak," ungkap Rizal.
SPH ini berisi keterangan proses transaksi seperti nama pemilik sebelumnya dan pembeli. Nantinya, nomor girik di dalam SPH akan sama dengan yang tertera pada AJB. Baru setelah itu, bisa dibuatkan sertifikat.
Rizal menyampaikan transaksi pada 2000-an memang belum diwajibkan melibatkan notaris dalam proses transaksi jual beli. Namun, saat ini sudah diwajibkan untuk didampingi notaris.
Terkait SPH yang hilang, Rizal menekankan seharusnya Atalarik Syach memiliki salinan berupa fotokopi yang kekuatannya sah di mata hukum untuk membuktikan pembelian tanah.
"Kalau memang SPH itu sudah menjadi AJB dan sertifikat, otomatis SPH itu kan menjadi (milik) warga dan itu ada di BPN. Jika memang SPH itu hilang, berarti kan dia harus punya fotokopi. Nggak mungkin dia nggak punya fotokopi SPH-nya. Semua orang pasti punya (jika membeli tanah dari PT)," jelas Rizal.
Apabila pihak Atalarik Syach tidak dapat membuktikan SPH tersebut, Rizal mengatakan diduga terjadi pemalsuan dalam transaksi tersebut.
"Transaksi jual beli yang dilakukan Atalarik dengan PT itu diduga adanya pemalsuan dalam penerbitan dokumen. (Polemik) yang kedua adalah tidak memenuhi prosedur hukum yang berlaku dalam undang-undang pendaftaran tanah, dalam peraturan pendaftaran tanah," terang Rizal.
(aqi/das)