Argumen Atalarik Syach Vs Dede Tasno soal Sengketa Tanah

Desi Puspasari
|
detikPop
Atalarik Syach
Atalarik Syach bicara perihal sengketa tanah yang membuat sebagian rumahnya dieksekusi. Foto: Febri/detikcom
Jakarta - Atalarik Syach tak tinggal ketika sebagian rumahnya dieksekusi karena sengketa tanah. Atalarik berjuang mempertahankan tanah tersebut sejak 2015.

Aktor berusia 51 tahun itu mengaku membeli tanah tersebut dari PT Sapta Usaha Gemilang Indah sejak 2000. Dia juga telah berusaha mengurus kelengkapan surat-surat kepemilikan sejak saat itu.

"Ini tanah PT, PT Sapta. Saya beli, ada beberapa surat, berhasil. Saya mengurus surat dari tahun 2000, dari pembelian tahun 2000. Urus surat, ada yang jadi sertifikat, ada yang belum jadi sertifikat, masih AJB. Sampai 2002, itu semua surat-surat sudah ada," cerita Atalarik Syach ditemui di kediamannya, Cibinong, Jawa Barat, Kamis (15/5/2025).

Namun, proses legalitas tanah tersebut tidak berjalan mulus. Ia menyebut adanya dokumen penting yang hilang, yakni surat pelepasan hak yang menjadi salah satu hal paling krusial dalam sengketa ini.

Dalam gugatan Dede Tasno pada 2015, selain Atalarik, Camat Kecamatan Cibinong, Lurah Kelurahan Pakan Sari, Nizyudia A Yusra, Permadi Soesetio, dan PT Sapta Usaha Gemilang Indah menjadi tergugat.

Atalarik mengatakan Dede Tasno sebagai pihak penggugat merasa memiliki tanah karena sudah mengeluarkan uang untuk pengelolaan lahan. Menurut Atalarik klaim tersebut tak pernah terkonfirmasi keabsahannya.

Ia menyayangkan kemunculan Dede Tasno yang dinilai terlambat, yakni pada 2015. Padahal dirinya sudah berusaha mengurus AJB jauh sebelumnya.

"Saya minta saya mau ngurus AJB, AJB ketahan. Sampai tiba-tiba 2015, terjadi gugatan terhadap saya melalui Dede Tasno. Kok baru muncul? Padahal kalau belum terjadi apa-apa, belum ada rumah, baru pagar kan enak ya. Duit juga belum banyak habis keluar," ujarnya.

Pihak Dede Tasno Buka Suara

Pihak Dede Tasno, sebagai penggugat, buka suara mengenai peristiwa tersebut. Eka Bagus Setyawan, kuasa hukum Dede Tasno, menjelaskan kronologi sengketa tanah yang telah berlangsung sejak 2015.

"Kronologi awalnya, kita melakukan gugatan terhadap pihak tergugat, yaitu Pak Atalarik termasuk dari keluarganya, saudaranya Pak Atalarik, itu yang kita tempati rumahnya di bawah itu, Doni namanya, terhadap tanah ini, ini milik dari klien kami. Luasnya sekitar 7.800 meter persegi," kata Eka Bagus Setyawan di Cibinong, Kamis (15/5/2025).

Sengketa ini berawal dari klaim kepemilikan tanah oleh Atalarik Syach. Oleh karena itu, Dede Tasno melakukan upaya hukum untuk tanah tersebut, bukan bangunan yang sudah berdiri.

Eka menuturkan, Atalarik Syach mengklaim telah membeli tanah tersebut dengan bukti akta jual beli (AJB). Namun, pihak Dede Tasno membuktikan di pengadilan bahwa AJB tersebut palsu.

"Memang ceritanya panjang, dari 2015 sampai sekarang, pihak Atalarik itu mengklaim bahwa dia sudah memiliki tanah ini berdasarkan akta jual beli. Yang memang kita sudah buktikan di pengadilan, kita sudah melakukan upaya hukum juga, kita buktikan bahwa AJB tersebut ternyata palsu," jelas Eka.

"Pihak-pihak yang ada di dalam AJB itu tidak dapat membuktikan bahwa tanah ini punya hak yang jelas, atau standing yang jelas terhadap tanah ini," tambahnya lagi.

Tanah yang menjadi sengketa ini memiliki luas total sekitar 7.800 m2. Namun dalam beberapa dokumen pengukuran terakhir tercatat hanya sekitar 5.880 m2.

Pihak Dede Tasno membenarkan sudah adanya komunikasi dengan Atalarik Syach, tapi tidak mendapatkan hasil.

Terkait dengan putusan hukum, Eka menegaskan bahwa eksekusi ini dilakukan setelah putusan pengadilan inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Sehingga pengadilan berani menjalankan eksekusi.


(pus/Dep)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO