Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah menyambutnya baik kebijakan tersebut. Namun, ia menyebut kontribusi retribusi PBG sebenarnya tidak begitu signifikan terhadap biaya pembangunan.
Junaidi mengatakan biasanya retribusi PBG sekitar Rp 1 juta saja. Ia pun mengungkapkan justru yang mahal adalah proses sebelum mengajukan PBG.
"PBG itu sih kecil rata-rata kurang lebih maksimal Rp 1 jutaan," kata Junaidi kepada detikProperti, Minggu (10/11/2024).
"Retribusi PBG sebenarnya tidaklah besar. Yang besar adalah proses menuju PBG yang melibatkan Pemda, ATR/BPN, konsultan dan lain-lain," tambahnya.
Proses tersebut misalkan pengukuran dan penggambaran rencana pembangunan yang membutuhkan sejumlah profesi. Hal ini yang membuat pengurusan PBG mahal.
"Patut disyukuri niat baik pemerintah membebaskan retribusi (PBG), akan tetapi yang sebenarnya biaya menuju ke proses PBG itu yang sangat besar," ucapnya.
"Justru yang di luar PBG itu yang sangat besar. Kalau PBG nggak jadi masalah dihapus nggak jadi masalah," lanjut Junaidi.
Menurutnya, proses sebelum pengajuan PBG sulit karena ketidakjelasan waktu dan tarif pengurusan. Pengembang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit sebelum mengajukan PBG.
"Retribusi bagian dari kontribusi biaya ke pemerintah. PBG sebenarnya tujuan awalnya percepatan, permasalahannya menuju PBG itu yang sulit, butuh waktu dan biaya tanpa ada standarisasi," imbuhnya.
Terpisah, Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (HIMPERRA) Ari Tri Priyono menyampaikan hal yang senada. Ia mengatakan retribusi PGB sebenarnya tidak terlalu mahal, tetapi biaya pengurusan sebelum pengajuan PBG cukup besar.
"Komponen rumah itu pertama tanah, dua perizinan, tiga pembangunan, empat pajak-pajak. Retribusi termasuk dalam pajak sama perizinan. Aslinya pengaruh besar terhadap harga tidak terlalu, tapi lebih ke proses, itu melancarkan betul perizinan kita. Kalau harganya hari ini ada urus PBG Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. Padahal aslinya berapa ratus ribu, tapi harus pake konsultan jadi mahal," terangnya.
Selain itu, pungutan liar (pungli) juga membuat biaya urus PBG membengkak. Pungutan liar memperlambat proses dan menambah beban biaya.
"Sebenarnya kan namanya perizinan aspek yang paling membuat mahal punglinya itu, kongkalikong antara kalau sekarang konsultan dengan Pemda atau perizinan ini," ungkapnya.
Ari mencontohkan ada pungli untuk mempercepat proses pengurusan dengan konsultan. Misalkan awalnya Rp 3 juta menjadi Rp 5 juta agar pengurusan dapat dikebut oleh konsultan.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) Tito Karnavian retribusi mengatakan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) akan dihapus khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini disampaikan dalam acara diskusi bertema Program 3 Juta Rumah Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat di Menara 1 BTN, Jakarta, Jumat (8/11/2024) malam.
"Saya akan keluarkan surat edaran dalam waktu paling lama 10 hari agar retribusi PBG dihapus khusus untuk MBR, supaya tidak ada kerancuan. Kita akan mengundang seluruh Pemda, BTN, dan rekan-rekan perwakilan realestat bahwa program perumahan MBR ini telah diperintahkan oleh Pak Presiden dan harus dilaksanakan oleh Pak Maruarar. Kita minta Pemda untuk bangun gerakan kesetiakawanan sosial untuk membantu yang tidak mampu," tutur Tito seperti yang dikutip dari keterangan tertulis pada Sabtu (9/11/2024).
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini (dhw/dhw)