Kain Sasirangan adalah salah satu karya budaya Indonesia yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda. Kain tradisional asal Kalimantan Selatan ini telah menjadi identitas budaya sekaligus warisan leluhur yang harus dijaga.
Untuk mengenal apa itu kain sasirangan, simak artikel ini mulai dari asal-usul dan makna, motif tradisional, hingga proses pembuatannya.
Asal-usul dan Makna
Kain Sasirangan berasal dari masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan. Dikutip dari 77 Warisan Budaya Takbenda Indonesia di situs Kemendikdasmen, sasirangan adalah sejenis kain yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur, kemudian diikat dengan benang atau tali raia dan selanjutnya dicelup.
Kain Sasirangan awalnya dibuat dari serat kapas atau katun. Seiring perkembangan zaman dan teknik modern, bahan baku meluas mencakup kain non-kapas seperti sutera dan satin, sehingga karakteristiknya semakin bervariasi.
Dalam studi Pergeseran Fungsi dan Makna Simbolis Kain Sasirangan oleh Yunita Fitra Andriana dari Universitas Trilogi, kain sasirangan dahulu memiliki fungsi ritual dan simbolik, yaitu sebagai penolak bala dan penawar penyakit. Namun kini bergeser menjadi komoditas dan menjaga warisan budaya.
Motif Kain Sasirangan
Dilansir dari penelitian Noor Kholis berjudul Kain Tradisional Sasirangan "Irma Sasirangan" Kampung Melayu Kalimantan Selatan di situs Universitas Negeri Yogyakarta, berikut 8 motif kain sasirangan yang sering digunakan:
- Motif Gigi Haruan: Motif ini terinspirasi dari bentuk gigi ikan haruan yang tajam dan runcing, menampilkan desain sederhana namun khas.
- Motif Hiris Gagatas: Motif ini diambil dari bentuk potongan kue gagatas khas Kalimantan Selatan yang berbentuk wajik, memberikan sentuhan tradisional pada kain.
- Motif Bintang: Menggambarkan bintang dengan berbagai sudut seperti empat, lima, tujuh, atau delapan, motif ini mencerminkan keindahan benda langit.
- Motif Bayam Raja: Motif ini terinspirasi dari bagian bunga tanaman bayam raja yang dianggap paling cantik oleh masyarakat Banjar.
- Motif Kulat Karikit: Diambil dari bentuk jamur yang menempel pada pohon dan sulit dihilangkan, motif ini mencerminkan keunikan alam sekitar.
- Motif Hiris Pudak: Mirip dengan motif gigi haruan dan kulat karikit, motif ini memiliki garis patah-patah yang lebih lebar dan panjang. Terinspirasi dari daun pandan yang digunakan dalam bunga rampai pada upacara adat pernikahan suku Banjar.
- Motif Gelombang: Motif ini mengambil ide dasar dari gelombang laut, menggambarkan dinamika dan keindahan alam.
- Motif Kambang Kacang: Terinspirasi dari batang kacang yang merambat dan melengkung pada media seperti kayu, motif ini menambah variasi bentuk alami pada kain Sasirangan.
(bai/bai)