Kalimantan dikenal dengan keanekaragaman hayati yang melimpah, serta dikenal sebagai pulau yang kaya akan keberagaman bahasa daerah. Tapi, banyak di antaranya berstatus minor dan hanya digunakan oleh sejumlah komunitas kecil.
Tahukah detikers kalau Kalimantan menyimpan ratusan bahasa daerah yang jarang terdengar? Sebagian besar orang mungkin mengenal Bahasa Banjar, Kutai, atau Dayak Ngaju. Namun selain itu, masih ada banyak bahasa yang menjadi identitas komunitas lokal dan kini terancam punah.
Mulai dari Bahasa Mendawai di tepian Sungai Arut, Punan Tubu yang hanya diucapkan oleh segelintir orang di pedalaman, hingga Embaloh yang punya kaitan unik dengan bahasa Sulawesi.
Sayangnya, bahasa-bahasa ini perlahan hilang karena jarang digunakan oleh generasi muda. Padahal, setiap bahasa menyimpan kekayaan pengetahuan dan nilai budaya yang tidak ternilai.
Lalu, apa saja bahasa Kalimantan yang jarang diketahui dan bagaimana ciri khasnya? Berikut detikKalimantan rangkum dari berbagai sumber.
1. Mendawai (Kalimantan Tengah)
Dikutip dari Kamus Sederhana Bahasa Indonesia-Bahasa Daerah Mendawai, Bahasa Mendawai adalah salah satu bahasa daerah di Kalimantan Tengah yang dituturkan oleh masyarakat suku Mendawai, khususnya di sekitar Sungai Arut, Kotawaringin Barat. Bahasa ini berasal dari rumpun Austronesia, subkelompok West Barito Selatan dan memiliki kesamaan kosakata sekitar 70% dengan Bahasa Ngaju.
Jumlah penuturnya diperkirakan sekitar 20.000 orang, dan penggunaannya tersebar di beberapa desa di Arut Selatan. Mendawai memiliki kosakata unik, seperti:
- mate: mata
- kasinge: gigi
- balau: rambut
- pinding: telinga
- ting kanin: di sana
- ting hetun: di sini
- je isen: ke mana
- guang isen=mau ke mana
2. Bakumpai (Kalimantan Tengah)
Bahasa ini adalah salah satu bahasa daerah di Kalimantan yang dituturkan oleh suku Bakumpai, terutama di wilayah Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Selatan, khususnya di sepanjang aliran Sungai Barito.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia-Bahasa Bakumpai 1 dijelaskan bahwa Bahasa Bakumpai termasuk dalam rumpun Austronesia dan memiliki kedekatan erat dengan bahasa Ngaju dan Ma'anyan. Dari sisi sejarah, Bakumpai lahir dari komunitas tepi sungai yang banyak berinteraksi dengan penduduk Banjar, sehingga pengaruh bahasa Banjar juga cukup kuat dalam kosakatanya.
Jumlah penutur bahasa Bakumpai diperkirakan mencapai sekitar 100.000 orang, dan mereka umumnya tinggal di daerah Barito Kuala, Barito Utara, serta beberapa wilayah di Kalimantan Tengah. Meskipun jumlah penuturnya lebih banyak dibandingkan Mendawai, penggunaan bahasa ini mulai berkurang karena generasi muda lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa kosakata unik dalam bahasa Bakumpai antara lain:
- hindai: belum
- apui: api
- jeu: besok
- atei: hati