Pagi itu, di Jalan Manunggal, Kelurahan Tanjung Selor Timur, Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, yang basah oleh embun, suara rantai sepeda terdengar seperti bisikan kecil yang nyaris kalah oleh deru motor. Namun dari tikungan, seorang perempuan berkacamata melaju mantap, ransel hitam menggantung ringan di punggungnya. Pedal yang ia injak tidak pernah terburu-buru, ritmenya seperti seseorang yang telah menyatu dengan perjalanan.
Di ibu kota Kalimantan Utara, rutinitas ini adalah sebuah keanehan. Sebuah pemandangan yang mengundang tatapan. Di tengah masifnya kampanye perubahan iklim dan ekonomi hijau, seorang PNS punya cara sendiri untuk menerjemahkannya. Tak sekadar wacana, ia melakukan 'pertobatan ekologis' dengan aksi nyata yakni menempuh 20 km setiap hari dengan bersepeda.
Ia adalah Retno Sawitri Listyabratarini (44), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bappeda & Litbang Pemprov Kaltara. Baginya, mengayuh sepeda dari rumah ke kantor dan ke mana pun ia pergi bukan sekadar olahraga, melainkan sebuah komitmen untuk mengurangi jejak karbon.
"Apa yang saya lakukan ini bukan sesuatu yang baru. Sebenarnya ini normal atau sudah umum dilakukan, cuman mungkin belum di sini," ujar Retno mengawali perbincangan dengan detikKalimantan, Minggu (16/11/2025).
Kecintaan Retno pada sepeda bukanlah hobi musiman. Jauh sebelum isu lingkungan jadi tren, ia sudah memimpikan gaya hidup praktis ala orang Eropa yang kerap ia tonton di film-film semasa remaja.
"Waktu itu aku tertarik sekali dengan kehidupan orang-orang di Eropa. Yang ke mana-mana pakai sepeda, pakai transportasi publik, tinggal di flat. Betapa kehidupan mereka itu praktis," kenangnya.
Kecintaannya pada sepeda pun bukan baru kemarin sore. Jauh sebelum menjadikannya alat mobilitas utama, Retno yang juga seorang pelari telah menggunakan sepeda sebagai cross training (olahraga pendukung) dari 2017 hingga 2019 untuk menunjang olahraga utamanya.
Impian masa ABG dan kebiasaan olahraganya itu menemukan momentum saat Retno mengambil studi S2 di UGM, Yogyakarta, pada 2019-2021. Di kota pelajar itu, ia sepenuhnya bermobilitas dengan jalan kaki dan bersepeda.
"Ketika sudah hampir kembali ke Tanjung Selor, saat itu aku putuskan salah satu kebiasaan baik dari tugas belajar itu yang inginku bawa adalah bermobilitas dengan menggunakan sepeda," tegasnya.
Keputusannya tak lantas berjalan mulus. Setibanya di Tanjung Selor, Retno berhadapan dengan tantangan budaya. Menggunakan sepeda untuk aktivitas harian, bukan sekadar olahraga akhir pekan, namun ternyata adalah pemandangan langka.
"Waktu itu aku agak kaget. Orang tuh ngelihatin. Kayak anak-anak sekolah yang dibonceng orang tuanya pagi hari itu, mereka tuh nengok sampai terpuntir leher ke belakang. Astaga kok segitu amat ya," tuturnya sambil tertawa.
Simak Video "Video: Pangdam Mulawarman Bicara Penyebab Anggota TNI Serang Mapolres Tarakan"
(sun/des)