Kalangan serikat buruh di Kalimantan Utara (Kaltara) menyoroti mandeknya penyelesaian perselisihan hubungan industrial di wilayah tersebut. Absennya Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Kaltara membuat sengketa antara pekerja dan pengusaha mentok di tahap pengawasan.
Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kaltara, Raden Yusuf menjelaskan, proses penyelesaian sengketa biasanya melalui tahapan bipartit (antara pekerja dan pengusaha) dan tripartit (mediasi oleh Disnaker). Jika mediasi buntu, mediator akan mengeluarkan anjuran.
"Tahapan bipartit dan tripartit akan keluar anjuran dari mediator dan sifatnya hanya anjuran, kita bisa menolak dan menerima," ujar perwakilan KSBSI Kaltara itu kepada detikKalimantan. Selasa (21/10) pagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah muncul ketika salah satu pihak menolak anjuran tersebut. Proses hukum selanjutnya seharusnya adalah mendaftarkan gugatan ke PHI. Namun, Kaltara sebagai provinsi baru belum memiliki pengadilan khusus tersebut.
"Jika menolak, bisa lanjut ke PHI. Sementara PHI di Kaltara tidak ada," keluhnya.
Raden berharap agar Pemprov dapat mengupayakan adanya PHI di Kaltara. Hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan para buruh harus merelakan. Waktu, tenaga dan biaya hanya untuk mendapatkan keadilan, mengingat Pengadilan tersebut berada di Kaltim.
"Kondisi tersebut tidak menguntungkan kami, para buruh. Apalagi harus melewati proses panjangnya persidangan, selain makan biaya, waktu pun habis percuma," tegas Raden Yusuf.
Desakan pembentukan lembaga peradilan ini telah direspons serius oleh Pemerintah Provinsi Kaltara. Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltara, Asnawi, membeberkan upaya yang telah dan sedang dilakukan.
"Gubernur Kaltara sudah bersurat ke Mahkamah Agung (MA) RI per April 2021 yang mengusulkan pembentukan Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, dan Pengadilan Hubungan Industri (PHI) di Kaltara," jelasnya kepada detikKalimantan, Selasa (21/10) siang, via panggilan daring.
Asnawi menjelaskan, Pemprov dan DPRD Kaltara juga telah melakukan kunjungan langsung ke Mahkamah Agung dan Sekretariat Negara untuk menyampaikan aspirasi tersebut.
"Pemprov Kaltara telah menyurati pihak terkait seperti Mahkamah Agung, Kemenaker, terkait pembentukan terbentuknya Pengadilan HI di Provinsi Kalimantan Utara," jelas Asnawi.
Menurutnya, titik terang mulai muncul pada tahun 2024. Dalam pertemuan di Pengadilan Tinggi Kaltara, terungkap bahwa kendala utama pembentukan PHI adalah ketersediaan Hakim Ad-Hoc.
"Pengadilan Tinggi Kaltara menyampaikan bahwa Pengadilan HI dapat dibentuk apabila sudah tersedianya Hakim Ad-Hoc Pengadilan HI," ujarnya.
Proses ini terus bergulir di tahun 2025. Pihak Pengadilan Negeri Tanjung Selor, yang nantinya akan menaungi PHI, telah mengumpulkan data dari Disnakertrans Kaltara. Data ini akan digunakan untuk presentasi mengenai urgensi pembentukan PHI di Kaltara. Di sisi lain, Kemenaker RI juga bergerak.
"Pada tahun 2025 juga sedang dilakukan Perekrutan Hakim ad-hoc Hubungan Industrial oleh Ditjen PHI dan Jamsos Kemnaker RI," ungkap Asnawi.
Pihak Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker juga telah meminta data terkait hubungan industrial di Kaltara. Data ini akan menjadi bahan presentasi Menteri Ketenagakerjaan kepada Mahkamah Agung.
Meski Pemprov Kaltara tidak memiliki wewenang mengalokasikan hakim, mereka telah secara resmi meminta agar Kaltara mendapat prioritas penempatan Hakim Ad-Hoc setelah proses rekrutmen selesai.
Kini, semua upaya telah dilakukan, dan keputusan akhir berada di tangan Mahkamah Agung.
"Kita masih menunggu dr MA aja lagi pak, segala upaya sudah dilaksanakan. Bahkan ketua pengadilan tinggi juga sudah membantu membicarakan dengan pihak MA," pungkas Asnawi.