Aksi massa di Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) diwarnai kekecewaan warga terhadap DPR RI Dapil Kaltara Deddy Sitorus. Deddy memberikan klarifikasi melalui video call, tetapi warga Kaltara belum puas. Mereka pun menunggu kehadiran Deddy Sitorus secara langsung di Tarakan.
Sementara itu, aksi massa di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) diwarnai dengan perakitan bom molotov. Polresta Samarinda segera mengamankan sejumlah mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) serta dua aktor intelektual di baliknya.
Berikut isu-isu terhangat terkait aksi di Kalimantan selama sepekan, 1-7 September 2025, dirangkum detikKalimantan.
Dua Ujaran Disorot di Kaltara, Deddy Sitorus Buka Suara
Massa menggelar aksi di Tarakan pada Senin (1/9) sebagai tindak lanjut dari aksi di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu protes yang dilayangkan massa adalah pernyataan Deddy Sitorus yang dinilai tidak pantas.
Dua pernyataan yang dimaksud yakni 'saya tidak tahu kalian kenal saya atau tidak', dan 'jangan bandingkan kami dengan rakyat jelata'. Pernyataan tersebut ramai beredar di kalangan warga Kaltara.
"Arogansinya sekali. Saya dengar langsung di lokasi, dia bilang, 'kalian tahu gak apa yang sudah saya buat untuk Kaltara?' Itu menunjukkan sikap arogan sebagai wakil rakyat. Seharusnya dia yang mengenal rakyat yang mengantarkannya ke Senayan," kata salah seorang demonstran, Mariani.
Kepada detikKalimantan, Deddy memberikan klarifikasi melalui pesan. Deddy menegaskan pernyataannya tidak dimaksudkan untuk merendahkan masyarakat, melainkan untuk menegaskan keterbukaannya dalam berdialog.
"Saya sudah bertahun-tahun bekerja untuk Kaltara, maka saya bertanya, apakah kalian 'mengenal saya'? Maksud saya di situ, kalau kenal, pasti tahu kalau saya selalu bersedia berdialog dan bertemu siapapun," jelas Deddy, Selasa (2/9/2025).
Sementara pernyataan soal rakyat jelata itu disampaikannya pada Desember 2024. Deddy menjelaskan konteks ketika mengucapkan hal tersebut. Pembawa acara televisi waktu itu membandingkan gaji anggota DPR dengan pekerja berpenghasilan UMR. Ia kemudian menilai itu tidak setara.
"Saya bilang gaji DPR tidak bisa dibandingkan dengan 'gaji' rakyat jelata atau pekerja UMR. Kalau mau dibandingkan, ya dengan sesama lembaga tinggi negara seperti kementerian, BPK, KPK, atau BUMN. Itu baru adil karena diatur UU," bebernya.
Deddy menegaskan pernyataan tersebut hanya membahas perbandingan gaji, bukan terkait derajat atau status sosial dengan warga biasa seperti yang dituduhkan. Meski begitu, Deddy memohon maaf kepada warga Indonesia, khususnya Kaltara.
"Mohon maaf kalau orang tersinggung. Tapi pernyataan saya jelas menolak perbandingan gaji, bukan perbedaan derajat seperti yang diembuskan," tegasnya.
Deddy juga mengaku telah menawarkan pertemuan dengan massa pada hari ini, Minggu (7/9) pukul 16.00 Wita di Tarakan. Sebelumnya, warga memintanya datang pada Rabu (3/9), tetapi Deddy berhalangan hadir.
(des/des)