Dugaan aktivitas bongkar muat kayu ilegal kembali terdeteksi di areal bekas pabrik Suaran, terletak di Tarakan Barat, Kalimantan Utara. Aktivitas ini diduga berlangsung di salah satu gudang di wilayah tersebut, dengan puncak kegiatan terjadi pada malam hingga dini hari.
Bongkar muat kayu diduga kembali aktif sejak Senin (1/5) dan berlanjut beberapa hari setelahnya. Sebelumnya, aktivitas itu sempat terhenti karena sorotan media.
"Bongkarnya malam hari dari kapal, subuh baru dimuat pakai truk kemudian sebagian di tampung di salah satu gudang dan di kirim ke salah satu penampungan," ujar sumber berinisial OM kepada detikKalimantan, Jumat (30/5/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Dinas Kehutanan Kalimantan Utara Maryanto menanggapi laporan media tentang aktivitas bongkar muat kayu di Tarakan Barat. Dia menyatakan bahwa informasi tersebut akan menjadi bahan pendalaman.
"Kami akan verifikasi lapangan berdasarkan laporan media dan intelijen. Jika terbukti non-prosedural, kami akan kumpulkan bukti untuk proses hukum," tegasnya, Jumat (30/5/2025).
Ia juga mengajak masyarakat untuk melaporkan aktivitas mencurigakan terkait pembalakan liar.
"Informasi dari masyarakat sangat membantu. Kami akan tindak lanjuti bersama tim Kawasan Perlindungan Alam (KPA)," ujarnya.
Maryanto mengungkapkan bahwa PPNS kehutanan Kaltara telah resmi dilantik oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Timur di Samarinda pada Selasa (27/5).
Menurut Maryanto, PPNS yang baru dilantik kini memiliki kewenangan lebih luas, mulai dari penyidikan hingga penindakan pidana. Langkah ini menjadi bagian dari upaya memperkuat penegakan hukum terhadap pembalakan liar di wilayah Kaltara.
"Dulu kewenangan terbatas, hanya mengamankan bukti dan tersangka. Sekarang, PPNS bisa menangani proses hukum secara menyeluruh," jelasnya. Jumat (30/5)
Maraknya pembalakan liar, atau yang kini disebut aktivitas non-prosedural, menjadi perhatian serius Dinas Kehutanan Kaltara. Maryanto menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan pengawasan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.
Untuk wilayah di luar kawasan, pengawasan melibatkan Lembaga Hutan Adat (LHA) yang juga memiliki kewenangan memantau aktivitas non-prosedural, termasuk dampak lingkungan seperti pencemaran akibat pertambangan.
"Pembalakan liar menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti banjir dan longsor. Jika hutan gundul, air hujan langsung meluncur tanpa hambatan, menyebabkan kerusakan signifikan," ungkap Maryanto.
(des/des)