Mbah Ponirah, Sosok di Balik Lestarinya Dawet Sambal Kulon Progo

Mbah Ponirah, Sosok di Balik Lestarinya Dawet Sambal Kulon Progo

Jalu Rahman Dewantara - detikJogja
Sabtu, 02 Des 2023 15:11 WIB
Ponirah saat meracik dawet sambal di rumahnya di Sokomoyo, Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo, Sabtu (2/12).
Foto: Ponirah saat meracik dawet sambal di rumahnya di Sokomoyo, Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo, Sabtu (2/12). (Jalu Rahman Dewantara/detikJogja)
Kulon Progo -

Eksistensi dawet sambal di Kulon Progo hingga akhirnya ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda (WBtB) erat kaitannya dengan sosok Ponirah. Dia menjadi peracik sekaligus pelestari dawet sambal yang masih bertahan saat ini.

Mbah Ponirah, begitulah dia biasa disapa, merupakan generasi kedua dari keluarga peracik dawet sambal di Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo. Sosoknya bisa kita temui di kedai Dawet Sambal Nyi Ponirah, Dusun Sokomoyo, Jatimulyo, atau berjarak sekitar 30 km dari Pusat Kota Jogja.

Ilmu meracik dawet sambal diperoleh Ponirah dari sang ibu mertua, Wagiyem. Sejak 1950-an, Wagiyem memang dikenal sebagai pembuat dawet sambal yang kesohor. Racikannya disenangi banyak kalangan karena dirasa pas dalam memadukan cita rasa gurih, pedas nan manis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan Ponirah mulai menggeluti usaha ini saat resmi jadi menantu Wagiyem pada sekitar tahun 1970-an. Saat itu, usianya masih 19 tahun.

"Saya itu berjualan sudah sejak usia 19 tahun. Di Pasar Cublak, Jatimulyo jualannya setiap hari Rabu dan Sabtu. Kemudian baru-baru ini setiap Senin juga jualan tapi khusus pasar kuliner saja," ujar Ponirah saat ditemui di kediamannya, di Dusun Sokomoyo, Jatimulyo, Kulon Progo, Sabtu (2/12).

ADVERTISEMENT

Ponirah bercerita kemunculan dawet sambal tidak lepas dari kondisi perbukitan mMnoreh yang dingin. Karena itu, tercetus ide untuk membuat hidangan yang bisa menciptakan sensasi hangat di badan. Dari situlah lahir dawet sambal, varian dawet tapi memiliki rasa pedas.

Versi lainnya menyebut jika dawet sambal berawal dari kreasi penjual dawet dan pecel yang berjualan di sebuah pentas-pentas pagelaran di Jatimulyo. Pada saat jam istirahat pementasan, penjual menjajakan dagangannya kemudian ada pembeli yang memberikan masukan untuk mencampurkan dawet dan pecel.

Ponirah saat meracik dawet sambal di rumahnya di Sokomoyo, Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo, Sabtu (2/12).Ponirah saat meracik dawet sambal di rumahnya di Sokomoyo, Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo, Sabtu (2/12). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Penyajiannya dalam sebuah mangkuk yang telah diisi dawet lalu ditaburi tauge, tahu, dan bumbu kacang pedas serta sedikit gula jawa. Aneka toping ini membuat cita rasa dawet sambel begitu kaya.

Ponirah mengaku tak ada resep khusus dalam pembuatan dawet sambal. Menurutnya seluruh bahan sama seperti yang biasa digunakan peracik dawet sambal lainnya. Yang mungkin jadi pembeda, bahan baku yang dipakai selalu fresh untuk menjaga kualitas produknya.

"Ya sama saja sebenarnya, tapi memang kalau di tempat saya diusahakan bahan bakunya benar-benar baru," ucapnya.

Diteruskan oleh Sang Cucu

Upaya melestarikan dawet sambal terus dilakukan oleh keluarga Ponirah. Salah satunya dengan mewariskan usaha ini kepada sang cucu, Suhandri (29).

Di tangan Andri, sapaan akrabnya, dawet sambal dibikin lebih variatif. Jika biasanya menggunakan sambal kacang, kini ada varian sambal kelapa serta tambahan irisan tahu goreng dan kerupuk untuk memperkaya cita rasa kuliner legendaris tersebut.

Inovasi Andri ini juga yang kemudian menjadi pijakan dawet sambel bisa menyandang status sebagai WBtB. Karena dari Suhandri lah, dawet sambal khas Jatimulyo makin dikenal. Sebab, Suhandri menjajakan dawet sambal lewat berbagai cara, mulai dari promosi di desa wisata hingga pameran kuliner dan UMKM.

"Awalnya itu saya titipkan di destinasi wisata di Jatimulyo, kemudian ikut beberapa pameran. Saya ingat betul, ketika itu ada Gelar Potensi Desa Budaya tahun 2019, dan saat situ diliput beberapa media hingga kemudian membuat penasaran dan makin dikenal banyak orang," katanya.

Suhandri pun berharap, dawet sambal bisa terus lestari dan dapat dinikmati hingga anak cucu kelak. "Harapan saya dan nenek sekarang itu sederhana, bagaimanapun caranya dawet sambel itu harus bisa dirasakan oleh anak cucu kita dan generasi selanjutnya. Apalagi dawet sambal ini sudah menjadi WBtB," pungkasnya.




(apu/aku)

Hide Ads