Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan yang mewajibkan SD-SMP baik negeri dan swasta gratis. Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko menyatakan ke depan putusan MK itu harus diterjemahkan dengan bijak.
"Menurut saya terjemahannya harus wise, nggak bisa gebyah uyah," kata Budiman saat ditemui wartawan di Pakem, Sleman, Sabtu (31/5/2025).
Budiman menilai, anak bersekolah di swasta bukan hanya karena faktor tidak diterima di sekolah negeri. Tapi juga mempertimbangkan faktor kualitas pendidikan di sekolah swasta yang terkadang harus mengeluarkan biaya lebih besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalahnya gini, orang sekolah swasta itu ada dua kemungkinan. Entah nggak diterima di sekolah negeri sehingga dianggap kurang kualitas atau mereka dari keluarga yang sangat kaya raya. Sehingga mereka memilih sekolah swasta yang mahal. High class," ujarnya.
Kementerian Dikdasmen, kata Budiman, kemudian harus bisa membedakan hal tersebut. Walaupun teknisnya nanti tidak akan mudah.
"Menurut saya harus dibedakan, tapi untuk membedakan ini pasti tidak mudah. Ini pasti akan menjadi pekerjaan yang susah. Kerja kementerian untuk menerjemahkan secara teknis. Kira-kira gitu," katanya.
Dia lalu mengusulkan agar penerapan sekolah swasta gratis bisa dilakukan secara bertahap. Hal itu juga melihat proses pelaksanaan program MBG yang juga tidak serta-merta langsung dilakukan di seluruh wilayah Indonesia.
"Kalau saya melihat mungkin bertahap saja. Sama seperti program makan bergizi gratis yang universal dan anggarannya masih terbatas dimulai dari kawasan-kawasan atau daerah-daerah miskin dulu," bebernya.
"Mungkin dimulai dari sekolah-sekolah swasta yang menurut ukurannya tidak dianggap sekolah yang lebih berkualitas dari negeri yang tidak mahal. Tapi karena orang di situ karena terpaksa karena nggak diterima di sekolah negeri, sementara mereka layak untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Mungkin dipilih dari sana. Bisa seperti itu," imbuhnya.
Meski demikian, dia tetap menghormati keputusan dari MK yang menggratiskan sekolah swasta dari jenang dasar hingga menengah.
"Kita hormati keputusan MK. Soal teknisnya itu nanti kewenangan dari Kementerian Dikdasmen. Kita tunggu saja komentar-komentar Dikdasmen. Kami tidak mau mendahului," pungkasnya.
Diketahui, dilansir detikNews, hakim MK mengabukan sebagian gugatan terhadap gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada Selasa (27/5). Dalam keputusannya MK meminta pemerintah menjamin wajib belajar 9 tahun, dengan menggratiskan pendidikan baik di sekolah negeri maupun swasta.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat'," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Rabu (28/5).
Dalam pertimbangannya, hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, menilai frasa 'wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya' dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang hanya untuk sekolah negeri menimbulkan kesenjangan. Padahal sekolah negeri memiliki keterbatasan daya tampung.
"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa," ujar Enny.
MK menilai negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar. Oleh karena itu, kata Enny, frasa 'tanpa memungut biaya' dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.
(rih/rih)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka