Sempat vakum, Komunitas Bule Mengajar di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali bangkit. Komunitas yang mewadahi warga negara asing (WNA) untuk menyalurkan ilmunya kepada pelajar di Bumi Menoreh itu kembali melanjutkan aksi mereka.
Kebangkitan komunitas ini ditandai dengan kegiatan bertajuk Bule Mengajar Goes to School di SMA N 1 Temon, Kapanewon Temon, Kulon Progo, hari ini. Dua WNA atau biasa disebut bule, yakni Sara Kalman asal Yordania dan Kumar Shubham asal India dilibatkan dalam acara ini.
Mereka menjadi guru sukarela bagi 70 siswa kelas XII SMA N 1 Temon selama satu hari. Adapun materi yang diberikan meliputi Bahasa Inggris dan pengenalan sosial budaya sesuai dengan negara asal Sara dan Kumar yakni India dan Yordania.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sini kita membawa beberapa partisipan yaitu dari India dan Yordania. Acaranya ini kurang lebih kita ingin membagi pengetahuan tentang kebudayaan dari negara mereka," ucap Ketua Bule Mengajar, Safa Levina Sahda, saat ditemui di sela-sela acara, Kamis (20/6).
Safa mengatakan kegiatan ini menjadi penting bagi pelajar Kulon Progo seiring dengan telah beroperasinya Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Temon. Kehadiran YIA, memungkinkan banyak WNA masuk ke daerah ini sehingga dibutuhkan skill bahasa Inggris yang mumpuni bagi warga lokal.
"Menurut saya karena adanya YIA, itu sangat penting bagi warga Kulon Progo melatih bahasa Inggris. Karena kita ingin semua bisa berkomunikasi dengan lancar menggunakan bahasa Inggris," ujarnya.
Sempat Vakum Usai Ditinggal Lia
Sebelumnya Bule Mengajar sempat jadi komunitas yang hits, tapi akhirnya harus vakum gegara sejumlah hal. Salah satunya akibat ditinggal pergi Lia Andarina Grasia, selaku pencetus.
Safa menyebut, almarhum Lia yang membidani Bule Mengajar sejak 2014 silam dianggap punya peran besar bagi eksistensi komunitas ini. Semasa hidup, mendiang kerap menyalurkan ide-idenya agar Bule Mengajar bisa dikenal masyarakat.
Melalui Bule Mengajar pula, Lia berhasil meraih Juara I Pemuda Pelopor Berprestasi Tingkat Nasional Bidang Pendidikan tahun 2015. Kala itu, kiprahnya turut mengharumkan nama Kulon Progo di tingkat nasional.
Seiring dengan itu, nama Bule Mengajar mulai banyak dikenal masyarakat. Para WNA pun tertarik untuk bergabung dalam komunitas ini. Mereka sukarela jadi mentor dadakan bagi para pelajar di Kulon Progo.
Namun, sejak Lia meninggal dunia akibat sakit pada Agustus 2021 silam, eksistensi Bule Mengajar perlahan redup.
"Iya, kalau menurut kami terasa sekali. Karena Mbak Lia selama 2015-2016 kan salah satu founder sekaligus ketua di Bule Mengajar, yang mana ide-ide dan visi misinya kan selalu datang dari beliau. Sedangkan kita yang melanjutkan itu terkadang mungkin punya semangat yang agak berbeda," terang Safa.
Berjalannya waktu, Safa bersama para relawan Bule Mengajar kembali mengumpulkan semangat untuk membangkitkan lagi komunitas ini. Dia ingin meneruskan tonggak estafet Lia, meski dengan visi dan misi yang baru.
"Jadi selama 2021-2023 sebenarnya ada beberapa program yang kita lanjutkan, tapi tidak dipublish. Jadi kita mulai lagi tapi visi misinya agak berbeda dengan almarhum," ujarnya.
"Dan saya rasa 2024 ini adalah salah satu awal untuk memulai kembali program-program yang sebelumnya kita punya, dan mungkin kita bisa mulai lagi eksistensi nya untuk dikenal masyarakat," ucapnya.
Safa mengatakan para relawan yang tergabung dalam Bule Mengajar berasal dari berbagai latar belakang dan negara. Tidak ada syarat spesifik bagi calon relawan, yang terpenting ada kemauan untuk ikut seluruh rangkaian kegiatan.
"Ada beberapa tidak spesifik. Misalnya paspor dan kesediaan meluangkan satu hari buat ikut acara. Terus skill komunikasi publik," ujarnya.
Salah satu peserta Bule Mengajar, Sara Kalman, mengaku tertarik ikut komunitas ini karena panggilan hati. Sejak lama, perempuan asal Yordania itu sudah ada keinginan untuk terlibat dalam kegiatan sosial, tapi baru kesampaian saat dirinya berlibur dengan suami di Jogja beberapa waktu lalu.
"Sejak lama saya memang ingin ikut kegiatan kayak gini ini, tapi baru kesampaian saat saya akhirnya bisa bertraveling di Indonesia. Sehingga sampai di sini saya langsung tanya teman saya, dan dia menyarankan program ini," ujarnya.
"Dia (teman Sara) bilang program ini bisa jadi sarana untuk promosi negaramu. Jadi tidak ada salahnya mencoba karena saya pikir tidak banyak yang tahu soal Yordania. Dan saya juga ingin tahu lebih banyak soal Indonesia. Jadi ini semacam pertukaran ilmu," imbuhnya.
Sementara itu salah satu siswa SMA N 1 Temon, Aryantika mengaku senang dengan adanya Bule Mengajar di sekolahnya. Dia jadi bisa mengasah skill berbahasa Inggrisnya serta dapat pengetahuan baru soal negara tempat tinggal para relawan.
"Sangat menyenangkan ya, karena kita bisa bertukar budaya dengan mereka, belajar budaya dan bahasa. Tadinya sempat malu, karena nggak biasa ngobrol Inggris, jadi ada kagetnya," ujarnya.
(aku/ahr)
Komentar Terbanyak
Roy Suryo Usai Diperiksa soal Ijazah Jokowi: Cuma Identitas yang Saya Jawab
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa