Sejarah Kotabaru Jogja, Kawasan Elite Belanda dengan Konsep Garden City

Sejarah Kotabaru Jogja, Kawasan Elite Belanda dengan Konsep Garden City

Galardialga Kustanto - detikJogja
Senin, 09 Okt 2023 14:39 WIB
Gedung Petronella RS Bethesda Jogja dilihat dari sisi utara, Senin (28/11/2022).
Sejarah Kotabaru Jogja, Kawasan Elit Belanda dengan Konsep Garden City. Foto gedung Petronella RS Bethesda Jogja salah satu peninggalan Belanda di Kotabaru, Foto diunggah Senin (28/11/2022). (Foto: dok. detikJogja)
Jogja -

Kotabaru merupakan salah satu wilayah Jogja yang menyimpan banyak sejarah sejak zaman Belanda. Bahkan menurut catatan sejarah, Kotabaru dahulunya merupakan kawasan elite Kota Jogja.

Dikutip dari situs resmi Dinas Kebudayaan Kota Jogja, di masa awal pembangunan wilayah Kotabaru mengusung konsep garden city dengan mengutamakan lahan terbuka serta penempatan wilayah untuk taman yang lebih luas. Selain itu konsep garden city Kotabaru menempatkan bangunan rumah dengan jarak yang lebih jauh dari tepi jalan dan memisahkan wilayah tempat tinggal dengan fasilitas publik.

Sementara, sebelum menempati Kotabaru, masyarakat Eropa dahulunya tinggal di sekitar Loji Kecil (Benteng Vredeburg). Lantas, bagaimana sejarah Kotabaru bisa menjadi kawasan elite bagi masyarakat Eropa? Simak sejarahnya di bawah ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Kotabaru Jogja

Dikutip dari situs resmi Kelurahan Kotabaru, sejarah Kotabaru hingga menjadi kawasan elite Eropa dilatarbelakangi oleh politik pintu terbuka atau "opondeur politiek" oleh Belanda yang kala itu menduduki wilayah Indonesia termasuk Jogja. Hal tersebut mendorong masuknya investor asing dari Jerman, Perancis, Belgia, Italia, Inggris, Amerika, Jepang, dan negara-negara lain untuk menyewa tanah dan melakukan ekspansi bisnis di negara Indonesia.

Di sisi lain, Jogja saat itu telah memiliki Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) yang mengatur alokasi tanah yang difungsikan sebagai perkebunan. Dengan limpahan sumber daya yang dimiliki, Jogja memiliki area perkebunan tebu yang luas, sehingga hal ini berdampak terhadap munculnya pabrik gula di wilayah Pandokan, Pundong, Pleret, Barongan, Gesikan (Bantul), Demak Ijo, Salikan, Kalasan, Tanjung Tirto, Beran, Godean, Medari, Cebongan (Sleman), Sewugalur (Kulon Progo).

ADVERTISEMENT

Pabrik-pabrik gula yang bermunculan menjadi tanda berkembangnya industri pada masa itu, sehingga banyak pengusaha Belanda bermigrasi ke Jogja. Kala itu, Belanda bahkan membangun infrastruktur pendukung seperti jaringan transportasi kereta api, listrik, telepon, kantor asuransi, perbankan, hotel, gereja, rumah sakit, dan sekolah-sekolah. Alhasil hal tersebut membuat kebutuhan untuk permukiman meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah orang Eropa dan Belanda di Jogja.

Kemudian, Keraton Jogja mengeluarkan Undang-Undang Desentralisasi (Decentralisatie Wet) dan peraturan Wijkenstelsel, yang mengatur pengelompokan tempat tinggal orang Eropa yang terpusat di satu lokasi tertentu. Keputusan tersebut menghasilkan Rijksblad van Sultanaat Djogjakarta No. 12 tahun 1917, yang terdiri dari 11 bab yang mengatur pemberian lahan beserta hak-haknya untuk mendirikan bangunan, jalan, taman, dan perawatannya, dengan ketentuan yang diatur oleh pihak keraton.

Peraturan tersebut melahirkan wilayah yang dikenal dengan nama Kotabaru pada tahun 1917-1920. Pemilihan nama Kotabaru dipilih karena kota yang baru dibangun dengan konsep "garden city" sebagai kawasan elite untuk orang-orang Eropa. Perancangan wilayah Kotabaru dibangun atas konsep Thomas Karsten seorang arsitek dan perencana perumahan yang juga terlibat dalam berbagai proyek pembangunan di berbagai kota seperti Batavia, Pasar Johar Semarang, hingga Stasiun Solo Balapan.

Dibangun dengan Konsep Garden City

Kotabaru dibangun Thomas dengan mencontoh London, Inggris, meskipun memiliki gaya Eropa secara umum. Adapun konsep garden city Kotabaru dilengkapi dengan boulevard dan berbagai jalan arteri. Kala itu juga, dibangun pula sarana penting, termasuk pusat olahraga yang sekarang dikenal sebagai Kridosono, sekolah seperti Algemeene Middelbare School (AMS) yang sekarang menjadi SMAN 3 Yogyakarta, Christelijke MULO School yang saat ini menjadi SMA Bopkri I, dan Normal School yang sekarang menjadi SMP 5.

Terdapat juga Rumah Sakit Petronella, yang sekarang menjadi Rumah Sakit Bethesda. Selain itu, dibangun juga rumah ibadah pertama yaitu Gereja Kristen, yang kemudian disusul oleh Gereja Katolik yang sekarang menjadi Gereja Kotabaru.

Pada tahun 1942, warga Eropa mulai meninggalkan Jogja untuk menyelamatkan diri menuju Australia melalui Cilacap. Tidak lama setelah itu, Jepang kemudian memasuki wilayah Jogja dan Kotabaru dijadikan sebagai pusat militer. Jepang mengubah alih fungsi bangunan perumahan dan fasilitas umum sebagai fasilitas pendukung pemerintahan Jepang, seperti Gereja Santo Antonius dijadikan gudang senjata dan amunisi tentara Jepang, Gereja Kristen HKB dijadikan penjara wanita Belanda, dan bekas pangkalan Militer Belanda di timur Kridosono dijadikan pangkalan militer oleh Jepang (Kidobutai)

Selain itu, ada beberapa gedung yang disewakan kepada warga pribumi kelas atas sebagai tambahan penghasilan. Hal tersebut berlangsung hingga Indonesia memperoleh kemerdekaan di tahun 1945.

Nah demikian sejarah Kotabaru, salah satu wilayah di Kota Jogja yang dulunya merupakan kawasan elite. Semoga bermanfaat, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Galardialga Kustanto peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(aku/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads