Nama Selarong ternyata bukan hanya nama gua, namun adalah salah satu wilayah di Guwosari, Pajangan, Bantul yang memiliki hubungan erat dengan Pangeran Diponegoro. Bahkan, Selarong menjadi markas besar Diponegoro saat perang Jawa tahun 1825.
Tokoh adat Selarong, Ikhwan Pribadi (52), menjelaskan bahwa nama Selarong diambil dari nama Pangeran Aryo Selarong, yakni putra Prabu Hanyokrowati, Raja Kedua Kerajaan Mataram Islam yang menyingkir dari Keraton karena konflik dengan keponakannya, Amangkurat Agung atau Prabu Amangkurat I. Kemudian Pangeran Aryo Selarong tinggal dan mendirikan pesantren di Selarong.
"Anak turun beliau yang kemudian menjadi pemimpin adat Desa Selarong sampai dibentuknya kelurahan pada tahun 1914. Kelurahan ini dipimpin oleh seorang Lurah yang bukan lagi mengikuti alur keturunan dari Pangeran Aryo Selarong," katanya kepada detikJogja, Jumat (18/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada masa awal gelar untuk pemimpin adat Selarong adalah Panembahan, kemudian Kenthol dan setelah Perang Diponegoro adalah Demang. Adanya gelar Panembahan dan Kenthol menunjukkan kekuatan politik Selarong pada masa itu yang secara pasti sangat diperhitungkan.
Sedangkan sebutan Selarong sebagai wilayah sendiri memiliki banyak makna. Pertama, sebagai wilayah milik Pangeran Aryo Selarong dan kedua sebagai Tanah Lungguh Pangeran Diponegoro.
"Ketiga, sebagai markas besar pasukan pangeran Diponegoro. Keempat, sebagai medan tempur pasukan Pangeran Diponegoro. Kelima, sebagai nama sebuah desa atau kalurahan dan keenam sebagai sebutan lain untuk Desa Guwosari," ujarnya.
Selarong sebagai ibu kota negara atau markas besar pasukan pangeran Diponegoro meliputi seluruh dusun yang sekarang masuk dalam wilayah Desa Guwosari dan beberapa dusun di sekitarnya. Bahkan, termasuk dalam wilayah Desa Sendangsari dan Triwidadi (Kapanewon Pajangan), beberapa desa di Kecamatan Bantul, Pandak, Kasihan, dan Kecamatan Sedayu.
"Wilayah ini yang disebut sebagai Negara oleh Belanda dengan sebutan Heuvelland van SΓ«larong atau SΓ«larongsche staat. Wilayah ini yang merupakan wilayah inti atau dari wilayah yang dikuasai Pangeran Diponegoro," ucapnya.
Pasukan-pasukan Pangeran Diponegoro berada dan menyebar di wilayah tersebut. Sedangkan sebutan Selarong sebagai medan tempur meliputi seluruh wilayah yang membentang dari utara Pegunungan Selarong sampai jauh ke selatan.
Adapun secara rinci dari Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean, dan Gamping di Kabupaten Sleman, sampai Kecamatan Sedayu, Pajangan, Kasihan, Bantul, Pandak, Bambanglipuro, Pundong, dan Imogiri atau di timur Kali Progo dan barat Kali Opak.
"Dalam Babad Dipanegara Manadho, Medan Tempur Selarong disebut 'Wetan Pragi' atau Timur Kali Progo. Oleh Belanda disebut sebagai wilayah tempur Selarong karena pusat kekuatan atau markas besar pasukan berada di atas pegunungan Selarong," katanya.
Tahun 1947, lanjut Ikhwan, Desa Selarong digabung dengan Desa Iroyudan menjadi satu kalurahan atau desa dengan nama Guwosari. Nama Selarong kemudian menjadi sebutan lain untuk wilayah Desa Guwosari, yang mencakup 15 dusun.
Sementara Dusun Gemahan yang sampai sekarang masih sering disebut sebagai Selarong Gemahan masuk dalam wilayah Desa Ringinharjo. Demikian juga dengan dusun-dusun lain sekitar Desa Guwosari yang sekarang masuk wilayah desa lain.
"Meski saat ini sudah tidak ada satu dusun pun di Desa Guwosari yang melekatkan nama Selarong, namun bagi Masyarakat Desa Guwosari, Selarong sudah menjadi identitas dan pangeran Diponegoro masih merupakan ruh dan penyemangat jiwa," ujarnya.
Untuk memperingati pecahnya Perang Jawa, masyarakat Desa Guwosari menggelar upacara adat yang rutin diselenggarakan setiap tahun yang disebut Grebeg Selarong. Selain itu juga menggelar haul Pangeran Diponegoro setiap tanggal 7 Januari di Musala Diponegoro RT 02 Kembang Putihan.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan