Candi Prambanan yang terletak di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menyimpan kisah menarik di belakangnya. Berdasar catatan sejarah, candi ini dibangun oleh seorang penguasa dari Dinasti Sanjaya bernama Rakai Pikatan.
Nama Rakai Pikatan mungkin tak lagi asing dalam benak masyarakat Indonesia. Sosoknya dikenal sebagai seorang raja Mataram Kuno yang menikahi putri Samaratungga bernama Pramodhawardhani.
Hanya saja, kisah Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani bisa dikatakan kalah terkenal dengan cerita rakyat Roro Jonggrang yang terkait erat dengan Candi Prambanan. Lantas, apakah benar Rakai Pikatan membangun Candi Prambanan karena cintanya kepada Pramodhawardhani? Simak penjelasan selengkapnya di bawah ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah Rakai Pikatan Membangun Candi Prambanan
Dirujuk dari buku Ensiklopedi Raja-Raja dan Istri-Istri Raja di Tanah Jawa oleh Krisna Bayu Adji, Rakai Pikatan Mpu Manuku adalah putra dari Rakai Garung. Oleh Samaratungga, Rakai Pikatan dinikahkan dengan anaknya, Pramodhawardhani.
Pernikahan ini membuat Rakai Pikatan menjadi raja Mataram Kuno. Keduanya kemudian diberi keturunan bernama Rakai Gurunwangi Dyah Saladu dan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Adapun dari selirnya, Rakai Watan Mpu Tamer, Rakai Pikatan mendapat anugerah seorang putra bernama Rakai Watuhumalang.
Berdasar Prasasti Siwagrha tertanggal 12 November 856, Rakai Pikatan diketahui telah membangun sebuah candi suci Siwagrha. Bangunan ini identik dengan candi utama di kompleks Prambanan. Oleh karena itulah, Rakai Pikatan dikenal sebagai pembangun Candi Prambanan.
Dirujuk dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Sleman, Candi Prambanan dibangun oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan untuk Candi Buddha Borobudur dan Candi Sewu. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang keagamaan Rakai Pikatan yang merupakan seorang penganut Hindu dan berasal dari wangsa Sanjaya.
Dengan mendirikan Candi Prambanan, Rakai Pikatan menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa Hinduisme aliran Siwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan. Mengingat, sebelum ia berkuasa, wangsa Syailendra lebih memihak agama Buddha aliran Mahayana.
Lebih khususnya lagi, Candi Prambanan dibangun untuk memuliakan Dewa Siwa. Pasalnya, berdasar Prasasti Siwagrha, nama asli bangunan megah ini adalah Siwagrha. Bila ditelisik dari segi bahasa, nama ini tersusun dari dua kata Sansekerta, yakni Shiva dan grha yang jika digabung, menjadi 'Rumah Siwa'.
Ketika detikers kunjungi pun, candi terbesar di Kompleks Prambanan adalah Candi Siwa. Menurut informasi dari laman Dinas Kebudayaan Jogja, Candi Siwa adalah yang terbesar dengan ukuran 34 x 34 x 47 meter menghadap timur. Candi ini diapit dua candi besar lain, yakni Candi Brahma dan Wisnu.
Mengenai anggapan bahwasanya Rakai Pikatan membangun candi ini karena cinta kepada Pramodhawardhani, tim detikJogja belum menemukan sumber valid yang memvalidasi alasan tersebut. Sumber-sumber yang bisa dipertanggungjawabkan menyebut sang raja membangun Candi Prambanan untuk Dewa Siwa secara terkhusus atau Trimurti (Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa) secara umum.
Lantas, kenapa wilayah tempat berdirinya Candi Siwa tersebut dinamakan Prambanan? Diduga, nama ini diambil dari desa tempatnya berdiri. Adapun asal-muasalnya diperkirakan adalah istilah Hindu 'Para Brahman' yang terkena dialek Jawa sehingga menjadi Prambanan.
Ada pula pendapat yang menerangkan bahwa 'Para Brahman' sebagai asal-muasal kata Prambanan bersumber dari masa jaya candi tersebut ketika dipenuhi para brahmana. Di sisi lain, muncul pula teori bahwa penamaan ini berasal dari kata 'mban' Jawa yang artinya menanggung atau memikul tugas.
Dikutip dari Jurnal Widya Aksara bertajuk 'Candi Prambanan Masa Kini' oleh Widhi Astuti, Rakai Pikatan mulai membangun Candi Prambanan pada abad ke-9, tepatnya 850 Masehi. Pembangunan candi ini kemudian diteruskan oleh raja-raja selanjutnya, seperti Dyah Balitung Maha Sambu, Dyah Daksa, dan Dyah Tulodong.
Candi Sewu: Bukti Toleransi Hindu dan Buddha yang Kuat
Menariknya, meskipun merupakan penganut agama Hindu, Rakai Pikatan tidak serta-merta menghancurkan Candi Sewu yang terletak dekat dengan Candi Prambanan. Menurut keterangan dari situs Visiting Jogja, Candi Sewu adalah candi Buddha.
Memiliki sekitar 249 candi, Candi Sewu didirikan lebih dahulu dibanding Candi Prambanan. Nama aslinya adalah Manjusri grha (rumah Manjusri). Candi ini diperkirakan didirikan pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran dari Wangsa Syailendra, yakni abad ke-8 Masehi.
Kemungkinan, kompleks Candi Sewu sempat dipugar, diperluas, dan bahkan dirampungkan pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. Hal ini menunjukkan toleransi beragama yang kokoh karena kedua kompleks candi dibiarkan tetap berdiri berdampingan.
Candi Sewu memiliki candi utama yang terletak di bagian tengah. Candi ini memiliki diameter 29 meter dan tinggi 30 meter. Di sekelilingnya, terdapat candi-candi kecil yang disebut Candi Perwara dan Candi Penjuru. Sayang, candi-candi kecil ini banyak yang tak lagi utuh dan hanya berupa bongkahan saja.
Cerita Rakyat Roro Jonggrang di Candi Sewu
Rakyat Jogja secara terkhusus tentu sudah tidak asing lagi dengan cerita rakyat Roro Jonggrang. Kisahnya yang menakjubkan sekaligus memilukan ternyata berkaitan erat dengan Candi Sewu.
Diringkas dari dokumen unggahan Universitas Islam Indonesia (UII), dahulu ada seorang raja bernama Prabu Baka yang berkuasa di Kerajaan Prambanan. Singkat cerita, ia berperang melawan Kerajaan Pengging dan kalah.
Tidak hanya kalah, Prabu Baka dibunuh oleh putra raja Pengging bernama Bandung Bondowoso. Selepas menang, Bandung Bondowoso terpesona dengan kecantikan putri Prabu Baka, Roro Jonggrang. Ia berminat memperistrinya.
Merasa takut dengan pembunuh ayahnya, Roro Jonggrang memberi syarat yang harus dipenuhi Bondowoso jika ingin mempersuntingnya. Syarat tersebut adalah membangun seribu candi dalam waktu satu malam saja.
Bandung Bondowoso menyetujui syarat tersebut. Ia kemudian mulai membangun dengan bantuan bala tentara jin dan roh halus. Melihat progres cepat Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang gelisah. Ia kemudian mencari akal untuk menggagalkan usaha tersebut.
Roro Jonggrang memerintahkan para wanita untuk menumbuk padi dengan lesung. Tak hanya itu, ia juga meminta wanita-wanita tersebut untuk menaburkan bunga yang harum baunya. Apa akibatnya?
Roh-roh halus segera menghentikan pekerjaan karena mengira pagi tak lama lagi datang. Seribu candi yang hampir tuntas pun jadi tertunda. Bandung Bondowoso sangat marah karena tahu dirinya dicurangi Roro Jonggrang.
Alhasil, ia mengutuk sang putri menjadi arca untuk menghiasi candi yang keseribu. Kelak, seribu candi tersebut dikenal sebagai Candi Sewu. Kisah inilah yang kemudian diceritakan turun-temurun di tengah masyarakat dan populer dengan judul Roro Jonggrang.
Demikian pembahasan ringkas mengenai kisah Rakai Pikatan membangun Candi Prambanan dan tujuannya. Semoga bisa menambah wawasan detikers, ya!
(sto/ahr)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM