Menengok Dalem Jayadipuran, Saksi Bisu Pergerakan Pemuda Era Kolonial Belanda

Menengok Dalem Jayadipuran, Saksi Bisu Pergerakan Pemuda Era Kolonial Belanda

Najma Alya Jasmine, Rheina Meuthia Ashari, Rhesa Azhar Pratama - detikJogja
Rabu, 13 Nov 2024 13:12 WIB
Dalam Jayadipuran Jogja saksi bisu pergerakan pemuda era kolonial Belanda. Foto diambil Oktober 2024.
Dalam Jayadipuran Jogja saksi bisu pergerakan pemuda era kolonial Belanda. (Foto: Rhesa Azhar Pratama/detikJogja)
Jogja -

Dalem Jayadipuran yang berlokasi di Jalan Brigjen Katamso, Kota Jogja, menjadi salah satu saksi bisu pergerakan pemuda era kolonialisme Belanda. Rumah itu menjadi tempat pertemuan organisasi-organisasi pemuda kala itu.

Pada awal abad ke-20, Dalem Jayadipuran menjadi tempat berkumpulnya organisasi pemuda seperti Jong Java dan Jong Islamieten Bond (Perhimpunan Pemuda Islam). Organisasi pemuda ini menjadi perintis gagasan persatuan di tengah perbedaan etnis dan agama.

Bangunan Dalem Jayadipuran saat ini dimanfaatkan menjadi kantor Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X. Area bangunan Dalem Jayadipuran ini didominasi warna putih dan tampak terawat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Dalem Jayadipuran

Dalem Jayadipuran dulunya dikenal dengan nama Dalem Dipowinatan. Nama Dipowinatan ini diambil dari nama Bupati Anom, Raden Tumenggung Dipowinata, yang diberi tanah Kesultanan dalam bentuk hak anggaduh (hak adat untuk mengelola tanah dari Kesultanan).

"Dalem Jayadipuran awalnya merupakan kediaman Raden Tumenggung Dipowinata yang dibangun pada tahun 1874 atas pemberian hak anggaduh dari Hamengku Buwono VII," terang Pamong Ahli Budaya BPK Wilayah X Himawan Prasetyo saat ditemui detikJogja di Dalem Jayadipuran, Jumat (25/10/2024).

ADVERTISEMENT

"Nah, dulu itu juga nama Dipowinatan dijadikan nama kampung, Kampung Dipowinatan," imbuhnya.

Setelah Raden Tumenggung Dipawinata meninggal, tanah tersebut dikembalikan ke Keraton Jogja. Kemudian oleh Sultan Hamengku Buwono VII, Dalem Dipowinatan itu dihadiahkan ke menantunya KRT Jayadipura.

Dalem Dipowinatan kemudian direnovasi oleh KRT Jayadipura yang juga merupakan seorang arsitek. Kini Dalem Dipowinatan itu pun dikenal dengan nama Dalem Jayadipuran.

"KRT Jayadipura itu dulu yang renov (Dalem Jayadipuran), beliau selain seniman dia juga seorang arsitek," tutur Himawan.

Semasa hidupnya, KRT Jayadipura dikenal memiliki hubungan yang cukup erat dengan para tokoh pergerakan nasional. Ia sering berdiskusi dengan para bangsawan dan priayi Keraton Jogja yang terlibat dalam gerakan kebangsaan.

"Dulu Jayadipura itu sering berdiskusi sama tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Radjiman Wedyodiningrat, Wahidin Sudirohusodo, dan Ki Hajar Dewantara di Pendopo Dalem Jayadipuran," terang Himawan.

Kediaman KRT Jayadipura pun sering digunakan sebagai tempat diskusi maupun pertemuan untuk perjuangan kemerdekaan, seperti Kongres Jong Java hingga Kongres Jong Islamieten Bond atau Perhimpunan Pemuda Islam.

Dalam Jayadipuran Jogja saksi bisu pergerakan pemuda era kolonial Belanda. Foto diambil Oktober 2024.Tulisan Dalam Jayadipuran Jogja dalam aksara Jawa. Foto: Rhesa Azhar Pratama/detikJogja

Kongres Jong Java

Salah satu pertemuan besar yang pernah digelar di Dalem Jayadipuran adalah Kongres Jong Java.

"Awalnya nama Jong Java itu organisasi Tri Koro Dharmo, dibentuk tahun 1919," jelas Himawan.

"Organisasi ini berdiri pada tahun 1915. Pendirinya pelajar STOVIA bernama Satiman Wirojosandjojo dan kawan-kawan. Tri Koro Dharmo dulunya hanya beranggotakan pelajar dari etnis Jawa dan Madura," tutur Himawan.

Organisasi ini disepakati berubah nama menjadi Jong Java saat kongres pertamanya di Solo. Sejak saat itu, pelajar dari Jawa, Madura, Pasundan, hingga Bali dapat bergabung menjadi anggota.

"Kongres Jong Java di Dalem Jayadipuran diselenggarakan empat kali," jelas Himawan.

Empat momen kongres Jong Java yang digelar di Dalem Jayadipuran yakni pada Kongres II Jong Java pada 29 Mei-3 Juni 1919, Kongres VI 23-27 Mei 1923, Kongres VII pada 1924, dan Kongres VIII pada 1928.

Namun pada Kongres VII, terjadi keretakan karena beda pandangan di dalam organisasi Jong Java. Akhirnya Ketua Jong Java Sjamsuridjal meletakkan jabatannya.

Usai kongres tersebut, Sjamsuridjal kemudian menjadi Ketua Jong Islamieten Bond (JIB), yang merupakan pecahan Jong Java. Organisasi JIB ini kemudian juga diramaikan dengan kehadiran Haji Agoes Salim yang ditunjuk menjadi penasihat di JIB.

Dalem Jayadipuran terakhir kali menjadi lokasi Kongres Java yaitu usai Sumpah Pemuda pada 1928. "Hasil kongres itu menerima peleburan. Perbandingan suaranya 57 setuju dan 27 menolak," jelas Himawan.

Selanjutnya, Jong Java membentuk panitia persiapan untuk membuat rencana pembubaran organisasi beserta sub organisasi dan cabang-cabangnya. Setelah itu Jong Java melebur dalam Indonesia Muda.

Kongres Jong Islamieten Bond

Dalem Jayadipuran juga menjadi tempat bersejarah bagi organisasi Jong Islamieten Bond (JIB). Dalam perkembangannya, JIB menjadi organisasi yang terus melebarkan sayapnya ke penjuru daerah di Indonesia.

JIB menyelenggarakan kongres sebanyak dua kali yang keduanya dilaksanakan di Dalem Jayadipuran.

"Iya, JIB itu di Jogja mengadakan kongres dua kali. Kongresnya itu di sini (Dalem Jayadipuran) dua-duanya," jelas Himawan.

Dalam Jayadipuran Jogja saksi bisu pergerakan pemuda era kolonial Belanda. Foto diambil Oktober 2024.Dalam Jayadipuran Jogja saksi bisu pergerakan pemuda era kolonial Belanda. Foto: Rhesa Azhar Pratama/detikJogja

Kongres pertama JIB digelar pada 1925. Pada kongres pertama ini, Raden Sjamsuridjal menjelaskan pendapatnya mengenai kedudukan pelajar muslim perempuan yang kemudian hari berkembang dengan terbentuknya Jong Islamieten Dames Afdeeling (JIBDA).

"Saat kongres yang pertama itu Raden Samsu menjelaskan arah serta dan tujuan serta kegiatan dari Jong Islamieten Bond (JIB)," jelas Himawan.

JIB kemudian menyelenggarakan kongresnya yang kedua di Jogja pada 23-27 Desember 1927. Dalem Jayadipuran kembali terpilih menjadi lokasi pertemuan Perhimpunan Pemuda Islam ini.

Dalam kongres ini lahir secara resmi organisasi baru turunan dari Jong Islamieten Bond, yaitu Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling (JIBDA) yang beranggotakan perempuan dari Jong Islamieten Dames (JIB).

"Motivasi untuk membentuk JIBDA itu buat menunjukkan kalau Islam menempatkan kedudukan yang terhormat dan tinggi bagi wanita," tutur Himawan.

Nah, itulah sejarah Dalem Jayadipuran yang menjadi saksi bisu pergerakan organisasi pemuda saat masa kolonial di Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh Najma Alya Jasmine, Rheina Meuthia Ashari, dan Rhesa Azhar Pratama peserta Program Magang Merdeka Bersertifikat Kampus Merdeka detikcom.




(ams/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads