Bantul Punya Bekas Stasiun Trem Jalur Jogja-Brosot, Begini Kondisinya

Bantul Punya Bekas Stasiun Trem Jalur Jogja-Brosot, Begini Kondisinya

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Sabtu, 26 Okt 2024 08:29 WIB
Gedung eks Stasiun Bantul di Jalan Jenderal Sudirman, Pedukuhan Nyangkringan, Kalurahan Bantul, Kabupaten Bantul, Selasa (22/10/2024).
Gedung eks Stasiun Bantul di Jalan Jenderal Sudirman, Pedukuhan Nyangkringan, Kalurahan Bantul, Kabupaten Bantul, Selasa (22/10/2024). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja
Bantul -

Kabupaten Bantul pada zaman dulu memiliki beberapa stasiun kereta api, salah satunya Stasiun Bantul, yang berada di pinggir Jalan Jenderal Sudirman. Meski telah beralih fungsi, bangunan berlabel cagar budaya ini masih kokoh berdiri, jadi saksi bisu sejarah perkeretaapian di Bumi Projotamansari.

Bekas Stasiun Bantul itu berlokasi di Pedukuhan Nyangkringan, Kalurahan Bantul, Kapanewon Bantul. Bangunan itu kini dimanfaatkan untuk Kantor Sekretariat Komite Olahraga Rekreasi-Masyarakat Indonesia (KORMI) Kabupaten Bantul.

Pantauan detikJogja, Selasa (22/10), bangunan itu tampak masih berdiri kokoh. Terdapat pelang bertulisan 'Bangunan Cagar Budaya Stasiun Bantul' di bagian depannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gedung eks Stasiun Bantul di Jalan Jenderal Sudirman, Pedukuhan Nyangkringan, Kalurahan Bantul, Kabupaten Bantul, Selasa (22/10/2024).Gedung eks Stasiun Bantul di Jalan Jenderal Sudirman, Pedukuhan Nyangkringan, Kalurahan Bantul, Kabupaten Bantul, Selasa (22/10/2024). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja

Siang itu, suasana gedung eks Stasiun Bantul itu tampak sepi. Pintu depan gedung bercat putih kombinasi hitam dan biru muda itu tertutup rapat. Di samping pintu tersebut terpasang rolling door.

Adapun di sisi barat atau depan gedung eks Stasiun Bantul itu menjadi tempat parkir mobil. Di sisi timur atau belakang gedung itu tampak banyak tumpukan kayu dan bangunan semi permanen.

ADVERTISEMENT

Sedangkan di selatan gedung itu terdapat toilet yang kondisinya kurang terawat. Ada tumpukan pasir, kayu, dan kaca di sekitar toilet itu.

Penjelasan Dinas Kebudayaan Bantul

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Bantul, Yanatun Yunadiana, mengatakan hadirnya sarana dan prasarana kereta api di Hindia Belanda (Indonesia) diawali pada tahun 1870.

Yanatun menyebut Stasiun Bantul mulai diresmikan pada 1895. Kemudian stasiun ini mulai ditutup untuk layanan umum pada tahun 1973, alias hanya untuk melayani angkutan tetes tebu saja.

Akhirnya pada tahun 1980-an stasiun ini ditutup total, artinya juga sudah tidak digunakan untuk angkutan tetes tebu. Saat ini juga sudah tidak terlihat bekas rel di sekitar bekas stasiun ini maupun di sepanjang Jalan Bantul.

"Pembangunan jalur kereta api berhubungan dengan pengangkutan hasil-hasil perkebunan (tebu dan nila) serta hasil produksi gula dari lokasi perkebunan swasta di Kabupaten Bantul dan Adikarto (Brosot, Kulon Progo)," kata Yanatun kepada detikJogja, Selasa (22/10/2024).

Dia menjelaskan Stasiun Bantul merupakan peninggalan masa kolonial dan sebagai bagian dari prasarana pada jalur trem atau kereta api jalur Jogja-Srandakan-Brosot. Di sepanjang jalur trem itu dibangun beberapa stasiun kecil untuk mengangkut penumpang dan barang.

"Jadi Stasiun Bantul juga berfungsi sebagai sarana transportasi untuk pengangkutan barang dan penumpang sehingga menjadi salah satu titik pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat Kabupaten Bantul," ujar Yanatun.

Menurut dia, bangunan Stasiun Bantul dulu terbagi menjadi empat ruangan, yaitu ruang tunggu calon penumpang kereta api, ruang administrasi dan loket penjualan tiket kereta api, ruang untuk gudang dan toilet. Luas bangunan stasiun itu 56 meter persegi.

"Kondisi bangunan Stasiun Bantul masih kokoh dan utuh. Tapi kondisinya kurang terawat karena dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari masyarakat," ucap Yanatun.

Bangunan Stasiun Bantul menggunakan model atap limasan. Denah bangunan berbentuk persegi panjang, membujur ke utara-selatan, memiliki ukuran bangunan induk 14 x 4 meter, tinggi bangunan 6,2 meter, dengan tritisan di empat sisinya selebar 1,5 meter.

Lantai bagian dalamnya menggunakan teraso bermotif, warna dasar putih, berukuran 20x20 sentimeter. Lantai itu dikombinasikan dengan teraso sejenis berwarna dasar merah.

"Lantai asli bagian luar bangunan atau bagian emper sebelah utara sudah tidak tampak karena tertutup konblok untuk trotoar. Saat ini ketinggian trotoar sama dengan ketinggian lantai stasiun," kata Yanatun.

Yanatun menambahkan, Stasiun Bantul memenuhi kriteria sebagai Bangunan Cagar Budaya, karena berusia lebih dari 50 tahun. Asitektur bangunan khas stasiun kabupaten pada masa kolonial itu juga masih dipertahankan sampai sekarang.

"Stasiun Bantul sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Penetapan itu merujuk keputusan Bupati Bantul No 13 Tahun 2018 tentang Stasiun Bantul sebagai bangunan cagar budaya. Keputusan itu diteken oleh Bupati Bantul, Suharsono, pada tanggal 31 Desember 2018," pungkas Yanatun.




(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads