Perayaan Tahun Baru Islam biasanya beriringan dengan malam satu Suro. Masyarakat Jogja memiliki tradisi untuk menyambut kedatangan malam satu Suro.
Berdasarkan penanggalan Kalender Hijriah 2024 yang diterbitkan Kemenag, Tahun Baru Islam 2024 jatuh pada hari Minggu, 7 Juli 2024. Selanjutnya, setiap daerah pasti mempunyai tradisi masing-masing dalam menyambut satu Suro ini.
Kali ini, tim detikJogja akan menyajikan rangkuman berbagai tradisi masyarakat Jogja dalam menyambut satu Suro. Yuk, langsung saja simak dengan seksama penjelasan di bawah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi Masyarakat Jogja Sambut Satu Suro
Berikut ini merupakan rangkuman mengenai berbagai tradisi masyarakat Jogja menyambut satu Suro yang dikutip dari laman resmi Dinas Kebudayaan DIY, Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Kalurahan Tambakromo Kabupaten Gunungkidul, Kalurahan Caturharjo Kabupaten Bantul, hingga Dinas Pariwisata Kulon Progo.
1. Topo Bisu Lampah Mubeng Beteng Keraton Ngayogyakarta
Tradisi Mubeng Beteng Keraton Ngayogyakarta menjadi salah satu karya budaya yang ditetapkan secara resmi. Prosesi tradisi ini terinspirasi dari perjalanan suci hijrah dari Mekkah-Madinah oleh rombongan Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang melintasi lautan pasir yang panas tanpa alas kaki, sehingga penuh rasa prihatin dan penderitaan ketika menjalaninya.
Dalam pelaksanaannya yang paling populer, Mubeng Beteng dilakukan dengan lampah ratri mengelilingi beteng Keraton Ngayogyakarta. Lampah rarti sendiri merupakan tirakat yang dilakukan dengan munajat atau madrawa ke hadirat Allah SWT dengan berjalan mengikuti lintasan tertentu. Selain itu, sesuai dengan namanya "Topo Bisu Lampah" maka perjalanan juga dilakukan tanpa berbicara.
Oleh sebab itu, tradisi mubeng beteng harus dilakukan dengan suasana yang hening, senyap, dan khidmat. Berbagai hal tersebut dilakukan sebagai bentuk refleksi diri terhadap seluruh perbuatan selama satu tahun sebelumnya.
2. Jenang Suran
Tradisi selanjutnya yaitu, Jenang Suran atau lebih dikenal dengan Jenang Panggul merupakan tradisi yang dilakukan pada malam satu Suro. Dalam pelaksanaannya, para Abdi Dalem (Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta) bersama-sama menggelar tradisi di Pelataran Kompleks Makam Raja-raja Mataram Kotagede (Jagalan, Bantul).
Pelaksanaan Jenang Suran dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan sholawat dan juga tahlilan. Namun, sebelumnya para Abdi Dalem akan melakukan proses arak-arakan jenang suran, ingkung ayam kampung, tumpeng nasi kuning, dan sayur kubis terlebih dahulu.
Nah, biasanya Abdi Dalem juga akan membagikan sekitar 1.000 porsi bubur Jenang Suran untuk masyarakat sekitar. Oleh karena itu, masyarakat lokal percaya bahwa pembagian jenang tersebut sebagai sebuah berkah ketika menyambut malam satu Suro.
3. Lek-lekan (Tirakatan Malam Satu Suro)
Tradisi Tirakatan malam satu Suro atau biasa disebut dengan Lek-lekan oleh masyarakat lokal di desa Caturharjo, Bantul. Lek-lekan dilaksanakan dengan berkumpulnya masyarakat untuk berdoa di masjid setempat dan tidak tidur semalaman penuh untuk menyambut satu Suro.
4. Pengajian Malam Satu Suro
Masyarakat Padukuhan Sapuangin, Bantul rutin mengadakan pengajian yang dilaksanakan setiap malam satu Suro. Nah, biasanya masyarakat setempat menggelar kegiatan pengajian di Graha Budaya Mangiran.
Dalam pelaksanaan acara tersebut terdapat berbagai rangkaian kegiatan mulai dari sambutan berbagai pihak, pembacaan yasin, tahlil, hingga makan bersama. Selain sebagai tradisi menyambut satu Suro, ternyata terdapat tujuan lain untuk mempererat silaturahmi seluruh lapisan masyarakat di Padukuhan Sapuangin.
5. Kirab Pusaka (Tosan Aji)
Kirab Pusaka atau Tosan Aji merupakan tradisi menyambut satu Suro oleh masyarakat Tambakromo, Gunung Kidul. Dan ternyata masyarakat lokal lebih mengenal tradisi ini dengan sebutan "mapak tanggal".
Sebagai kegiatan untuk menyambut satu Suro atau Tahun Baru Islam, Kirab Pusaka biasanya dilakukan oleh 11 padukuhan yang terdapat di Desa Tambakromo. Di desa ini, terdapat berbagai pusaka yang masih dijaga kelestariannya mulai dari keris, pedang, hingga tombak.
Selain itu, berbagai pusaka yang masih dilestarikan tersebut juga akan dibersihkan atau diwarangi pada bulan Suro.
6. Gelar Budaya Satu Suro
Gelar Budaya Satu Suro merupakan salah satu tradisi yang dilaksanakan oleh Desa Gerbosari Samigaluh bersama dengan pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Dalam pelaksanaan tradisi tersebut terselip berbagai rangkaian acara seperti, malam tirakatan, kenduri selametan, ritual budaya, pagelaran budaya, kirab budaya dan Jamasan Pusaka di Sendang Kawidodaren, hingga gunungan.
7. Labuhan Pantai Goa Cemara
Selanjutnya, tradisi masyarakat Jogja menyambut satu Suro yang terakhir akan dibahas adalah Labuhan Pantai Goa Cemara. Pelaksanaan tradisi ini digelar oleh masyarakat setempat ketika satu Suro (1 Muharram).
Dalam pelaksanaannya, tradisi ini digelar dengan secara rombongan untuk kirab ke tepi Pantai Goa Cemara dengan membawa gunungan hasil bumi. Nah, jika pengunjung pantai datang di saat pelaksanaan, ternyata diperbolehkan untuk ikut menyaksikan prosesinya.
Namun, perlu menjadi kewaspadaan bersama jika ingin menyaksikan tradisi tersebut secara langsung untuk tetap menghormati dan tidak membuat kegaduhan.
Demikianlah rangkuman mengenai berbagai tradisi masyarakat di seluruh wilayah Jogja dalam menyambut satu Suro. Semoga bermanfaat, Dab.
(sto/cln)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka