Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Gunungkidul meninjau tiga Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). TIga objek tersebut berupa batuan diduga bangunan candi hingga kubur peti batu.
Kepala TACB Gunungkidul, Andi Riana, mengungkapkan tiga ODCB itu yakni batuan bertakik, topeng, dan kubur peti batu. Ketiga objek itu ditinjau pada Rabu (26/6/2024).
Batu Bertakik Diduga Candi
Batu bertakik itu, Andi mengatakan ditemukan di Kalurahan Gari, Kapanewon Wonosari. Batuan tersebut seperti bagian dari bangunan candi atau tempat peribadatan lainnya. Namun begitu, Andi masih belum bisa memastikannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir kemungkinan bangunan candi tetapi kemudian kita tidak bisa menge-judge bahwa itu bagian dari candi karena kita perlu penelitian lebih lanjut," kata Andi kepada detikJogja melalui telepon, Jumat (28/6/2024).
Lebih lanjut, Andi menyebutkan batuan yang ditemukan itu tidak hanya batu bertakik tetapi juga batu berhias antefik yang biasa ditemukan di pojok bangunan suatu candi. Meski begitu pihaknya harus melakukan tes lanjutan untuk menentukan temuan tersebut apakah bagian dari candi atau bukan.
"Kita hanya tes untuk mengetahui bangunan tersebut apa benar-benar bangunan dari candi," ungkapnya.
Jika dilihat dari bentuk batuan tersebut, Andi berasumsi candi yang dibangun sekitar abad ke-9 Masehi atau masa pengaruh Hindu-Buda. Andi mengatakan pihaknya masih belum menemukan candi lain di sekitar lokasi penemuan batu tersebut.
"Sekitar abad 9," katanya.
Langkah selanjutnya, Andi mengatakan pihaknya akan melaporkan temuan tersebut kepada Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X. Andi menuturkan biasanya BPK Wilayah X akan menindaklanjuti temuan tersebut dengan ekskavasi.
"Nanti dilaporkan ke BPK X," sebutnya.
Terpisah, anggota TACB Gunungkidul, Ari Kristian mengungkapkan jumlah batu yang ditemukan itu berjumlah ratusan. Batu tersebut berada di tengah ladang jauh dari permukiman. Pihaknya mengambil lima batu.
"Kalau 500 (batu) mungkin ada," jelas Ari kepada detikJogja saat ditemui di kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Gunungkidul.
Ari menjelaskan batu bertakik itu memiliki tiga takik. Adapun rata-rata ketebalan batu tersebut berkisar 30-60 cm.
"Dari ketebalannya rata-rata 30-60 cm kalau lebarnya tidak ada yang sama," ucapnya.
Asumsi dugaan batuan tersebut merupakan bagian dari candi karena lokasi penemuannya dekat dengan sumber air. Ari mengungkapkan syarat pendirian candi tidak jauh dari sumber air.
Lokasi sumber airnya berjarak sekitar 800 meter dari lokasi bebatuan itu. Tepatnya di Gereja Santo Aloysius.
"Itu ada di Gereja Santo Aloysius Gari lokasi dari penemuan itu 800 meter, relatif dekat," sebutnya.
Kubur Batu
Selain batu bertakik, Andi mengatakan ditemukan pula kubur peti batu yang ditemukan di Kalurahan Grogol, Kapanewon Paliyan. Andi menerangkan kubur tersebut tergolong istimewa sebab se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hanya ditemukan di Gunungkidul.
"Ini kan langka, tidak ada duanya. Kalau untuk sak DIY hanya ada di Gunungkidul," jelasnya.
Andi menyebutkan kubur peti batu tersebut merupakan salah satu peninggalan masa prasejarah. Kubur tersebut terbuat dari lempengan batu yang ditata seperti peti batu.
"Tetapi tidak terbuat dari batu monolit atau batu yang utuh, tetapi sambung-sambung berbentuk kotak," ungkapnya.
Sayangnya, Andi mengatakan pihaknya tidak menemukan penutup kubur itu. Sebab, Andi menjelaskan kubur peti batu itu terletak di area yang sudah digarap oleh penduduk.
"Kemungkinan tutup peti batu tersebut sudah beralih tempat, tidak ada di situ," katanya.
Bagian sisi lainnya, Andi mengatakan masih terkubur di dalam tanah. Hal tersebut dinilai insitu dan tergolong istimewa.
"Justru karena insitunya yang istimewa belum berubah tempat," ucapnya.
Lebih lanjut, Andi yakin ODCB tersebut bisa menjadi cagar budaya atau CB. Sebab usianya sudah melebihi 50 tahun, memiliki nilai sejarah dan langka.
"Ini sudah masuk kriteria cagar budaya sebetulnya,"
Terpisah, Ari mengatakan dalamnya kubur peti batu tersebut sepanjang 60 cm. Sedang panjang dan lebarnya ialah 205 x 86 cm.
Peti batu tersebut, Ari menjelaskan disusun di dalam tanah tanpa perekat. Adapun ukuran batunya bervariatif dan berbentuk lempengan dengan ketebalan 15 cm.
"Batunya disusun di dalam tanah dan tidak diberi penahan," katanya.
Kuburan tersebut, Ari menuturkan berorientasi ke arah Timur dan Barat. Orientasi tersebut sama dengan model penguburan masa prasejarah yang lain.
Ari menyebutkan pihaknya menemukan satu kubur peti batu lainnya yang berjarak 2 meter dari kubur yang tanpa tutup itu. Namun begitu pihaknya tidak membongkar kubur tersebut karena masih dalam posisi insitu atau asal.
"Yang satu masih agak terpendam di dalam tanah. Kita tidak berani menyingkap karena posisinya masih dalam aslinya," katanya.
Selain kubur peti batu, Ari mengatakan pihaknya juga menemukan pecahan tembikar gerabah. Jumlahnya pun tak terhitung. Di permukaannya berbentuk garis seperti dibuat menggunakan alat putar.
"Di sini bentuknya tidak anyaman. Jadi mungkin pakai teknologi berputar itu," ungkapnya.
Pecahan gerabah itu, Ari mengatakan diduga untuk pembuatan piring dan sebagainya. Adapun ketebalan gerabahnya tidak sampai 0,5 cm.
![]() |
Topeng
ODCB terakhir yang ditinjau, Andi menyebutkan tiga topeng milik warga di Kalurahan Duwet, Kapanewon Wonosari. Topeng tersebut sudah diwariskan selama tujuh generasi.
"Sudah tujuh generasi," katanya.
Andi mengatakan masing-masing topeng memiliki nama yakni Klono Sewandono, Bancak dan Doyok. Hingga kini topeng tersebut digunakan hingga sekarang dan hanya pada saat Rasulan dan Sadranan.
"Hanya ditarikan pada saat Sadran dan Rasulan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Andi mengatakan pihaknya yakin topeng tersebut bisa menjadi cagar budaya. Sebab topeng itu sudah memenuhi kriteria cagar budaya.
"Kami akan merekomendasikan menjadi CB topeng tersebut," ucapnya.
Selanjutnya, Ari mengatakan pewaris topeng tersebut yakni Heni Eka Wati (34). Topeng tersebut hanya dapat disimpan oleh pewaris.
Topeng Klono Sewandono, Ari mengungkapkan hanya dapat dikenakan oleh pewaris langsung. Sedangkan dua topeng lainnya bisa dipakai oleh orang lain. Namun begitu pihaknya belum menggali alasannya.
"Khusus Klono Sewandono itu wajib oleh keturunan langsung," jelasnya.
(apl/apl)
Komentar Terbanyak
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
Lokataru Sebut Delpedro Marhaen Tetap Semangat Meski Ditetapkan Tersangka
Direktur Lokataru Delpedro Marhaen Jadi Tersangka Penghasutan Aksi Anarkis