Mengenal Upacara Pasang Tarub Pernikahan Adat Jawa yang Penuh Filosofi

Mengenal Upacara Pasang Tarub Pernikahan Adat Jawa yang Penuh Filosofi

Nur Umar Akashi - detikJogja
Jumat, 05 Jan 2024 14:09 WIB
Ilustrasi pernikahan Jawa
Foto: Ilustrasi pernikahan adat Jawa (Getty Images/iStockphoto/Royaax)
Jogja -

Pura Pakualaman akan menggelar hajat dalem Dhaup Ageng Pakualaman, yakni pernikahan putra bungsu KGPAA Paku Alam X dan GKBRAA Paku Alam, BPH Kusumo Kuntonugroho dengan dr. Laily Annisa Kusumastuti. Penyelenggaraan Dhaup Ageng Pakualaman akan terdiri dari sejumlah prosesi dalam beberapa rangkaian acara.

Ketua Bidang II panitia Dhaup Ageng, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radyo Wisroyo menjelaskan prosesi Dhaup Ageng sendiri dibagi menjadi tiga rangkaian acara. Pertama ada pra acara yang berisi lamaran, silaturahmi dan sebagainya.

Acara lamaran telah dilakukan pada Oktober lalu. Untuk selanjutnya yaitu nyekar pada 4 Januari, doa bersama pada 5 Januari, dan mulai masuk ke rangkaian acara pernikahan dengan acara Pasang Tarub dan Majang yang dilakukan pada hari Minggu, 7 Januari 2024 mulai pukul 10.00 WIB. Pemasangan Tarub dilakukan di Tratag KD Bangsal Sewatama, Tratag KD Kepel, KD Regol Danawara, KD Pawon Ageng, dan Tratag KD Bangsal Kepatihan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, agar dapat lebih memahami tentang upacara Pasang Tarub, berikut ini pengertian, asal-usul, dan filosofi komponen-komponennya yang sudah dihimpun detikJogja.

Pengertian Upacara Pasang Tarub

Menilik artikel 'Tata Urutan Upacara Perkawinan Adat Jawa Gagrag Yogyakarta' oleh Ernawati Purwaningsih, upacara Pasang Tarub dilakukan setelah Pingitan sebelum Midodareni. Secara singkat, Pasang Tarub adalah nama upacara untuk memasang sebuah struktur dengan bahan-bahan alam (tarub) bersama dengan pernak-perniknya, seperti janur.

ADVERTISEMENT

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, upacara ini dilakukan setelah Pingitan sebelum Siraman dalam tradisi pernikahan Jawa. Pemasangannya kira-kira dilakukan sehari sebelum prosesi Siraman yang merupakan tahap kedua. Sumber lain menyebut tarub dapat dipasang kira-kira seminggu sebelum acara perkawinan.

Sebelum melangkah lebih jauh, perlu kiranya kita memahami arti dari 'tarub' itu sendiri. Menyadur penjelasan dari artikel berjudul 'Makna Pasang Tarub dalam Pernikahan Jawa' oleh Heri Priyatmoko, tarub adalah kependekan/akronim dari 'ditata supaya murub'. Artinya kurang lebih adalah 'ditata agar bersinar'.

Tarub itu sendiri adalah sebutan untuk atap dalam pernikahan Jawa yang terbuat dari anyaman daun kelapa hijau. Tiang untuk menyangganya adalah bambu wulung. Namun, kini, untuk mempermudah sekaligus agar terlihat lebih elok, tarub juga kerap dijumpai disangga dengan kayu ataupun tiang besi.

Komponen-komponen tarub di antaranya adalah bleketepe, cengkir gading, dan berbagai macam tuwuhan (hasil bumi). Nantinya, tarub selain berguna untuk memperindah lokasi pernikahan, juga dapat digunakan para tamu untuk berteduh.

Sebelum pemasangan tarub dimulai, si empunya rumah mesti mengadakan kenduri untuk 3, 5, 7, 9, atau 11 orang sebagaimana dikutip dari buku Filosofi Rumah Jawa oleh Asti Musman. Pemuka agama kemudian akan memimpin doa dengan harapan hajatan yang akan dilaksanakan berjalan dengan lancar.

Suasana Pura Pakualaman jelang pernikahan anak KGPAA Paku Alam X, Rabu (3/1).Suasana Pura Pakualaman jelang pernikahan anak KGPAA Paku Alam X, Rabu (3/1). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja

Asal-Usul Upacara Pasang Tarub

Berdasar penjelasan pada tulisan 'Tarub dan Perlengkapannya Sarat dengan Makna dan Filosofi' oleh Endang Setyaningsih dalam Jurnal Teknobuga, konon, tarub muncul ketika Jaka Tarub akan menikah.

Kala itu, Ki Ageng Tarub (ayah Jaka Tarub), berpikir ingin mengadakan selamatan. Namun, rumahnya terlalu kecil. Ia pun memiliki ide kreatif untuk menambah atap rumahnya dengan anyaman daun kelapa dan janur kuning.

Ki Ageng Tarub lantas membuatnya dengan bantuan sanak saudara dan para tetangga. Mereka pun berhasil dan pernikahan berlangsung dengan baik. Sejak saat itu, penamaan daun kelapa, janur kuning, dan kelengkapan lainnya dalam tradisi pernikahan Jawa disebut Tarub.

Masyarakat Jawa selalu bergotong-royong membantu tetangganya yang akan menikah untuk memasang tarub. Kini, dengan hadirnya tenda-tenda sewaan yang jauh lebih besar dan praktis, pasang tarub mulai jarang ditemui. Selain itu, faktor lain seperti susahnya mengumpulkan warga juga turut memberi sumbangsih.

Filosofi Komponen Penyusun Tarub

Ternyata, bahan-bahan yang digunakan untuk memperindah tarub memiliki filosofinya tersendiri. Berikut ini penjabarannya dikutip dari sumber yang telah disebutkan dan Jurnal Kejawen berjudul 'Petung, Prosesi, dan Sesaji dalam Ritual Manten Masyarakat Jawa' oleh Kuswa Endah:

  • Bleketepe/Janur Kuning
    Dalam upacara Pasang Tarub, kita mengenal istilah bleketepe. Bleketepe adalah anyaman yang dibuat dari janur kuning. Kata "janur" sendiri bermakna "sejane ning nur" yang kurang lebih berarti menggapai cahaya ilahi. Dengan arti demikian, janur kuning berarti cita-cita mulia untuk menggapai cahaya Ilahi dengan hati yang bening.
  • Pisang Raja Ayu atau Madu (Dua Tandan)
    Buah yang satu ini mempunyai rasa manis. Maknanya, kedua mempelai diharapkan dapat memiliki kehidupan rumah tangga yang manis, mulia, dan bahagia. Dari sisi orang tua, filosofinya adalah agar kedua mempelai mampu memberikan keturunan sebanyak setandan pisang.
  • Sepasang Tebu Arjuna/Tebu Wulung
    Menurut falsafah Jawa, tebu adalah singkatan dari "anteping kalbu" (mantapnya hati). Sementara itu, tebu wulung merupakan tebu pilihan atau unggul. Ketika digabungkan, maka filosofinya adalah harapan orang tua agar kedua mempelai dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dan masyarakat.
  • Sepasang Cengkir Gading
    Cengkir gading adalah singkatan dari "kencenging piker" (ketetapan berpikir). Buah ini juga dikenal dapat digunakan sebagai obat atau penangkal racun. Buah ini melambangkan tekad suami istri dalam menempuh hidup baru.
  • Daun Beringin
    Filosofinya adalah agar sang suami dapat melindungi sekaligus memberi contoh pada keluarganya. Selain itu, juga berisi harapan untuk mendapat panjang umur layaknya pohon beringin.
  • Daun Kluwih
    Dalam bahasa Jawa, nama daun yang satu ini berasal dari kata "linuwih" (lebih). Dengan memasang daun ini di tarub, harapannya, kedua mempelai memiliki wawasan yang luas dan menjadi suri tauladan.
  • Daun Kemuning dan Girang
    Keduanya melambangkan kebahagiaan. Filosofinya adalah agar kedua mempelai mampu hidup secara bahagia dan memancarkan sinar kebahagiaan.
  • Daun Randu dan Pari Sewuli
    Daun randu bermakna sandang, sedangkan pari sewuli berarti pangan. Dengan keduanya, pasangan mempelai diharapkan dapat tercukupi dalam urusannya dengan pakaian dan makanan.
  • Daun Alang-Alang, Kara, dan Maja
    Ketiganya berisikan harapan agar rumah tangga mempelai jauh dari segala jenis rintangan dan halangan.
  • Padi Satu Ikatan
    Melambangkan harapan agar rezeki kedua mempelai berkecukupan atau bahkan berlebih.

Demikian sekilas penjelasan tentang upacara Pasang Tarub. Semoga informasi yang disajikan bermanfaat, ya, detikers!




(apu/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads