Sejarah Ketandan, Kawasan Pecinan Tempat Berdirinya Toko Emas Pertama di Jogja

Sejarah Ketandan, Kawasan Pecinan Tempat Berdirinya Toko Emas Pertama di Jogja

Jihan Nisrina Khairani - detikJogja
Minggu, 03 Des 2023 13:44 WIB
Deretan toko emas di Ketandan, Jogja 
Foto diambil Kamis (26/10/2023).
Deretan toko emas di Ketandan, Jogja Foto diambil Kamis (26/10/2023). Foto: Anandio Januari/detikJogja
Jogja -

Siapa yang tidak tahu Kampung Ketandan? Kampung ini merupakan simbol akulturasi budaya Tionghoa dengan Jawa sehingga sering disebut sebagai kawasan Pecinan. Lokasinya yang strategis pun menjadikan Kampung Ketandan banyak dikunjungi wisatawan.

Kampung Ketandan yang berada di jantung kota ini memiliki peran besar terhadap perekonomian Jogja sejak dahulu kala. Dengan beragam objek wisata dan hidden gem, kampung tersebut tidak pernah sepi didatangi turis lokal dan mancanegara.

Lantas, seperti apa sejarah lahirnya Kampung Ketandan? Tempat apa saja yang bisa dikunjungi di kampung wisata tersebut? Yuk, simak rangkuman informasinya yang telah dihimpun detikJogja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Kampung Ketandan

Dilansir dari laman berita Pemerintah Kota Jogja, Kampung Ketandan menjadi pusat permukiman orang Tionghoa pada masa pendudukan Belanda pada akhir abad ke-19. Meskipun Belanda memberlakukan aturan pembatasan pergerakan dan wilayah tinggal untuk orang Tionghoa, Sri Sultan Hamengku Buwono II memberikan izin kepada mereka untuk terus menetap di utara Pasar Beringharjo.

Bangunan-bangunan Kampung Ketandan, seperti rumah dan toko memiliki arsitektur tempo dulu. Mayoritas atap bangunannya berbentuk gunungan, tetapi seiring perkembangan zaman berubah menjadi berbentuk lancip yang merepresentasikan akulturasi. Keunikan lainnya yang dapat ditemui di bangunan-bangunan khas Tionghoa adalah jangkar yang ada di dinding.

ADVERTISEMENT

Mayoritas warganya menekuni profesi sebagai pedagang emas dan permata, pemilik toko kelontong, toko herbal, dan berbagai jenis usaha lainnya. Pada sekitar tahun 1950-an, hampir 90 persen penduduk bergeser ke bisnis toko emas dan kawasan ini menjadi tempat berdirinya toko emas pertama di Jogja pada tahun 1955.

Warga keturunan Tionghoa memiliki peran yang besar dalam memperkuat aktivitas perekonomian di Jogja selama dua dekade terakhir. Mereka berinteraksi dengan pedagang-pedagang di Malioboro sehingga menjadikan Kampung Ketandan sebagai salah satu sentra kegiatan yang ramai dikunjungi orang.

Lokasi Kampung Ketandan

Tidak sulit menemukan kampung yang satu ini. Kampung Ketandan berada di jantung kota, tepatnya di sebelah tenggara perempatan antara Jalan Malioboro, Jalan Margo Mulyo, Jalan Pajeksan, dan Jalan Suryatmajan.

Jika berangkat dari Teras Malioboro 2, detikers dapat berjalan lurus sepanjang 800 meter atau sekitar 3 menit berjalan kaki. Saat memasuki Kampung Ketandan, nantinya akan langsung disambut dengan gapura yang berdiri megah dengan ornamen-ornamen khas Tionghoa.

Daya Tarik Kampung Ketandan

Banyak kegiatan yang bisa dilakukan di Kampung Ketandan. Setelah melewati gapura masuk, wisatawan akan disambut dengan suasana tempo jadul dengan arsitektur bangunan yang unik. Dengan gaya arsitektur kuno yang memadukan corak Cina, Jawa, dan Eropa pada bangunan-bangunannya, Kampung Ketandan menawarkan berbagai spot menarik untuk diabadikan.

Tak hanya itu, Kampung Ketandan juga dikenal dengan kelezatan beragam kuliner. Beberapa di antaranya termasuk Bakmi Ketandan, Roti Djoen, Yammie Ketandan, dan Sate Babi Ketandan. Pengunjung dapat menikmati lebih banyak ragam hidangan lezat, terutama saat pelaksanaan acara tahunan, Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY).

Kampung Ketandan menjadi tempat penyelenggaraan PBTY sehingga menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Kampung Ketandan tidak hanya memberikan pengaruh positif langsung pada masyarakat, tetapi juga melibatkan banyak pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, khususnya di sektor UMKM.

Itu dia serba-serbi informasi mengenai Kampung Ketandan, mulai dari sejarah hingga daya tariknya. Semoga bermanfaat, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Jihan Nisrina Khairani Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ahr/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads