Masjid Gedhe Mataram, Dibangun Panembahan Senopati atas Gagasan Sunan Kalijaga

Masjid Gedhe Mataram, Dibangun Panembahan Senopati atas Gagasan Sunan Kalijaga

Iis Sulistiani, Novi Vianita - detikJogja
Minggu, 03 Des 2023 06:00 WIB
Masjid Gedhe Mataram yang berlokasi di Jagalan, Banguntapan, Bantul. Masjid ini dibangun Panembahan Senopati atas gagasan Sunan Kalijaga pada 1587.
Foto: Masjid Gedhe Mataram, salah satu masjid tertua di Jogja (Iis Sulistiani/detikJogja)
Jogja -

Masjid Gedhe Mataram Kotagede merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Masjid ini berlokasi di Dusun Sayangan, Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Masjid Gedhe Mataram menjadi salah satu masjid tertua yang ada di Jogja.

Abdi Dalem Kemasjidan, Warisman (70) menjelaskan bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1587 atau sudah berusia 436 tahun. Berdirinya Masjid Gedhe Mataram tidak luput dari campur tangan Raja Mataram pertama, Kanjeng Panembahan Senopati atas gagasan dari Kanjeng Sunan Kalijaga.

"Masjid itu dibangun oleh Raja Mataram yang pertama yaitu Kanjeng Panembahan Senopati. Tapi yang menggagas, mengonsep, merancang bangunan masjid itu Kanjeng Sunan Kalijaga," jelas Reksa Leksana saat ditemui detikJogja pada Kamis (30/11).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Reksa menerangkan bahwa Panembahan Senopati resmi menjadi Raja Mataram pertama tahun 1586. Berkuasanya Panembahan Senopati terjadi sesaat setelah Raja Pajang pertama, Kanjeng Sultan Hadiwijaya wafat pada tahun 1582.

Setelah Sultan Hadiwijaya wafat, kerajaan tersebut dipegang oleh putra dari menantunya, Haryo Pangiri, yang mana seharusnya dipegang oleh putra mahkotanya, yakni Pangeran Benawa. Namun pada saat itu masih terjadi masalah.

ADVERTISEMENT

Akhirnya pada tahun 1586 masalah tersebut dapat terselesaikan dan Pajang diambil alih oleh Pangeran Benawa. Setelah itu, Kanjeng Panembahan Senopati memindahkan Kerajaan Pajang ke Mataram.

Dari pantauan detikJogja, meskipun Masjid Gedhe Mataram telah berusia hampir 4,5 abad, namun bangunannya masih terlihat kokoh. Sampai saat ini, masjid ini masih digunakan oleh warga sekitar maupun para wisatawan yang hendak beribadah.

Masjid Gedhe Mataram yang berlokasi di Jagalan, Banguntapan, Bantul. Masjid ini dibangun Panembahan Senopati atas gagasan Sunan Kalijaga pada 1587.Masjid Gedhe Mataram yang berlokasi di Jagalan, Banguntapan, Bantul. Masjid ini dibangun Panembahan Senopati atas gagasan Sunan Kalijaga pada 1587. Foto: Iis Sulistiani/detikJogja

Sebagai Wujud Akulturasi Agama Islam-Hindu

Ketika hendak memasuki Masjid Gedhe Mataram, pengunjung akan melewati sebuah gapura tinggi yang memiliki arsitektur dengan corak budaya Hindu. Corak ini sebagai wujud akulturasi antara Islam dan Hindu yang hidup berdampingan kala itu.

Kompleks Masjid Gedhe Mataram memiliki tiga gapura berbentuk paduraksa yang terletak di sebelah utara, timur, dan selatan masjid. Masjid ini juga berada dalam satu komplek dengan makam-makam Raja Mataram dan dikelilingi oleh pagar setinggi 2,5 meter yang juga bercorak Hindu.

Warisman mengungkapkan, gapura tersebut merupakan hasil rancangan gagasan dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Dalam perjalanan hijrah menuju hutan Mentaok, ayah Panembahan Senopati, Ki Ageng Pamanahan banyak bertemu dengan pemeluk agama Hindu. Oleh karena itu, pembangunan masjid ini banyak dibantu oleh umat Hindu kala itu.

"Ketika bangun masjid, putranya Ki Ageng Pemanahan, (Danang) Sutawijaya tadi sebagai Muslim bangun masjidnya. Sementara orang-orang Hindu karena mereka itu suka gotong royong, di samping buka hutan juga membantu bangun masjid. Mereka disuruh bangun pintu gerbangnya. Sutawijaya itu kan orangnya fair atau terbuka, kamu bantu pintu gerbangnya aja, seperti seleramu saja. Selera orang Hindu bikin pintu gerbang seperti itu," terangnya.

Makna Pohon Sawo di Halaman Masjid

Halaman Masjid Gedhe Mataram banyak ditanami pohon sawo sebanyak 17 buah yang sarat akan makna. Jumlah ini tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Warisman mengatakan jika dari dulu pohon ini belum pernah diubah. Pohon yang boleh ditanam di halaman masjid ini hanyalah pohon sawo saja.

"Pohon ini juga belum pernah diubah, tapi kalau diganti sering karena pohon kadang kalau sudah gede mati, ada yang mungkin dulu perlu ditebang. Pohonnya harus ini (sawo), tidak boleh yang lain," jelasnya.

"Jumlahnya ini juga tertentu, nggak boleh lebih nggak boleh kurang. Jumlah pohonnya 17 sesuai dengan jumlah rakaat shalat setiap hari," imbuhnya.

Terdapat Sebuah Bedug Berusia Ratusan Tahun

Masjid Gedhe Mataram juga menyimpan sebuah bedug yang usianya hampir sama dengan masjid. Warisman menceritakan bahwa dulu ketika Kanjeng Sunan Kalijaga sedang mengembara ke Kulon Progo tepatnya di Desa Dhondhong, ia menemukan pohon besar seperti pohon beringin.

Diketahui pohon tersebut ternyata milik seorang perempuan bernama Nyai Pringgit. Kemudian Sunan Kalijaga meminta pohon itu untuk dijadikan kerangka bedug. Oleh karena itu, bedug ini kemudian diberi nama Kyai Dhondhong.

"Akhirnya Nyai Pringgit tadi diangkat sebagai abdi dalem disuruh bertempat tinggal di depan gapura itu dulu. Karena dari Dhondhong terus di sini kampungnya disebut Dhondhongan," pungkas Warisman.

Artikel ini ditulis oleh Iis Sulistiani dan Novi Vianita Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(apu/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads