Selain populer karena wisata dan kulinernya, Jogja juga memiliki pakaian adat khas yang menarik untuk diketahui, salah satunya adalah blangkon. Namun, tak hanya Jogja saja yang memiliki pakaian adat blangkon, Solo pun memiliki blangkon dengan ciri khas tersendiri.
Blangkon yang biasa dikenakan di kepala para lelaki ini menjadi salah satu bagian penting dalam penggunaan busana adat Jawa. Misalnya, dalam acara pernikahan, upacara adat lain sebagainya.
Lantas, apa itu blangkon dan apa perbedaan antara blangkon Jogja dan Solo? Berikut penjelasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serba-serbi Blangkon
Mengutip jurnal berjudul "Blangkon dan Kaum Pria Jawa" karya Anugrah Cisara dari Prodi Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret, blangkon adalah penutup kepala yang terbuat dari batik dan merupakan salah satu bagian dari pakaian tradisional Jawa.
Blangkon berasal dari kata "blangko" yang berarti kosong. Beberapa fungsi blangkon adalah sebagai pelindung kepala dari sinar matahari maupun hujan, kelengkapan pakaian tradisional Jawa, dan sebagai wujud keindahan.
Awalnya, blangkon bernama iket dan lumayan "rumit" untuk dipakai. Iket ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran kurang lebih 105 cm x 105 cm. Sebuah blangkon atau iket yang bagus akan memiliki 14 hingga 17 lipatan rapi pada bagian kanan dan kirinya.
Blangkon juga bermakna perwujudan pengendalian diri. Hal ini karena dulunya masyarakat Jawa memiliki rambut yang panjang, tetapi diikat sehingga tidak terurai secara berantakan. Rambut panjang tersebut diikat dengan kain dan berbentuk mondolan di bagian belakang kepala.
Usai Perjanjian Giyanti (1755), Kesultanan Mataram terbagi dua menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Masyarakat kedua daerah ini kemudian berkembang sendiri-sendiri. Orang-orang Jogja masih tetap dengan rambut panjang, sementara orang Surakarta mulai mencukur rambutnya. Hal ini kemudian menjadi salah satu perbedaan blangkon di antara keduanya.
Perbedaan Blangkon Jogja dan Solo
Perbedaan paling mendasar dari keduanya adalah bahwa blangkon Jogja memiliki mondolan di bagian belakangnya. Hal ini berguna untuk menyimpan rambut sekaligus bermakna pandai menyimpan aib dan rahasia diri maupun orang lain.
Sementara itu, blangkon Solo tidak memiliki mondolan dan berbentuk datar saja. Akibat tidak memiliki mondolan, maka blangkon Solo hanya perlu mengikat dua helai kain dari pucuk kiri dan kanannya. Filosofi dari ikatan ini adalah dua kalimat syahadat.
Mengutip dari laman surakarta.go.id, blangkon Jogja biasanya menggunakan motif modang, blumbangan, kumitir, celeng kewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, atau truntum. Sementara, blangkon Solo bermotif kesatrian, perbawan, serta tempen.
Demikian informasi lengkap mengenai perbedaan blangkon Jogja dan Solo. Semoga bermanfaat, Dab!
(par/sip)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Reunian Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM demi Meredam Isu Ijazah Palsu