Teater Koma mengangkat kegelisahan dan keresahan petani dalam pementasan Bisul Semar di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Kota Jogja, Rabu (4/10/2023) malam. Pementasan kali ini menyoroti beragam kebijakan pemerintah tentang pangan, termasuk di dalamnya program food estate era Presiden Joko Widodo.
Dalam pementasan ini, sang sutradara Budi Ros juga berperan sebagai tokoh utama, Semar. Sosok ini merupakan representasi dari petani di Indonesia. Adapula tokoh Petruk, Gareng, dan Bagong. Lalu Sutiragen yang digambarkan sebagai istri Semar dan seorang dokter bernama Srimul.
"Saya lahir dari tempat itu para petani, masa kecil hingga hari ini mendengar keluh kesah yang sama," jelasnya ditemui usai pementasan di TBY, Rabu (4/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pementasan diawali dengan sosok Semar yang tertidur di kursi. Tokoh pewayangan ini mengeluh sakit kepala akibat adanya bisul. Dia lalu bercerita bahwa bisul tersebut muncul akibat memikirkan kehidupan petani saat ini.
Potongan-potongan video tentang peristiwa pangan hadir sebagai latar belakang panggung. Mulai dari Indonesia yang pernah berdaulat pangan pada medio 1980-an. Hingga kebijakan Food Estate yang diusung oleh kabinet pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
"Petani nggak pernah hidup karena hasil panen dibeli sangat murah, pupuk sangat langka belum lagi birokrasi yang ruwet dalam jual beli pangan dan sebagainya. Di mana selalu masyarakat petani pada posisi paling lemah padahal hasil kerja mereka sangat luar biasa karena semua bisa menikmati," katanya.
![]() |
Budi Ros menegaskan naskah yang dia tulis bukanlah fiksi. Seluruhnya berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai keluarga petani.
Kehadiran dokter Srimul seakan mampu mengobati penyakit Bisul Semar. Digambarkan saat Semar kembali segar dan berjingkrak-jingkrak. Meski pada akhirnya kembali mengeluh sakit. Budi mengibaratkan ini sebagai terpaan angin segar bagi petani meski hanya sementara.
"Sejak zaman kecil masih mendengar hal yang sama hingga hari ini. Saya kira masih setali tiga uang masih sama. Misal pelihara kambing dan ikan di desa pakai tekor tinggal tunggu waktu gulung tikar. Kan ada sistem, lalu siapa yang mengatur, ada pemerintah dan pengusaha, siapa lagi," bebernya.
![]() |
Dipilihnya tokoh Punakawan juga memiliki alasan yang kuat. Bagi Budi tokoh-tokoh pewayangan ini mampu merepresentasikan rakyat kecil. Termasuk kehidupan para petani yang hidup di desa-desa.
Selengkapnya di halaman selanjutnya
Naskah Bisul Semar dibuat olehnya saat pandemi Covid-19, tepatnya pada 2020. Kala itu pementasan perdana berlangsung di Sanggar Teater Koma di Jakarta. Hadir dengan jumlah pemain yang sama dengan pementasan di Jogja.
"Dipakai Punakawan saja dimulai dari pandemi, pentasnya di sanggar, dengan jumlah yang kecil. Punakawan dipilih karena mereka sangat luwes menyampaikan beragam pesan, itu pilihan yang lain lagi," ujarnya.
Pementasan Teater Koma dengan naskah Bisul Semar merupakan rangkaian FKY 2023. Bisul Semar adalah produksi ketiga bagi Teater Koma yang dipentaskan di Jogja. Sebelumnya Teater Koma mementaskan Rumah Sakit Jiwa di Purna Budaya UGM pada Februari 1992 dan Sampek Engtay di Societet Militair TBY pada Januari 2004.
Simak Video "Video detikJateng-Jogja Awards: Anugerah Inovasi Program Pembangunan Terpuji"
[Gambas:Video 20detik]
(rih/rih)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu