Sejumlah seniman panggung Jogja menyikapi tahun politik 2024 dengan menggelar pertunjukan komedi 'Bersatu Dalam Guyonan'. Acara ini diinisiasi oleh seniman sekaligus budayawan senior Butet Kartaredjasa.
Gelaran ini berlangsung di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Kamis (10/8/2023) malam dengan melibatkan puluhan seniman Jogja. Di antaranya Marwoto Kawer dan Susilo Nugroho hingga orkes musik Sinten Remen, Mlenuk Voice, dan String Reketek.
Butet menceritakan ide acara ini berangkat dari peristiwa pemilu sebelumnya. Tepatnya Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019. Kakak almarhum Djaduk Ferianto ini menilai pesta demokrasi kala itu ternodai dengan kampanye hitam dan politik identitas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak ingin terjadi peristiwa seperti di 2017 di Pilkada DKI, lalu 2019 yang ancaman ketegangan menakutkan, itu harus kita hindari dengan semangat pertunjukan, makanya kita pilih brand-nya Bersatu Dalam Guyonan, gojekan wae lah," jelas Butet di sela acara.
Sesuai konsepnya, Bersatu Dalam Guyonan hadir dengan ide yang menggelitik namun tetap kritis. Ajakan-ajakan untuk menjaga perdamaian tercermin dalam setiap adegannya.
![]() |
Dibuka dengan penampilan Orkes Sinten Remen yang khas dengan alunan keroncongnya. Selanjutnya sang pembawa acara Alit Jabang Bayi dan Gundhi menceritakan sinopsis awal secara kocak. Untuk urusan tema yang lebih menyentil menjadi bagian seniman komedian senior Marwoto dan Susilo Nugroho alias Den Baguse Ngarso.
"Tahun politik kita tahu sangat berisiko, mengancam integrasi, keterbelahan di antara masyarakat. Ini salah satu keinginan kami melalui pertunjukan ini mengingatkan yang terpenting itu boleh ada pemilu pilpres tapi tidak boleh meretakkan keutuhan kita dalam bersatu," ujarnya.
Secara gamblang Butet menyebutkan bahwa kampanye hitam terutama politik identitas jangan sampai terulang. Itulah mengapa adegan dalam Bersatu Dalam Guyonan mengajak masyarakat tak terpecah belah menyambut Pemilu 2024. Meskipun berbeda pilihan politik namun tetap cinta NKRI.
Bulan Agustus ini, lanjutnya, diibaratkan fase awal dalam sebuah pertunjukan teater. Setelahnya mulai memasuki fase berikutnya pada bulan Oktober. Klimaks perjalanan adalah bulan Februari 2024 atau saat masa pencoblosan Pemilu 2024.
"Tetap bisa melihat peristiwa politik dengan hati dingin dan bercanda, anggaplah nonton teater, peristiwa politik pilpres itu ibarat panggung pertunjukan," ujarnya.
![]() |
Selain para seniman senior turut pula beberapa seniman muda seperti Alit Jabang Bayi dan Gundhi. Sejatinya keduanya adalah pembawa acara pertunjukan ini. Namun dalam prosesnya justru ikut bermain dalam beberapa cerita.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Kelihaian para pengisi acara mampu membuat penonton yang hadir terhibur. Terutama atas isu-isu yang diusung oleh para seniman ini. Meski hadir tanpa naskah skenario yang baku, namun keluwesan para seniman terbukti mumpuni menghidupkan konsep pertunjukan.
"Panggung Kebangsaan ini mengingatkan kita semua bahwa adanya perbedaan dalam pendapat atau pilihan adalah hal yang lumrah dan menjadi bagian dari nilai-nilai kebangsaan," tutupnya.
Komentar Terbanyak
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa