Viral Biaya Hidup Jogja Tertinggi Kedua di Indonesia, BPS DIY Buka Suara

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Senin, 15 Des 2025 15:08 WIB
Kantor BPS DIY di Kasihan, Bantul, Senin (15/12/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja
Bantul -

Unggahan di media sosial yang menyebut Jogja sebagai kota dengan biaya hidup tertinggi kedua di Indonesia pada 2024 jadi viral belakangan ini. Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pun buka suara mengenai itu.

BPS DIY pun meluruskan informasi yang beredar tersebut. BPS DIY menegaskan bahwa data yang digunakan dalam unggahan itu bukan berasal dari survei biaya hidup.

Statistisi Ahli Utama BPS DIY, Sentot Bangun Widoyono, mengatakan angka yang digunakan dalam unggahan di media sosial itu berasal dari pengeluaran per kapita disesuaikan, yang merupakan salah satu komponen dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), bukan data harga atau biaya hidup riil.

"Yang pertama perlu saya luruskan, itu bukan survei biaya hidup. Survei biaya hidup hanya dilakukan lima tahun sekali dan di DIY hanya dilaksanakan di Kota Jogja dan Kabupaten Gunungkidul," kata Sentot saat ditemui di Kantor BPS DIY, Bantul, Senin (15/12/2025).

"Data itu adalah pengeluaran per kapita disesuaikan yang ada di indikator IPM. Jadi di sana kan indikatornya ada pendidikan, hidup, kesehatan, dan pendapatan. Nah, salah satu komponen itu disebut sebagai pengeluaran per kapita disesuaikan," sambungnya.

Sentot menjelaskan, konsep pengeluaran per kapita disesuaikan itu membandingkan kemampuan daya beli antarwilayah. Nilai rupiah di satu daerah bisa memiliki daya beli berbeda dengan daerah lain.

"Rp 50 ribu di Jogja bisa dapat apa, dibandingkan Rp 50 ribu di Jakarta Selatan bisa dapat apa. Itu yang dibandingkan. Rujukannya Jakarta Selatan karena dianggap paling tinggi dan stabil," ujarnya.

Ia juga menyebut perbandingan yang ramai di media sosial yang menyebut biaya hidup di Kota Jogja berada di peringkat kedua tertinggi nasional itu tidak tepat. Sebab, unggahan itu menyamakan level wilayah yang berbeda.

"Jakarta yang dimaksud itu DKI Jakarta sebagai provinsi, padahal di dalamnya ada Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan lainnya. Kalau mau adil, bandingkan dengan wilayah yang setara, misalnya kota dengan kota," ucap Sentot.

Sentot menjelaskan, berdasarkan data 2024, pengeluaran per kapita disesuaikan tertinggi nasional berada di Jakarta Selatan yaitu Rp 25,537 juta per tahun. Adapun di Kota Jogja Rp 20,603 juta per tahun.

Dia menambahkan, jika ingin membandingkan antarprovinsi, maka DIY tidak bisa dibandingkan langsung dengan DKI Jakarta tanpa melihat struktur wilayahnya.

"Kalau dibagi per bulan (dari angka tersebut), Kota Jogja itu sekitar Rp 1,7 juta per orang. Itu bukan angka yang besar. Kalau DIY secara keseluruhan pada 2024 pengeluaran per kapitanya Rp 15,361 juta per tahun, dan 2025 Rp 15,855 juta. Artinya sekitar Rp 1,3 juta per orang per bulan," urainya.

"Rata-rata itu semua dihitung sama, mulai dari bayi sampai lansia. Kalau mau hitung per keluarga, tentu harus dikalikan jumlah anggota rumah tangga, dan itu bisa berbeda-beda tiap wilayah," pungkasnya.

Diketahui, info viral yang menyebut biaya hidup di Kota Jogja tertinggi kedua di Indonesia itu salah satunya diunggah akun Instagram @jogjaparty, enam hari lalu.

"Berdasarkan data BPS tahun 2024, standar hidup di Kota Yogya menjadi yang tertinggi kedua di Indonesia dengan angka pengeluaran per kapita Rp 20,6 juta per tahun," tulis keterangan dalam unggahan itu, dikutip detikJogja pada Senin (15/12).

Selanjutnya, unggahan itu menyebut standar hidup tertinggi ada di Denpasar dengan angka pengeluaran Rp 20,76 juta per tahun. Kemudian di peringkat tiga setelah Kota Yogya adalah Jakarta dengan angka pengeluaran Rp 19,95 juta per tahun. Disusul Batam dan Surabaya dengan angka pengeluaran Rp 19,67 juta per tahun.⁠



Simak Video "Video KETIK: Kupas Tuntas JAFF 2025, Lebarannya Sinefil Indonesia"

(dil/apl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork