- 7 Surat Tanah Ini Tak Berlaku Lagi Tahun 2026
- Memahami Berbagai Surat Tanah yang Tidak Berlaku Tahun 2026 1. Letter C dan Turunannya 2. Petok D atau Girik 3. Pipil, Kekitir, dan Verponding
- Syarat dan Cara Ubah Surat Tanah Jadi SHM A. Syarat Mengubah Surat Tanah Menjadi SHM B. Cara Ubah Surat Tanah Menjadi SHM 1. Mengurus Dokumen di Kelurahan 2. Mengajukan Permohonan ke Kantor Pertanahan 3. Pengukuran Tanah 4. Penelitian oleh Panitia A 5. Pengumuman Data Yuridis 6. Penerbitan SK dan Sertifikat
Masih pegang girik, Letter C, atau petok tanah lama? Hati-hati, detikers, mulai 2026, sejumlah surat tanah yang selama ini dipakai secara luas ini tidak lagi diakui sebagai alat bukti kepemilikan. Ini bukan isu baru, dan bukan pula wacana yang bisa diabaikan.
Aturannya sudah jelas dan punya tenggat waktu. Pemerintah memberi masa transisi sejak 2021, lalu menutup pintu pada 2026. Banyak masyarakat belum sadar bahwa dokumen yang disimpan puluhan tahun bisa kehilangan kekuatan hukum jika tidak segera ditindaklanjuti.
Daripada terlambat, sekarang saatnya memahami surat apa saja yang tidak berlaku, lalu tahu langkah aman untuk mengubahnya menjadi Sertifikat Hak Milik. Yuk, simak penjelasan lengkapnya!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poin utamanya:
- Mulai 2026, surat tanah lama seperti girik, Letter C, Petok D, hingga verponding tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan.
- Aturan ini berasal dari Permen ATR/BPN dan PP Nomor 18 Tahun 2021, dengan masa berlaku lima tahun sejak ditetapkan.
- Surat tanah lama masih bisa diubah menjadi SHM jika syarat administrasi dan proses pendaftaran dipenuhi sebelum atau setelah 2026.
7 Surat Tanah Ini Tak Berlaku Lagi Tahun 2026
Mulai tahun 2026, sejumlah surat tanah yang selama ini masih banyak digunakan masyarakat tidak lagi diakui sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah. Ketentuan ini bukan sekadar wacana, melainkan sudah diatur secara tegas dalam peraturan resmi pemerintah.
Perubahan ini penting dipahami, terutama bagi masyarakat yang masih memegang surat tanah lama berbasis administrasi desa atau pajak. Jika tidak disikapi sejak dini, status tanah bisa menjadi lemah secara hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2021, yang merupakan perubahan ketiga atas Permen Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan pendaftaran tanah.
Dalam aturan ini, disisipkan Pasal 76A yang menegaskan bahwa alat bukti tertulis tanah bekas milik adat tidak berlaku lagi setelah lima tahun sejak berlakunya PP Nomor 18 Tahun 2021. Karena PP 18/2021 mulai berlaku pada 2021, maka batas waktu pemakaian surat-surat tersebut jatuh pada tahun 2026.
Berdasarkan Pasal 76A ayat (1), terdapat lima jenis surat tanah yang dinyatakan tidak berlaku sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah, yaitu:
- Petuk Pajak Bumi atau Landrente
- Girik
- Pipil
- Kekitir
- Verponding Indonesia
Surat-surat ini masuk dalam kategori alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang selama ini masih sering digunakan di masyarakat. Selain itu, detikProperti juga melaporkan bahwa Letter C, Petok D juga tidak berlaku lagi sebagai bukti kepemilikan tanah mulai 2026.
Memahami Berbagai Surat Tanah yang Tidak Berlaku Tahun 2026
Penasaran dengan detail surat-surat tanah yang tidak berlaku sebagai kepemilikan mulai 2026 nanti, detikers? Yuk, simak penjelasan lengkap berikut.
1. Letter C dan Turunannya
Mengacu pada buku Membangun Administrasi Pertanahan Desa Berbasis Peta Digital karya Nandang Isnandar, Letter C atau Buku C adalah buku register tanah desa yang mencatat objek pajak dan pihak yang menguasai tanah secara turun-temurun.
Letter C berfungsi sebagai administrasi pertanahan desa, bukan sertifikat. Oleh karena itu, sejak awal kedudukannya bukan bukti hak mutlak, melainkan bukti pendukung kepemilikan tanah.
2. Petok D atau Girik
Petok D, Girik, atau Letter D merupakan salinan data dari Letter C yang diberikan kepada perorangan. Dokumen ini pada dasarnya hanya menunjukkan siapa yang berkewajiban membayar pajak tanah, yang kini dikenal sebagai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tanah adat memang sering dibuktikan dengan Petok D atau Girik. Namun secara hukum, dokumen ini tidak pernah menjadi tanda bukti hak milik, melainkan alat administrasi pajak.
3. Pipil, Kekitir, dan Verponding
Pipil dan kekitir memiliki fungsi serupa, yaitu sebagai catatan kewajiban pajak tanah di tingkat lokal. Sementara Verponding Indonesia merupakan bukti pajak tanah pada masa awal pascakolonial.
Kesamaan dari seluruh dokumen ini adalah fungsinya sebagai bukti penguasaan dan kewajiban pajak, bukan sertifikat hak atas tanah. Setelah melewati batas lima tahun sebagaimana diatur Pasal 76A ayat (2) PP Nomor 18 Tahun 2021, seluruh surat tanah tersebut tidak dapat digunakan lagi sebagai alat pembuktian hak atas tanah.
Surat-surat tersebut hanya berfungsi sebagai petunjuk awal dalam proses pendaftaran tanah. Namun, status tanah tetap sebagai tanah bekas milik adat.
Syarat dan Cara Ubah Surat Tanah Jadi SHM
Mengubah surat tanah seperti girik, Petok D, atau alas hak lama menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) penting untuk memberi kepastian hukum atas tanah yang dikuasai. SHM adalah bukti kepemilikan terkuat yang diakui negara, sehingga memudahkan ketika tanah akan dijual, diwariskan, atau dijadikan agunan. Prosesnya memang tidak instan, tetapi bisa dilakukan secara mandiri asalkan syarat dan tahapannya dipenuhi dengan benar.
Secara garis besar, prosesnya terbagi menjadi dua bagian besar, yakni pemenuhan syarat administrasi dan tahapan pengurusan di kelurahan serta kantor pertanahan. Mari simak penjelasan yang dihimpun dari publikasi BAPENDA Surabaya dan detikNews.
A. Syarat Mengubah Surat Tanah Menjadi SHM
Sebelum mengajukan permohonan, pemohon wajib menyiapkan persyaratan berikut:
- Mengisi formulir permohonan secara lengkap dan benar.
- Jika alas hak berupa Petok D, IPEDA, atau Verponding Indonesia, wajib melampirkan Surat Keterangan Pencatatan Tanah terbaru dari kelurahan.
Jika nama pada alas hak berbeda dengan nama wajib pajak, harus melampirkan dokumen pendukung seperti:
- Akta Jual Beli (AJB) PPAT
- Ikatan Jual Beli (IJB) notaris yang sudah lunas
- Akta waris atau Surat Keterangan Waris
- Surat kuasa menjual jika dikuasakan
Untuk tanah negara, bekas hak barat, atau eigendom verponding, wajib melampirkan:
- Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Tanah dan Bangunan
- Fotokopi KTP dan KK dua orang saksi
- Bukti perolehan tanah yang diketahui RT, RW, kelurahan, atau notaris
- Foto bangunan di atas tanah yang dimohonkan
- Bukti hubungan hukum dengan nama di SPPT lama
Selanjutnya, Anda juga perlu melakukan langkah-langkah berikut:
- Mengisi dan menandatangani Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).
- Bersedia mendampingi survei lapangan dengan membawa KTP asli atau surat kuasa.
- Menyertakan dua nomor HP yang aktif.
- Melampirkan Surat Pernyataan Perubahan Bangunan jika data bangunan berbeda dari SPPT lama.
- Untuk balik nama karena waris, wajib melampirkan surat kuasa dari ahli waris dan fotokopi KTP seluruh ahli waris.
B. Cara Ubah Surat Tanah Menjadi SHM
1. Mengurus Dokumen di Kelurahan
Langkah pertama dilakukan di kelurahan lokasi tanah. Pemohon akan diminta mengurus beberapa surat penting:
- Surat Keterangan Tidak Sengketa, sebagai bukti bahwa tanah tidak dalam perkara atau klaim pihak lain.
- Surat Keterangan Riwayat Tanah, yang menjelaskan sejarah penguasaan tanah dari awal hingga saat ini.
- Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik, untuk menegaskan bahwa tanah telah dikuasai secara sah.
2. Mengajukan Permohonan ke Kantor Pertanahan
Setelah dokumen kelurahan lengkap, pemohon mendatangi kantor pertanahan setempat dengan membawa:
- Girik atau Letter C asli
- Surat-surat dari kelurahan
- Bukti peralihan hak tanpa terputus
- Fotokopi KTP dan KK
- Fotokopi SPPT PBB
- Surat kuasa jika dikuasakan
Berkas akan diperiksa di loket penerimaan. Jika lengkap, permohonan akan diterima.
3. Pengukuran Tanah
Petugas pertanahan akan melakukan pengukuran langsung di lokasi. Pemohon atau kuasanya wajib hadir untuk menunjukkan batas-batas tanah. Hasil pengukuran ini kemudian disahkan menjadi Surat Ukur.
4. Penelitian oleh Panitia A
Panitia A, yang terdiri dari unsur BPN dan kelurahan, akan meneliti data fisik dan data yuridis tanah. Pemeriksaan ini menentukan apakah tanah memenuhi syarat untuk diberikan hak.
5. Pengumuman Data Yuridis
Data tanah akan diumumkan selama 60 hari di kelurahan dan kantor pertanahan. Tujuannya untuk memberi kesempatan jika ada pihak lain yang merasa keberatan.
6. Penerbitan SK dan Sertifikat
Jika tidak ada keberatan, Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Surat Keputusan pemberian hak atas tanah. Pemohon kemudian membayar BPHTB sesuai ketentuan. Setelah itu, proses pendaftaran hak dilanjutkan hingga sertifikat hak milik diterbitkan dan dapat diambil.
Status tanah bukan hal sepele karena menyangkut hak, nilai aset, dan kepastian hukum. Jika masih mengandalkan surat lama, langkah paling aman adalah mulai mengurus legalitasnya sekarang.
Semakin cepat diproses, semakin kecil risiko di masa depan. Semoga bermanfaat, detikers!
(anm/apu)












































Komentar Terbanyak
Artis Porno Bonnie Blue Digerebek di Bali, Klaim Ngeseks Bareng Seribuan Pria
Penyesalan Keluarga Ali Pemerkosa Tewas Dimassa-Mayatnya Diseret Motor
Aksi Nekat Pemuda Cenglu Berujung Maut di Sewon Bantul