Petani di Banjarharjo, Kulon Progo, menanam kentang jembut secara turun temurun. Namun jumlah penanamnya sudah tidak begitu banyak. Terbatasnya hasil produksi membuat kentang jembut jadi buruan konsumen.
Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian Kalibawang, Suryono, mengatakan minat masyarakat membudidayakan kentang jembut khususnya memang turun dibandingkan beberapa tahun ke belakang. Berdasarkan data yang ada, total lahan yang ditanami komoditas ini juga tergolong kecil yaitu kurang dari 5 hektare.
"Ya memang masih sedikit, rata-rata petani cuma nanam di lahan 3.000-an meter, kalau ditotal ya kisaran 4 sampai 5 hektare, dan itu tidak dalam satu kawasan ya melainkan pencar-pencar," ucapnya, Selasa (23/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya ada beberapa kemungkinan yang membuat petani di Banjarharjo mulai jarang menanam kentang jembut. Salah satunya masalah dalam pemeliharaan dan perawatan tanaman, yang berdampak pada hasil yang kurang maksimal.
"Dari beberapa kemungkinan, salah satunya karena memang pemeliharaan yang kurang optimal, kadang dalam perawatannya cuma disambi aja, hanya buat tanaman sela lantaran petani lebih fokus ke tanaman utama seperti padi atau jagung. Untuk perawatan sendiri tergolong mudah, seperti nanam singkong, jadi nggak butuh banyak air," ujarnya.
Di tengah kondisi tersebut, kentang jembut ternyata sedang jadi buruan masyarakat perkotaan. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Suryono, ada tren konsumsi kentang ini karena memiliki kandungan yang bagus buat tubuh. Hal ini juga sudah direspons oleh segelintir petani setempat yang kini masih aktif membudidayakannya.
"Sebenarnya untuk sekarang ini kentang hitam sedang diminati konsumen karena jadi bahan pangan yang bagus untuk tubuh. Sehingga ada beberapa petani yang masih budidaya kentang ini, buat memenuhi permintaan pasar. Tapi karena hasilnya minim, jadi belum dapat memenuhi keseluruhan permintaan," ucapnya.
Oleh sebab itu, BPP Kalibawang kini sedang menggencarkan sosialisasi penanaman kentang Jembut Ireng di Banjarharjo. Petani diajari dalam perawatan kentang tersebut agar menghasilkan panenan yang maksimal.
"Kami juga mendorong pemerintah desa untuk bisa membuat lahan khusus untuk budidaya kentang ini. Harapan kami kentang ini bisa jadi ciri khas daerah, jadi buah tangan buat wisatawan, sehingga bisa bermanfaat untuk masyarakat," ujar Suryono.
![]() |
Sebelumnya, Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Sri Raharjo menyebut kentang jembut yang warnanya hitam ini justru memiliki manfaat yang lebih tinggi dibanding kentang lain.
"Kentang hitam, selain hitam kulitnya agak tebal dan berserat. Yang membuat warna hitam itu ada zat yang namanya antosianin. Antosianin ini dia bisa sebagai antioksidan, dia bisa menghambat reaksi-reaksi oksidasi," ungkapnya.
"Kalau di makanan yang oksidasi itu menjadi tengik. Kalau kesehatan di sel-sel tubuh atau kulit, oksidasi itu sering dikaitkan dengan penuaan. Zat ini disebut antioksidan dimaknai sebagai anti aging. Kalau di makanan itu menghambat terjadinya ketengikan," jelasnya.
Menurut Raharjo, baiknya kentang jembut dikonsumsi bersamaan dengan kulitnya. Sebab, serat pada kulit kentang jika dikonsumsi dengan karbohidrat akan bisa menurunkan indeks glikemik, atau satu ukuran tentang seberapa tinggi atau mudah karbohidrat tadi dikonsumsi berubah menjadi gula darah.
"Kentang hitam atau kentang jembut ini karbohidratnya indeks glikemik sedang. Karena karbohidrat yang ada di kentang hitam ini patinya tersusun dari dua komponen utama amilosa dan amilopektin," katanya.
Sehingga, Raharjo menjelaskan, jika kentang jembut dikonsumsi secara bersamaan, kandungan-kandungan tersebut bisa mencegah terjadinya kanker usus besar.
"Maka keterserapan dari patinya kentang juga lebih rendah lagi karena kehadiran serat. Serat itu sifatnya tidak mudah diserap, itu memberikan sensasi kenyang di lambung. Ketika dicerna sampai di usus halus, serat-serat ini tidak akan terserap maka akan lanjut ke usus besar (kolon)," jelasnya.
"Yang berserat itu nanti akan difermentasi, karena di usus besar itu ada mikrobia yang hidup di sana dan tugasnya memfermentasi menjadi asam lemak rantai pendek atau short chain fatty acids (SCFA). Dengan adanya SCFA ini bisa menghambat terbentuknya cancer kolon atau kanker usus besar," kata Raharjo.
(ahr/dil)
Komentar Terbanyak
Aktivis Jogja Muhammad Fakhrurrazi alias Paul Ditangkap Polda Jatim
Istri Diplomat Arya Daru Muncul ke Publik, Serukan Ini ke Presiden dan Kapolri
Sentil MBG, Sultan HB X Cerita Pengalaman Dapur Umum Erupsi Merapi