Kisah Pemilik Swalayan Legend Jogja Pamella 'Ditampar' hingga Kapok Jual Rokok

Kisah Pemilik Swalayan Legend Jogja Pamella 'Ditampar' hingga Kapok Jual Rokok

Adji G Rinepta - detikJogja
Sabtu, 20 Sep 2025 14:00 WIB
Pamella Supermarket di Kusumanegara, Umbulharjo, Kota Jogja. Foto diambil Kamis (18/9/2025).
Pamella Supermarket di Kusumanegara, Umbulharjo, Kota Jogja. Foto diambil Kamis (18/9/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Bagi detikers yang pernah tinggal di Jogja tentu tidak asing dengan swalayan Pamella. Swalayan ini berdiri sejak 1975 dan hingga kini masih tetap bertahan dari kepungan minimarket berjaringan maupun mal.

Dagangan yang komplet menjadi alasan pembeli tetap berbelanja di Pamella yang kini memiliki 9 gerai di Jogja dan sekitarnya. Namun, buat Anda yang ingin membeli rokok, siap-siap saja kecele jika masuk di swalayan itu. Sebab, Pamella tidak menjualnya.

Jogja yang terkenal dengan banyaknya kampus dan mahasiswa tentu menjadikan rokok menjadi komoditas yang potensial. Gurihnya perdagangan rokok pada awalnya juga dinikmati oleh swalayan Pamella.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya dulu awalnya jual rokok dan laris banget. Jualnya bal-balan itu, tiga hari sudah habis," cerita pemilik Pamella Swalayan, Noor Liesnani Pamella saat ditemui di rumahnya, Kamis (18/9/2025).

Sejarah Pamella tanpa rokok itu diawali sekitar tahun 2000-an. Dia menerima sebuah 'tamparan' yang berujung keputusan untuk setop jualan rokok

ADVERTISEMENT

Tamparan itu diterima saat dia sedang mengisi sebuah seminar di Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Di acara tersebut mahasiswa antusias bertanya mengenai bisnisnya. Pamella tidak kesulitan untuk menjawabnya.

Hingga di sebuah kesempatan, ada mahasiswa yang menanyakan syarat untuk bekerja di Pamella. Dia pun membeberkan beberapa persyaratannya, antara lain muslim dan tidak merokok.

Jawaban itu ternyata masih dikejar oleh mahasiswa yang bertanya. Dia dianggap tidak konsisten lantaran tidak suka karyawan yang merokok tapi tokonya menjual rokok. Pamela akhirnya terdiam.

"Itu saya nggak bisa jawab," kata dia mengenang.

Pertanyaan itu menjadi tamparan yang menggugah kesadarannya. Namun, untuk berhenti berjualan rokok, Pamela khawatir omzet swalayannya akan turun drastis.

Keputusan akhirnya dibuatnya saat menjalani ibadah Haji di 2003. Usai berkonsultasi ke sejumlah ulama, dia memantapkan hatinya berhenti berjualan rokok.

"Saya sudah bulat, saya putuskan, saya sudah yakin dengan doa saya. Pulang dari haji saya perintahkan sudah tidak boleh kulakan rokok lagi. Stok habiskan dalam 1 bulan, sampai tinggal 3 pak rokok, saya suruh bakar," ungkapnya.

"Terus tak tulisi besar-besar di kasir, karena Pamella peduli dengan kesehatan konsumen, mulai tanggal berapa itu saya lupa tahun 2003, Pamella sudah tidak jual rokok lagi," tegas Pamella.

Ternyata, kekhawatiran terkit omzet juga tidak terbukti. Swalayan itu tetap cuan dari jualan barang-barang lainnya.

Bermula dari Jualan Layangan

Di usianya yang sudah 50 tahun, swalayan Pamella Jogja kini telah memiliki 9 gerai. Siapa sangka dulunya swalayan ini hanya mengawalinya dari jualan layang-layang alias layangan.

Perjalanan bisnis yang kini menjadi salah satu legenda Jogja itu berawal saat Pamela menikah dengan Sunardi Syahuri di pertengahan 1975. Mereka kemudian merintis sebuah warung kecil sederhana. Namanya kemudian disematkan menjadi nama warungnya, Pamella.

"Modalnya Rp 250 ribu atau waktu itu senilai 10 gram emas. Saya pinjam pada ibu Rp 175 ribu, yang Rp 75 ribu saya jual kado-kado pernikahan itu. Yang Rp 175 itu nyicil 2 tahun baru lunas," imbuhnya.

Modal itu digunakan untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan warga. Barang-barang mainan anak menjadi pilihan.

"Saya menyasar ke anak-anak kecil, saya jual layangan, itu laris banget. Terus sungai masih banyak ikan, jadi saya jual pancing," ungkapnya.

Dari bangunan berukuran 5X5 meter itu bisnisnya berkembang. Lambat laun barang dagangan di warungnya semakin komplet.

Untuk menjaga pelanggan, Pamella sebisa mungkin melengkapi dagangannya sesuai kebutuhan pelanggan.

"Ada yang cari apa nggak ada, saya catat. Walaupun kulaknya cuma dikit, 3 biji, tiap hari ke pasar Beringharjo, grosir to. Suami saya yang ke pasar, saya jaga warung," terangnya.

Pelan-pelan, omzet mulai meningkat. Warung uang semula hanya berukuran 5X5 meter persegi itu perlahan mulai meluas. Rutinitas belanja dagangan ke pasar grosir pun berganti menjadi menerima suplier-suplier.

Pengusaha Jogja yang merupakan pendiri Swalayan Pamella, Noor Liesnani Pamella. Foto diambil Kamis (18/9/2025).Pengusaha Jogja yang merupakan pendiri Swalayan Pamella, Noor Liesnani Pamella. Foto diambil Kamis (18/9/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja

"Mulai ramai, omzetnya lumayan, terus saya bangun lagi, diundurke (mundur) 5 meter, panjang lagi panjang lagi sampai 30 meter ke belakang. Akhirnya didatangi suplier-suplier, sales keliling, bertahap. Setelah punya cabang pakai distributor," jelasnya.

Singkat cerita, Pamella pun berhasil membuka cabang bernama Pamella Dua di Umbulharjo Kota Jogja pada medio 1980-an. Setelah 20 tahun berbisnis, kata Pamella, pada tahun 1995 Kementerian Koperasi pada waktu itu membuka pelatihan nasional tentang bisnis mini market atau swalayan.

"Nah begitu dapat pelatihan itu saya langsung ubah Pamella jadi swalayan. Itu pertama kali Jogja, paling cepat respons. Jadi itu untuk percontohan. Karena pertama kali itu saya, itu yang meresmikan Menteri Koperasi," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(ahr/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads