7 Jenis Sertifikat Tanah dan Perbedaannya, Pemilik Aset Wajib Paham!

7 Jenis Sertifikat Tanah dan Perbedaannya, Pemilik Aset Wajib Paham!

Nur Umar Akashi - detikJogja
Rabu, 13 Nov 2024 13:41 WIB
sertifikat tanah elektronik atau sertipikat-el
Sertifikat tanah elektronik. (Foto: Kementerian ATR/BPN)
Jogja -

Seorang pemilik aset tanah harus paham mengenai jenis-jenis sertifikat tanah yang diakui di Indonesia. Dengan demikian, ia bisa yakin dan tenang karena aset-asetnya telah punya legalitas di mata hukum. Nah, berikut ini beberapa jenis sertifikat tanah di Indonesia.

Sebelumnya, apa itu sertifikat tanah? Dikutip dari dokumen unggahan Digilib Universitas Sebelas Maret, sertifikat tanah adalah dokumen bukti hak kepemilikan atas tanah sebagai produk akhir dari proses pendaftaran tanah.

Lebih lanjut, dalam hakikatnya, penerbitan sertifikat tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah, baik secara perseorangan ataupun badan hukum. Selain itu, juga bertujuan untuk memberikan validasi terhadap pemilik yang namanya tercantum dalam sertifikat tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, apa saja jenis sertifikat tanah? Di bawah ini pembahasan ringkas mengenai jenis-jenis sertifikat tanah di Indonesia.

Jenis-jenis Sertifikat Tanah di Indonesia

1. Girik

Dirujuk dari Jurnal Nuansa Kenotariatan bertajuk 'Kepastian Hukum terhadap Surat Girik sebagai Dasar Bukti Pendaftaran Hak Atas Tanah' oleh H Masnadi dkk, girik adalah surat pembayaran pajak di daerah pedesaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwasanya alih-alih sertifikat kepemilikan, girik adalah surat pertanahan yang menunjukkan penguasaan lahan untuk keperluan perpajakan.

ADVERTISEMENT

Dulunya, girik ini diberikan pemerintah setempat sebelum adanya pendaftaran tanah secara resmi. Namun, semenjak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dan PP Nomor 10 Tahun 1961, girik tidak lagi menjadi bukti kepemilikan yang sah. Untuk mendapat legalitasnya, sebuah bidang tanah harus punya SHM (Sertifikat Hak Milik) atau jenis sertifikat yang ada.

Beruntungnya, girik yang masih dipunya bisa dijadikan dasar untuk mengajukan proses pembuatan sertifikat tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tentunya, dengan mengikuti prosedur berlaku.

2. Petok D

Dirujuk dari laman resmi Desa Selasari, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pandanaran, Petok D punya kekuatan yang setara dengan sertifikat kepemilikan tanah sebelum UUPA terbit. Namun, setelah UUPA berlaku, Petok D kini hanya dianggap sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah. Karena masih belum begitu menyebarnya pengetahuan soal petok D ini, permasalahan dalam jual-beli tanah kerap timbul.

3. Sertifikat Hak Milik (SHM)

Selanjutnya, ada SHM alias sertifikat hak milik. Dilansir laman resmi Aesia Kementerian Keuangan, SHM adalah bentuk kepemilikan tertinggi atas tanah dan bangunan di Indonesia. Seseorang yang punya SHM artinya memiliki hak penuh atas tanah dan bangunan tersebut, tanpa batasan waktu.

Lebih lanjut, dalam pasal 21 ayat (1) UUPA 1960, dijelaskan bahwasanya SHM hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) saja. Artinya, orang dengan kewarganegaraan asing tidak bisa punya SHM sama sekali.

Berhubung SHM punya status kuat dan tanpa batas waktu, nilai jualnya juga menjadi lebih tinggi. Namun, dalam pasal 27 UUPA 1960, dijelaskan bahwasanya SHM bisa dihapuskan atau hangus apabila:

  1. Pencabutan hak karena kepentingan umum, dengan pemberian ganti rugi.
  2. Penyerahan sukarela dari pemiliknya.
  3. Karena ditelantarkan.
  4. Karena melanggar ketentuan UUPA, tepatnya dalam pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).
  5. Tanahnya musnah.

4. Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)

Berdasarkan UUPA 1960, tepatnya dalam pasal 28 ayat (1), HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Mudahnya, seseorang atau perusahaan yang punya HGU bisa menggarap tanah negara selama jangka waktu tertentu.

Tanah HGU paling sedikit punya luas 5 hektar. Apabila luasnya mencapai 25 hektar atau lebih, investasi modal layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai perkembangan zaman menjadi syarat wajib.

Waktu paling lama penggunaan tanah HGU adalah 25 tahun. Namun, untuk perusahaan yang butuh waktu lebih lama, diberikan hak guna waktu hingga 35 tahun sebagaimana bunyi pasal 29 ayat (2). Adapun yang berhak mendapat HGU adalah WNI atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

5. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)

Menurut pasal 35 ayat (1) UUPA 1960, HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Kendati demikian, masa penggunaan tanah HGB bisa diperpanjang paling lama 20 tahun dengan mempertimbangkan keperluan dan keadaan bangunan.

HGB bisa berakhir apabila:

  • Jangka waktunya berakhir.
  • Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir karena syarat tidak dipenuhi.
  • Dilepaskan pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir.
  • Dicabut untuk kepentingan umum
  • Ditelantarkan
  • Tanahnya musnah

Bila orang atau badan hukum yang punya HGB tidak lagi memenuhi syarat, maka ia wajib mengalihkan kepada pihak lain yang memenuhi. Jika HGB-nya tidak segera dialihkan dalam jangka waktu 1 tahun, hak ini akan terhapus karena hukum.

6. Sertifikat Hak Pakai

Jenis sertifikat tanah berikutnya adalah sertifikat hak pakai. Dalam pasal 41 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960, tertulis:

"Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini."

Berbeda dengan beberapa tipe sertifikat lainnya yang hanya bisa didapat oleh WNI, untuk hak pakai, penggunanya bisa meliputi:

  • WNI.
  • Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
  • Badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
  • Badan hukum asing yang punya perwakilan di Indonesia.

Perlu dicatat bahwasanya hak pakai ini hanya bisa dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat berwenang. Adapun untuk hak pakai atas tanah milik, hanya bisa dialihkan ke pihak lain jika hal tersebut dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

7. Letter C

Kembali disadur dari laman resmi Desa Selasari, letter C adalah surat tanda bukti kepemilikan atas tanah. Surat ini berbentuk buku dan berisikan catatan penarikan pajak dan keterangan identitas tanah pada zaman kolonial.

Sayangnya, data-data dalam letter C sering kali kurang lengkap karena pengukuran dan pemeriksaan tanahnya dilakukan secara asal-asalan. Kendatipun begitu, sampai sekarang, letter C masih kerap dipakai sebagai bukti kepemilikan tanah.

Sampai Kapan Girik, Letter C, dan Petok D Berlaku?

Surat kepemilikan tanah seperti girik, letter C, dan petok D tidak lagi akan berlaku sebagai bukti. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, tepatnya pasal 96 ayat (1) dan (2).

Dalam ayat (1), tertulis:

"Alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya peraturan pemerintah ini."

Adapun ayat (2) berbunyi:

"Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir maka alat bukti tertulis tanah bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian hak atas tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah."

Berhubung PP tersebut terbit pada 2021, maka kurang lebih pada 2026 mendatang, surat-surat seperti Girik dan Petok D tidak lagi berlaku. Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan segera meningkatkannya menjadi SHM.

"Segera tingkatkan status tanah ke SHM untuk melindungi aset dari mafia tanah," jelas Indra Gunawan, kepala BPN Kota Depok, dikutip dari portal berita resmi Pemkot Depok, Selasa (12/11/2024).

Nah, itulah 7 jenis sertifikat tanah, lengkap dengan penjelasannya. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan detikers sebagai seorang pemilik aset, ya!




(sto/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads