Plh Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) DIY Edwin Ismedi Himna menyoroti mahalnya harga tiket pesawat domestik. Hal ini dinilai membuat para wisatawan lebih memilih liburan ke luar negeri.
Awalnya, Edwin mengkritik soal kinerja satgas penurunan harga tiket yang belum menunjukkan hasilnya. Di sisi lain, pelaku industri pariwisata belum dilibatkan di dalamnya.
"Sudah dibentuk satgas, tapi kami di ASITA baik DPD maupun DPP belum dilibatkan dalam Tim Satgas ini. Kebetulan saya di Wasekjen DPP ASITA dan saya belum dengar salah satu dari kami belum masuk dalam tim satgas ini," jelas Edwin saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (18/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edwin menilai langkah pembentukan satgas oleh Pemerintah tak efektif. Menurutnya, tanpa melibatkan pelaku wisata tim satgas tak bisa memahami kondisi di lapangan.
Di satu sisi Edwin berharap agar pembentukan satgas ini benar-benar solutif. Terlebih masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tinggal menghitung hari.
"Padahal ini terdampak dan mengerti masalah di lapangan kan industri. Sampai di mana satgas melakukan evaluasi maupun berkaitan dengan kinerja satgas ini sendiri kita belum dapatkan update-nya," katanya.
Edwin menuturkan tingginya harga tiket pesawat domestik justru bertentangan dengan visi misi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tentang meningkatkan kunjungan wisata. Sedangkan, dengan harga tiket mahal, wisatawan dipastikan akan memilih berlibur ke luar negeri daripada di Nusantara.
"Dari Sumatera mau ke Jogja lewat Batam harga satu jalan Rp 1,6 juta dan Rp 3 juta sekian kalau PP. Lebih memilih Rp 4 juta sekian sudah paket tur ke luar negeri, bisa ke Singapura atau Kuala Lumpur," ujar Wakil Sekjen DPP ASITA ini.
Menurutnya, kondisi ini mulai terlihat usai pandemi COVID-19 berakhir. Kala itu pemerintah menggiatkan wisata domestik, namun di sisi lain hal itu justru membuat kenaikan harga tiket secara serentak di semua maskapai penerbangan.
"Pergerakan wisatawan domestik pascapandemi ini jadi lemah, terutama dari Sumatera. Ya karena lebih memilih ke luar negeri, Singapura dan Kuala Lumpur tujuannya," katanya.
Okupansi DIY Saat Agustus Anjlok
Terpisah, Ketua DPD PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono menyebut okupansi di Jogja anjlok semenjak awal Agustus ini. Tercatat rata-rata tingkat hunian di hotel kisaran 20 persen hingga 40 persen.
"Pesawat adalah salah satu akses untuk ke DIY bagi wilayah yang tidak bisa dijangkau dengan darat yang cepat. Anjlok, okupansi Agustus ini rata-rata hanya 20 sampai 40 persen se-DIY," ujar Deddy saat dihubungi via telepon, hari ini.
Deddy pun berharap ada evaluasi soal ini. Dia berharap pelaku pariwisata turut dilibatkan dalam pembentukan kebijakan.
"Memang masih ada transportasi darat, tapi bukan berarti tiket pesawat naiknya bisa tinggi. Pelaku pariwisata perlu diajak diskusi sebelum kebijakan muncul, jangan seperti ini terus," harap dia.
(ams/apu)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM