Keren! UMKM Batik Farras Kulon Progo Tembus Pasar Asia-Eropa

Keren! UMKM Batik Farras Kulon Progo Tembus Pasar Asia-Eropa

Jalu Rahman Dewantara - detikJogja
Kamis, 02 Mei 2024 15:16 WIB
Suasana di rumah Produksi Batik Farras, Sembungan, Gulurejo, Lendah, Kulon Progo, Kamis (2/5/2024).
Suasana di rumah produksi Batik Farras, Sembungan, Gulurejo, Lendah, Kulon Progo, Kamis (2/5/2024). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja.
Kulon Progo -

Mungkin belum banyak yang tahu ada UMKM batik di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang sukses menembus pasar global. Konsumennya bahkan berasal dari berbagai negara di Asia hingga Eropa. Inilah Batik Farras Kulon Progo.

Batik Farras dikembangkan oleh Umbuk Haryanto, warga Sembungan, Gulurejo, Lendah, Kulon Progo, 18 tahun silam. Usaha ini berangkat dari keinginan Umbuk memberdayakan masyarakat sekitar yang saat itu banyak bekerja sebagai pembatik di luar daerah.

"Sejarahnya dulu, Pak Umbuk di tahun 2006 kerja di bidang batik, terus melihat potensi soal batik di Kulon Progo itu sangat baik, apalagi banyak masyarakat yang bisa membatik, jadi dicoba lah untuk membuka usaha batik dengan memberdayakan masyarakat sekitar," ucap anak dari Umbuk, Daery Farras, saat ditemui di Rumah Produksi Batik Farras, Kamis (2/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian hasil batik awalnya dipasarkan ke teman, dan relasi. Terus akhirnya bisa berkembang seperti saat ini," Imbuh Daery yang kini dipercaya sebagai pengelola Batik Farras.

Suasana di rumah Produksi Batik Farras, Sembungan, Gulurejo, Lendah, Kulon Progo, Kamis (2/5/2024).Suasana di rumah Produksi Batik Farras, Sembungan, Gulurejo, Lendah, Kulon Progo, Kamis (2/5/2024). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Karya batik Farras memiliki ciri khas berupa motif yang variatif dan menonjolkan warna cerah. Hal ini membuat Batik Farras digandrungi berbagai kalangan, terutama anak muda.

ADVERTISEMENT

"Bedanya dengan batik lain mungkin kita lebih nonjolin warna cerah kontemporer. Sehingga banyak kalangan muda yang suka dengan model batik seperti ini," ucap Daery.

Daery menuturkan perkembangan Batik Farras tergolong cukup pesat. Puncaknya ketika UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya tak benda 2009 silam dan disusul kemunculan batik khas Kulon Progo, yakni Geblek Renteng beberapa tahun setelahnya.

Hal itu, kata Daery, membuat minat masyarakat untuk memiliki busana batik meningkat tajam. Konsumen dari berbagai daerah di Indonesia hingga mancanegara pun berbondong-bondong memesan karya milik Batik Farras.

"Dulu kita juga sampai ekspor ke Inggris, bikin batik selendang kaya syal gitu. Terus juga pernah ke Malaysia, Singapura, dan Jepang. Kalau untuk lokal hampir seluruh Indonesia. Yang sering Kalimantan, Sumatra, Sulawesi. Beberapa kali dari Papua. Kalau Jawa hampir semua bagian sudah pernah," terangnya.

Daery mengatakan trend positif itu sempat terhenti ketika pandemi COVID-19 melanda. Pada saat itu banyak usaha batik gulung tikar, tapi tidak dengan Batik Farras yang memutuskan tetap bertahan.

"Dulu memang sempat turun ketika ada pandemi, tapi syukurlah kini bisa stabil lagi," ucapnya.

Suasana di rumah Produksi Batik Farras, Sembungan, Gulurejo, Lendah, Kulon Progo, Kamis (2/5/2024).Suasana di rumah Produksi Batik Farras, Sembungan, Gulurejo, Lendah, Kulon Progo, Kamis (2/5/2024). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Terus Berinovasi

Lantas apa yang membuat Batik Farras bisa eksis hingga sekarang? Jawabannya adalah inovasi dan tetap mengikuti perkembangan fashion.

Daery mengatakan, batik merupakan bagian dari fashion sehingga industri ini mau tidak mau harus mengikuti trend busana yang berubah setiap saat. Dia pun punya tim khusus untuk melakukan riset terkait perkembangan fashion guna menjaga relevansi Batik Farras bagi masyarakat modern.

"Kita lebih ikut trend fashion seperti apa. Itu biasanya kita kumpulkan jadi data untuk diolah. Makannya pesanan kita bisa datang dari berbagai daerah. Biasanya ada permintaan khusus kaya dari Kalimantan dan Sulawesi gitu, di mana mereka request sesuai motif khas mereka," ujarnya.

Daery menuturkan Batik Farras bisa memproduksi minimal 30 picis busana batik per pekan. Jenisnya ada batik lukis dan cap dengan motif yang bisa dipesan sesuai keinginan konsumen.

"Untuk rata-rata harganya di kisaran Rp 100 ribu sampai Rp 250 ribu," ucapnya.

Salah satu konsumen, Evi, asal Sentolo, Kulon Progo, mengaku tertarik dengan Batik Farras karena motifnya yang beragam. Ditambah pemilihan warna yang cerah membuat Batik Farras terlihat sedap dipandang.

"Suka karena motif yang ditawarkan variatif ya, terus warnanya juga cerah jadi cocok buat dijadikan busana formal maupun non formal," ujarnya.




(apl/dil)

Hide Ads