Pria di Bantul Sulap Tembaga-Kuningan Jadi Aksesoris, Raup Omzet Rp 35 Juta

Pria di Bantul Sulap Tembaga-Kuningan Jadi Aksesoris, Raup Omzet Rp 35 Juta

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Minggu, 18 Feb 2024 09:40 WIB
Proses pembuatan aksesori pengantin berbahan baku tembaga dan kuningan di Pedukuhan Krapyak Wetan, Panjangrejo, Pundong, Bantul, Kamis (15/2/2024).
Proses pembuatan aksesori pengantin berbahan baku tembaga dan kuningan di Pedukuhan Krapyak Wetan, Panjangrejo, Pundong, Bantul, Kamis (15/2/2024). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja
Bantul - Seorang pria asal Pedukuhan Krapyak Wetan, Panjangrejo, Pundong, Bantul menyulap tembaga hingga kuningan menjadi aksesori pengantin, khususnya pengantin dengan adat tertentu. Bahkan, dari usahanya itu dalam satu bulan mampu meraup omzet Rp 35 juta.

Pantauan detikJogja, tampak beberapa orang tengah merangkai tembaga dan kuningan membentuk sebuah bros dan mentul pengantin. Sedangkan beberapa lainnya sibuk memanaskan lapisan emas atau perak sebagai lapisan dua benda tersebut.

Adalah Sukijan (48), warga Krapyak Wetan ini menceritakan awal mula merintis usahanya hingga bisa mempekerjakan belasan karyawan. Pria murah senyum ini mengaku sebelumnya bekerja di tempat pembuatan kerajinan dari tembaga dan kuningan.

"Sebelumnya saya ikut orang kerja harian di Mantrijeron sekitar 5 tahun. Setelah merasa bisa saya keluar dan bikin sendiri hingga cari pasaran sendiri," katanya kepada wartawan di workshopnya, Krapyak Wetan, Pundong, Bantul, Kamis (15/2/2024).

Sukijan, pengrajin dari Bantul saat menunjukkan mentul pengantin.Sukijan, pengrajin dari Bantul saat menunjukkan mentul pengantin. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja

Hingga pada tahun 2009 Sukijan memulai usahanya sendiri dengan nama 'Eeng Production'. Dari situ, Sukijan mulai mengembangkan produksinya seperti membuat model sendiri agar bisa bersaing dengan pasar.

"Awal-awal dulu hanya buat mentah, jadi belum dielektroplating, finishing. Karena bahan mentah kan sudah laku itu, sudah dicari-cari tengkulak," ucapnya.

Dia menjelaskan, bahwa elektroplating adalah pemakaian arus listrik dan senyawa kimia elektrolit untuk sebuah proses pelapisan logam. Biasanya pelapisan itu menggunakan emas atau perak.

"Dari situ saya mulai mengembangkan model sendiri juga sampai akhirnya merambah mentul pengantin, kalung, cincin, giwang, bros. Pokoknya aksesori pengantin khususnya pengantin adat saya bisa buat," ujarnya.

Terkait teknis pembuatan aksesori pengantin, Sukijan mengaku menggunakan tembaga dan kuningan sebagai bahan baku. Untuk bahan baku kawat tembaga bekas biasanya Sukijan dapatkan dengan harga Rp 150 ribu per kilogram.

Sedangkan untuk bahan baku kuningan biasanya lebih mahal karena tergantung dengan ketebalan. Seperti halnya untuk ketebalan satu milimeter dibanderol Rp 780 ribu per lembar.

"Kalau yang tembaga lebih mahal bisa sekitar Rp 1 juta per lembarnya. Nah, nanti kalau sudah terbentuk kita lakukan elektroplating. Biasanya kalau kuning pakai emas, kalau putih pakai perak dan kalau yang agak hitam itu pakai nikel," ucapnya.

Proses pembuatan aksesori pengantin berbahan baku tembaga dan kuningan di Pedukuhan Krapyak Wetan, Panjangrejo, Pundong, Bantul, Kamis (15/2/2024).Proses pembuatan aksesori pengantin berbahan baku tembaga dan kuningan di Pedukuhan Krapyak Wetan, Panjangrejo, Pundong, Bantul, Kamis (15/2/2024). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja

Menurutnya, dalam sehari Sukijan tidak bisa memperkirakan berapa aksesori yang mampu diproduksi. Namun, untuk satu bros atau mentul pengantin memerlukan waktu cukup lama untuk pengerjaannya.

"Paling laku ya seperti mentul pengantin, bros, itu kan satu set. Kalau harga paling murah Rp 65 ribu perbiji. Seperti mentul pengantin paling murah satu biji Rp 65 sampai Rp 180 ribu, tergantung manik-maniknya, pakai diamond atau batu oktan, kalau paling mahal pakai yang diamond," katanya.

"Terus kalau yang paling mahal seperti aksesori pengantin adat Minang itu Rp 4,5 sampai Rp 5 juta," lanjut Sukijan.

Mahalnya harga aksesori untuk pengantin adat Minang, kata Sukijan, karena ukurannya yang besar. Selain itu, pengerjaannya terbilang rumit.

"Buat yang adat Minang paling lama, karena kan besar itu yang untuk pengantin perempuan. Karena itu harganya juga lumayan," ujarnya.

Aksesori pengantin adat minang yang harganya mencapai Rp 4,5 hingga Rp 5 juta yang dibuat pengrajin asal Bantul.Aksesori pengantin adat minang yang harganya mencapai Rp 4,5 hingga Rp 5 juta yang dibuat pengrajin asal Bantul. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja

Terkait pemasaran, Sukijan mengaku masih mengandalkan secara offline. Meski diakuinya ada pula pelanggan yang berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Pemasaran paling jauh Aceh dan Kalimantan, itu kalau mereka pesan lewat medsos dan kirim mau motif dan ukurannya berapa. Tapi yang pesan ke kami kebanyakan toko-toko seperti di Pasar Beringharjo, WO (Wedding Organizer), dan salon rias pengantin gitu," ucapnya.

Karena itu, Sukijan lebih mengandalkan pemasaran secara offline. Menurutnya semua itu membuat dirinya selalu mendapat order.

"Untuk omzet saat ini sekitar Rp 35 juta per bulan. Tapi kan itu juga untuk menggaji 12 karyawan saya juga," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Bantul, Emi Masruroh mengaku hasil kerajinan berbahan baku tembaga dan kuningan di Bantul memiliki kualitas yang bisa bersaing di pasaran. Karena itu, pihaknya berupaya untuk meningkatkan sarana dan prasarana para perajin aksesori pengantin.

"Karena itu yang seperti ini harus dibantu, difasilitasi Pemkab Bantul. Sehingga nanti dapat fasilitas pelatihan dan sarana prasarana agar memastikan mereka mendapat pasar yang aman agar memastikan produk mereka bisa laku di pasaran," katanya.


(cln/cln)

Hide Ads