Perbedaan UMR, UMP, dan UMK: Mana yang Masih Berlaku?

Perbedaan UMR, UMP, dan UMK: Mana yang Masih Berlaku?

Nur Umar Akashi - detikJogja
Rabu, 22 Nov 2023 12:28 WIB
Perbedaan UMP dan UMR: Mengenal Upah Minimum
Ilustrasi Perbedaan UMR, UMP, dan UMK (Foto: detikcom/thinkstock)
Jogja -

Belakangan, UMP, UMR, dan UMK hangat diperbincangkan masyarakat karena adanya kebijakan menaikkan angka ketiga model upah kerja tersebut. Namun, tak hanya istilah UMP saja yang familiar di telinga masyarakat, melainkan juga UMR dan UMK. Lantas, apa perbedaannya?

UMR adalah Upah Minimum Regional, UMP adalah Upah Minimum Provinsi, dan UMK adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota. Ketiganya memiliki perbedaan dan aturan penggunaannya masing-masing.

Untuk informasi lebih lengkap, berikut ini pengertian UMP, UMR, dan UMK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perbedaan UMR, UMP, dan UMK

Awal Mula Sebutan UMR

Ditinjau dari segi keabsahannya, sebutan UMR saat ini sudah tidak digunakan secara resmi. Namun, pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang menggunakannya untuk menyebut besaran gaji minimum pada suatu provinsi atau kabupaten.

Aturan mengenai UMR pernah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999. Permen tersebut mengatur tentang upah minimum.

ADVERTISEMENT

Dijelaskan bahwa upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini kemudian dibagi lagi menjadi empat jenis, yakni UMR tingkat 1, UMR tingkat 2, UMSR tingkat 1, dan UMSR tingkat 2.

UMR tingkat 1 adalah upah minimum yang berlaku di satu provinsi, sedangkan UMR tingkat 2 adalah upah minimum yang berlaku di Kabupaten/Kotamadya. UMSR tingkat 1 adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di satu provinsi, sedangkan UMSR tingkat 2 diterapkan secara sektoral untuk wilayah Kabupaten/Kotamadya.

Itulah asal-usul munculnya sebutan UMR. Kini, aturan tersebut tidak berlaku dan digantikan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-226/MEN/2000.

Munculnya Istilah UMP dan UMK

Dalam Kepmen No. 226 Tahun 2000 tersebut diputuskan beberapa perubahan pasal dari Permen No. 01 Tahun 1999, yakni pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20, dan 21. Di antara yang berubah adalah mengenai istilah penyebutan upah minimum.

Pada pasal 1, istilah UMR tingkat 1 kemudian diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP). UMR tingkat 2 juga diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Sementara UMSR tingkat 1 dan 2 diubah menjadi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMS Provinsi) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/Kota).

Usai ditetapkannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-226/MEN/2000, istilah UMR sudah resmi tidak digunakan. Istilah yang berlaku kemudian adalah UMP untuk menyebut upah minimum di suatu provinsi dan UMK untuk penyebutan upah minimum di tingkat kabupaten/kota.

Berdasar Pasal 4 Kepmen 226 Tahun 2000, UMP dan UMK ditetapkan oleh gubernur. Dalam penetapannya, UMK harus lebih besar dibandingkan UMP. Selain itu, peninjauan terhadap besarnya UMP dan UMK diadakan satu tahun sekali. Setelah ditetapkan, keduanya akan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

Peraturan mengenai pengupahan untuk selanjutnya kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021. Peraturan tersebut mengalami beberapa revisi yang kemudian tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2023.

Menilik Pasal 25 dari PP No. 51 tahun 2023, penetapan terkait UMP dan UMK ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Hal ini kemudian yang menjadi alasan perbedaan upah minimum di tiap-tiap wilayah.

Masih dalam Pasal 25 PP No. 51 Tahun 2023, terdapat beberapa pertimbangan untuk menjabarkan lebih lanjut maksud dari 'kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan' untuk menentukan nilai UMK. Perinciannya adalah melihat pada paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah yang didapat dari lembaga berwenang di bidang statistik.

Mengacu pada Pasal 33 PP No. 51 tahun 2023, terkait penentuan UMK, pengajuannya dilakukan oleh walikota atau bupati untuk selanjutnya ditetapkan gubernur. Dalam pengajuannya, bupati harus melihat hasil penghitungan yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

Jika berdasar hasil penghitungan nilai UMK adalah sama atau rendah dibanding UMP, maka bupati/walikota tidak dapat merekomendasikan nilai UMK tersebut kepada gubernur. Dalam kondisi demikian, maka gubernur kemudian memiliki kewenangan untuk menetapkan UMK.

Singkatnya, UMR adalah sebutan untuk upah minimum yang berlaku sebelum istilah UMP dan UMK diresmikan. Ketika Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 disahkan, maka istilah UMR dihapuskan dan diganti dengan sebutan UMP dan UMK.

Nah, demikian penjelasan mengenai perbedaan UMR, UMP, dan UMK. Semoga bermanfaat, ya, detikers!




(apl/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads