Batik Butimo merupakan salah satu industri batik yang berada di Pajangan, Bantul. Uniknya, Batik Butimo menggunakan mesin batik otomatis yang dirancang Dosen Teknik Industri Universitas Gadjah Mada (UGM).
Batik tulis tekno yang diciptakan Butimo dibuat dengan menggabungkan batik digital dengan batik manual. Dalam pengerjaan, batik tulis tekno masih menggunakan malam dan canting. Meski dibantu dengan mesin, proses manual masih diterapkan untuk tahap finishing-nya.
Mesin batik yang dinamai Butimo ini merupakan inovasi dari Dosen Teknik Industri UGM, Ir. Andi Sudiarso, S.T., M.T., M.Sc., Ph.D., IPM., ASEAN Eng. Andi yang sudah memiliki bisnis batik warisan keluarga ini pun terpantik membuat inovasi bisnisnya.
"Sebenarnya keluarga sudah punya usaha batik sekitar tahun 1970-an, dilanjutkan ayah saya dan ketika beliau sakit, saya diminta melanjutkan usaha batik keluarga. Karena saya juga dari teknik mesin dan industri, maka kemudian melihat kondisi batik saat itu kami agak kesulitan mencari pembatik yang masih muda yang mau menjadi pembatik profesional, itu sudah sulit dan langka," cerita Andi saat dihubungi detikJogja, Senin (2/10/2023).
Andi menyebut harga batik tulis lebih mahal dari batik cap. Hal ini membuat harga batik tulis lebih mahal sehingga tak bisa dibeli berbagai kalangan. Lewat mesin batiknya, dia ingin menciptakan batik yang relatif lebih murah sehingga bisa dipakai berbagai kalangan.
Andi kemudian merancang mesin batik sejak 2010 dengan alasan ingin mempersingkat waktu pengerjaan batik. Terlebih, sebagai pengusaha, Andi mulai merasakan sulitnya mencari pembatik.
"Mesin itu sebenarnya risetnya sudah lama. Kami risetnya itu hampir 10 tahun untuk bisa menghasilkan mesin yang komersial, yang standarnya sudah bagus," jelasnya.
Andi pun mengungkap keunggulan mesin Butimo. Di antaranya menghemat penggunaan malam sehingga lebih irit.
"Mesin pembatik lebih menghemat malam karena bisa mencegah penumpukan malam pada kain batik. Nah, kalau pakai mesin itu kan mesinnya besar sekali ukurannya 2,5 sampai 3,5 meter, itu mau dari ujung ke ujung dia nggak berhenti, jalan terus. Nggak ada tumpukan malam, sehingga kalau ditotal malamnya jadi lebih irit," tambahnya.
Selain menghemat lilin batik, mesin batik ini mampu menggantikan proses menggambar motif di kertas, penjiplakan pola di kain, dan proses mencanting. Seluruh proses ini jika dikerjakan secara manual bisa memakan waktu lama. Dengan mesin ini, Andi juga menerima jasa mencetak motif batik pada kain.
Proses membatik menggunakan mesin batik ini diawali dengan mendigitalkan desain baik. Kemudian desain itu dipindahkan ke komputer yang sudah terkoneksi pada mesin. Selanjutnya, desain batik akan dibaca dengan software yang menerjemahkan desain tersebut melalui mesin.
Setelah terbaca mesin, canting akan bergerak otomatis membuat pola desain pada media yang disediakan. Butimo bekerja menggunakan sistem computer numeric control (CNC) yang memungkinkan batik bisa dicetak pada medium kayu maupun kulit.
"Bahkan mesinnya itu bisa mengerjakan batik tidak hanya di kain, tapi bisa juga di kulit dan di kayu. Nanti ada batik kayu dan batik kulit untuk kerajinan," ucap Andi.
Andi mengaku sudah menjual 10 mesin Butimo buatannya, di mana satu mesin dia hargai Rp 150 juta. Beberapa pembeli Butimo berasal dari Solo, Banyumas, Semarang, Jogja, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, dan Lampung.
Meski telah menciptakan mesin dengan inovasi yang bagus, Andi mengaku masih menghadapi tantangan dari publik. Sebab, menurutnya, masih banyak yang tidak bisa menerima batik buatan mesin.
"Kendala yang pertama dari penerimaan masyarakat, karena mereka tahunya batik itu dibuat secara manual tanpa sentuhan teknologi, adanya teknologi ini menuai pro kontra di masyarakat. Kendala yang kedua karena ini pakai teknologi maka butuh transport teknologi untuk pasar yang membeli mesin jadi harus ada proses belajar ulang, atau mempelajari mesinnya gimana mengoperasikannya, gimana maintenance-nya," jelasnya.
Selengkapnya di halaman berikut.
(ams/dil)