Jaksa mengungkap aliran dana yang masuk ke kantong pribadi Eks kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Eka Suryo Prihantoro dalam korupsi internet. Eka didakwa menerima fee atau jatah Rp 901 juta dengan rincian Rp 22 juta per bulan.
Hal itu terungkap dalam persidangan di PN Tipikor Jogja, Senin (24/11/2025).
"Benar, kemarin (Senin) sidang perdana agendanya pembacaan dakwaan," jelas Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Herwatan saat dimintai konfirmasi, Selasa (25/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang yang dipimpin ketua Majelis Hakim Purnomo Wibowo, JPU memaparkan terdakwa yang kala itu menjabat Kepala Diskominfo Sleman telah melakukan serangkaian perbuatan korupsi pengadaan layanan bandwith internet.
Tindakan itu dilakukan selama kurun waktu 2020-2024 dengan kapasitas terdakwa sebagai pengguna anggaran. Tindakan tersebut, menurut JPU, telah merugikan keuangan negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sleman sebesar Rp 3,5 miliar.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Dwi Nurhatni dan Christina itu merinci, pada tahun anggaran 2020 hingga 2022, Terdakwa melakukan Pengadaan Bandwidth Internet lewat kerjasama dengan dua Internet Service Provider (ISP) yakni PT SaranaInsan MudaSelaras (SIMS) dan PT. Global Prima Utama (GPU).
"Kapasitas bandwidth internet yang disediakan oleh 2 ISP tersebut apabila dihubungkan dengan tingkat konsumsi bandwidth maksimal sudah mencukupi kebutuhan, bahkan masih terdapat sisa bandwidth internet yang tidak terpakai," bunyi surat dakwaan JPU yang dibacakan dalam persidangan.
Meski begitu, terdakwa malah menganggarkan penambahan Internet Service Provider (ISP-3/ISP-C) untuk 2 bulan yaitu bulan November dan Desember 2022. Tak berhenti di situ, terdakwa kemudian juga menyisipkan penambahan 1 ISP baru (ISP C) tanpa melalui adanya Kajian atau Analisa Kebutuhan Bandwidth Internet.
Terdakwa, di bawah tangan, menggandeng PT Media Sarana Data sebagai ISP ketiga untuk bulan Januari hingga Desember 2024. Penambahan PT Media Sarana Data sebagai penyedia barang jasa tersebut merupakan modus terdakwa untuk memperkaya diri.
"Dengan (terdakwa) meminta uang kompensasi kepada Saksi Budiyanto selaku Direktur PT. Media Sarana Data sebesar Rp 22 juta setiap bulannya," terang JPU.
Selain sebagai Direktur PT Media Sarana Data, Saksi Budiyanto, dalam kasus ini juga sebagai Direktur PT Media Sarana Akses, yang pada tahun 2023 hingga 2025 juga menjadi penyedia jasa pengadaan back up system data dalam Pekerjaan Sewa Colocation DRC. Proyek itu merupakan kegiatan penyedia jasa Penunjang Urusan Pemerintah Daerah Sub Kegiatan Jasa Komunikasi, Sumber Daya Air dan Listrik.
Adapun metode pemilihan PT Media Sarana Akses sebagai penyedia melalui pengadaan langsung. Terkait pemilihan tersebut, terdakwa juga meminta uang sebesar Rp 100 juta per tahun.
"Sehingga total uang yang diminta dan telah diterima oleh terdakwa dari Kegiatan Pengadaan Langganan Bandwidth Internet dan Sewa Collocation DRC tersebut sebesar Rp 901.000.000," papar JPU.
Atas perbuatannya, terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor (Dakwaan Primair), Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor (Dakwaan Subsidair), dan Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU Tipikor (Dakwaan Kedua), yang mengatur tentang perbuatan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum dan penyalahgunaan kekuasaan.
(afn/ams)












































Komentar Terbanyak
Underpass Kentungan Banjir, Ternyata Ini Biangnya
Bos Pajak soal Fatwa MUI Pajak Berkeadilan: PBB Kan Diserahkan ke Daerah
Roy Suryo Cs Kena Wajib Lapor-Dicekal ke LN Buntut Tuduh Ijazah Jokowi Palsu