Vonis 7 Mafia Tanah Kelar, Mbah Tupon Masih Harus Urus Balik Nama Sertifikat

Vonis 7 Mafia Tanah Kelar, Mbah Tupon Masih Harus Urus Balik Nama Sertifikat

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Kamis, 20 Nov 2025 19:08 WIB
Anggota Tim Pembela Mbah Tupon, Suki Ratnasari (kiri) dan Mbah Tupon (kanan) di Pengadilan Negeri Bantul, Kamis (20/11/2025).
Anggota Tim Pembela Mbah Tupon, Suki Ratnasari (kiri) dan Mbah Tupon (kanan) di Pengadilan Negeri Bantul, Kamis (20/11/2025). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja
Bantul -

Tim kuasa hukum Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon korban mafia tanah menilai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bantul terhadap 7 terdakwa hari ini terbilang ringan. Di sisi lain, tim kuasa hukum masih harus mengurus balik nama sertifikat Mbah Tupon.

Menurut salah satu anggota tim pembela Mbah Tupon, Suki Ratnasari, putusan tersebut akan menjadi bekal bagi timnya untuk menempuh langkah hukum selanjutnya demi mengembalikan sertifikat Mbah Tupon.

"Memang kalau dari kami harapannya kan bisa tinggi, tapi ternyata memang putusannya hanya segitu untuk putusan bersalah," kata Suki Ratnasari kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Kamis (20/11/2025) petang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suki menyatakan pihaknya lebih mementingkan bagaimana cara mengembalikan lagi sertifikat tanah milik Mbah Tupon.

"Tapi yang kami lebih pentingkan lagi memang sertifikat Mbah Tupon nomor 24451 terutama," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Pasalnya, Suki menilai secara eksplisit sertifikat itu masih ada beban hak tanggungan pinjaman ke pihak bank. Oleh karena itu sertifikat tanggungan dikembalikan kepada bank.

"Lalu yang diserahkan tadi fotokopi dari SHM, artinya jika SHM masih dibebani hak tanggungan maka memang kami harus berupaya bagaimana proses pengembalian untuk balik nama ke Mbah Tupon lagi. Jadi masih ada lanjutannya," ujarnya.

Menurutnya, vonis bersalah terhadap tujuh terdakwa mafia tanah itu bisa menjadi modal untuk mengembalikan sertifikat tanah milik Mbah Tupon.

"Yang penting dari proses ini dibuktikan bahwa memang para terdakwa yang saat ini sudah divonis itu artinya memang bersalah. Seperti proses balik nama ada kesalahan, ada kejahatan di situ, dan itu menjadi bekal kami untuk bisa mengembalikan haknya Mbah Tupon," kata Suki.

Soal kapan akan menempuh langkah hukum untuk mengembalikan sertifikat tanah Mbah Tupon, Suki mengaku belum bisa memastikan.

"Kami mau membicarakan dulu dengan tim, langkah-langkah apa harus kami lakukan. Karena jujur tidak sederhana ya, kami harus ada upaya hukum lagi," ujarnya.

Sementara itu Mbah Tupon mengaku lega karena tujuh terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan sudah divonis. Mbah Tupon juga menyatakan bahwa yang lebih penting ialah sertifikat tanahnya bisa kembali lagi.

"Sampun (lega), alhamdulillah. Semoga bisa cepat kembali sertifikat saya. Karena soal ini (putusan sidang) saya tidak tahu," ucapnya.

Diketahui, hari ini tujuh terdakwa kasus mafia tanah dengan korban Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Bantul. Mereka mendapat vonis penjara dengan masa tahanan yang beragam. Salah satu amar putusan juga meminta terdakwa mengembalikan sertifikat milik Mbah Tupon.

Kronologi Mbah Tupon Jadi Korban Mafia Tanah

Mbah Tupon (68) warga Bantul menjadi korban dugaan mafia tanah. Sertifikat tanah milik Tupon tetiba sudah berganti nama dan dijaminkan ke bank. Begini kronologi kasus tersebut.

Tahun 2020

Kasus ini berawal saat lahan Tupon warga Ngentak, Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Bantul, seluas 2.100 meter persegi hendak dijual sebagian. Tupon kemudian menjual tanahnya seluas 298 meter persegi, yang kemudian dibeli BR pada 2020.

Namun, karena tak punya akses jalan, Tupon kemudian memberikan tanah seluas 90 meter persegi.

"Terus sama ngasih RT untuk dibikin gudang RT seluas 54 meter persegi. Terus dipecah," jelas putra sulung Tupon, Heri Setiawan (31), saat diwawancarai wartawan, , Sabtu (26/4/2025).

Dia menyebut tanah seluas nyaris 300 meter persegi itu dijual seharga Rp 1 juta per meternya. Namun, pembayaran disebut dilakukan dengan cara mengangsur.

"(298 meter persegi tanah yang dijual) Itu Rp 1 juta per meternya. Itu dari awal bayarnya diangsur, pertama Rp 5 juta, seterusnya diangsur tanpa perjanjian tanpa jatuh tempo," sambungnya.

Hingga akhirnya BR yang masih kurang Rp 35 juta ke Tupon, menawarkan untuk memecah sertifikat tanah Tupon seluas 1.655 meter persegi sesuai nama ketiga anaknya. Disebutkan, BR berjanji bakal menanggung biaya pecah sertifikat dari hasil kurang bayar tersebut.

"Ditawari mau dipecah jadi empat, buat bapak dan ketiga anaknya, yang 1.655 meter itu. Pak BR yang nawari mecah," ujar Heri.

Tahun 2024

Heri menyebut berbulan-bulan tanpa kejelasan, pihaknya kaget saat didatangi petugas bank pada Maret 2024. Kala itu, petugas bank mengatakan tanah yang sedianya hendak dipecah sertifikat itu justru menjadi agunan bank senilai Rp 1,5 miliar.

"Cuma ngasih tahu sertifikat sudah dibalik lama, bank ke sini itu sudah pelelangan pertama. Dia bilang mau ke sini lagi mau ngukur ulang," paparnya.

Heri pun kaget saat mengetahui sertifikat tanah itu sudah atas nama Indah Fatmawati. Dia mengaku tidak mengenal yang bersangkutan.

"Harusnya dipecah, yang terjadi malah balik nama, atas nama Indah Fatmawati. Nggak tahu saya (orangnya) nggak kenal sama sekali, nggak pernah ketemu," imbuhnya.

Heri mengungkap ayahnya pernah mendatangi BR terkait pemecahan sertifikat itu. Namun, BR menuding pihak notaris yang nakal.

"Sudah sempat bilang ke Pak BR, datang ke rumahnya, dia cuma bilang yang nakal notarisnya, dia mengutus tangan kanannya untuk mengajak melapor ke Polda DIY," ujar Heri.

Heri menyebut bapaknya yang buta huruf itu dua kali diminta menandatangani dokumen. Dia pun melaporkan kasus ini ke Polda DIY.

"Dulu sempet dua kali tanda tangan dokumen diajak sama si T itu, calonya, perantaranya Pak BR. Pertama itu di Janti, kedua di Krapyak. Bapak kurang tahu (dokumen apa) soalnya buta huruf, ndak dibacakan juga, bapak ndak ada yang dampingi," urainya.

"Laporkan semua karena itu udah mafia katanya, yang terlapor BR, T perantara dari BR, T notaris, Indah Fatmawati, terus AR notaris. Dua kali datang ke Polda selang berapa bulan (dari laporan pertama)," lanjut Heri.

Sementara itu, Mbah Tupon mengaku bingung atas kasus yang dialaminya. Ia berharap sertifikatnya bisa kembali.

"Bingung, pikirane pun bingung, sedih. Nggih pokoke sing penting sertifikate wangsul," harap Tupon saat ditemui di rumahnya, Sabtu (26/4).

April 2025

Kasus Mbah Tupon sudah ditangani Polda DIY. Kasus ini dilaporkan ke Mapolda DIY pada 14 April 2025 lalu.

"Saat ini masih dalam proses penyelidikan," kata Dirreskrimum Polda DIY Kombes Idham Mahdi saat dihubungi detikJogja, Minggu (27/4).

Di sisi lain, Pemkab Bantul siap membantu memberikan bantuan hukum untuk Mbah Tupon. Pemkab Bantul bakal menyediakan pengacara.

"Jika beliau berkenan didampingi dari Pemkab, nanti kita siapkan pengacara untuk mendampingi permasalahan Pak Tupon ini sampai selesai, dan sama sekali tidak dipungut biaya," ucap Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Bantul, Hermawan Setiaji, Minggu (27/4).

Halaman 2 dari 2
(dil/alg)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads