Kisah Cinta Berdarah Sultan HB V dan Kanjeng Mas Hemawati di Keraton Jogja

Kisah Cinta Berdarah Sultan HB V dan Kanjeng Mas Hemawati di Keraton Jogja

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Senin, 10 Nov 2025 13:11 WIB
Sultan Hamengku Buwono V
Sultan HB V. (Foto: dok. Laman resmi Keraton Jogja)
Jogja -

Beragam rumor masih meliputi kisah mangkatnya Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) V. Ada yang menyebut sang sultan meninggal dunia karena ulah istri kelimanya, Kanjeng Mas Hemawati. Versi lain mengatakan Sultan HB V tewas karena diracun, sakit, atau ditembak.

Diringkas dari buku Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi Hasil Karya dan Pengabdiannya oleh Bambang Sularto, Sultan HB V naik tahta menggantikan ayahandanya, Sultan HB IV, yang meninggal pada 6 Desember 1822.

Kala itu, Sultan HB V masih berusia 3 tahun. Oleh karenanya, yang melaksanakan pemerintahan adalah Dewan Perwalian. Salah satu anggotanya adalah Pangeran Diponegoro yang tak lama kemudian memberontak terhadap Belanda dan memicu Perang Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena merasa kewalahan menghadapi Pangeran Diponegoro, Belanda kembali mengangkat Sultan HB II sebagai raja, menggantikan Sultan HB V. Pada 17 Januari 1828, tampuk kepemimpinan Keraton Jogja kembali ke tangan Sultan HB V yang bernama asli Gusti Raden Mas Gatot Menol.

Periode kedua pemerintahannya berlangsung selama 27 tahun. Pada tahun 1855 atau 1854, Sri Sultan HB V meninggal dunia di usia 35 tahun. Pemicunya, seperti sudah disinggung sekilas di atas, masih misterius. Salah satu versi menyatakan istri kelimanya sebagai dalang. Bagaimana kisah cinta mereka selengkapnya?

ADVERTISEMENT

Poin Utamanya:

  • Sultan HB V meninggal dunia pada tahun 1855 atau 1854 dalam usia 35 tahun.
  • Penyebab mangkatnya Sultan HB V masih belum diketahui dengan pasti. Salah satunya tikaman istri kelima sang sultan, Kanjeng Mas Hemawati.
  • Usaha Permaisuri Sultan HB V, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, untuk mengangkat putranya menjadi sultan menemui kegagalan. Ia dibuang ke Manado.

Sultan HB V Tewas di Tangan Istri Kelima

Joko Darmawan dalam buku Mengenal Budaya Nasional: Trah Raja-Raja Mataram di Tanah Jawa, menerangkan bahwa peristiwa wafatnya HB V tidaklah jelas. Diduga, sang raja meninggal akibat ulah istrinya yang kelima, Kanjeng Mas Hemawati.

Peristiwa meninggalnya sultan kelima Kasultanan Ngayogyakarta itu disebut Wereng Saketi Tresno. Kurang lebih, artinya adalah wafat oleh yang dicinta. Kabarnya, sang raja ditikam hingga menemui ajal. Alasan di baliknya masih misterius.

"Mengapa sang istri sampai membunuh suaminya sendiri? Alasan di balik terjadinya peristiwa Wereng Saketi Tresno ini sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Sultan Hamengku Buwono V kemudian mendapat gelar Sinuhun Menol," terang Soedjipto Abimanyu dalam bukunya, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram.

Keterangan serupa dibawakan oleh Ilmiawati Safitri, sejarawan. Ketika diwawancara, ia menyebut catatan resmi keraton tidak pernah dengan tegas menjelaskan peristiwa wafatnya Sultan HB V.

"Sampai sekarang itu untuk bukti-bukti otentik atau tulisan resmi yang dikeluarkan dari keraton itu masih simpang siur," jelasnya pada Rabu (17/9/2025).

Ada pula sederet versi lain yang menerangkan mangkatnya Sultan HB V. Contohnya, ada rumor bahwa Sultan HB V wafat setelah menikah dengan Kanjeng Ratu Kencono dari Kadipaten Mangkunegaran. Menurut versi ini, Sultan HB V diguna-guna untuk mencegah lahirnya keturunan berdarah campuran Jogja-Solo.

Yang jelas, sampai sekarang, akhir hayat Sultan HB V masih menyimpan tanda tanya besar. Kabar burung semakin santer beredar karena kurangnya catatan resmi yang bisa dijadikan patokan.

"Kalau ditanyain HB V di akhir hayatnya itu bagaimana wafatnya karena apa, itu saya juga sampai sekarang belum tahu. Beliau itu meninggalnya karena apa, dan yang pasti itu tadi, akhirnya beliau wafat pada tahun 1855," jelas Ilmiawati kepada detikJogja.

Usaha Permaisuri Sultan HB V untuk Merebut Tahta Keraton

Ketika Sultan HB V wafat, permaisurinya, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton sedang hamil tua. Tidak lama, ia melahirkan putra bernama Raden Mas Gusti Timur Muhammad, tepatnya tanggal 17 Juni 1855.

Diringkas dari Jurnal Aqlam bertajuk 'Sejarah Kampung Pondol dan Komunitas Eksil Muslim di Kota Manado' oleh Roger Allan Christian Kembuan, alih-alih Raden Mas Gusti Timur Muhammad, Belanda justru mengangkat Raden Mas Mustojo, adik sang sultan, sebagai raja baru dengan gelar Sultan HB VI.

Pengangkatan ini ditentang oleh Kanjeng Ratu Kedaton yang menginginkan putranya naik tahta. Sebuah persekutuan muncul di Klaten tahun 1864 dengan tujuan meremukkan Keraton Jogja dan Solo untuk kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Prambanan.

Namun, gerakan itu tercium pemerintah kolonial dan kandas sebelum bisa berbuat banyak. Tidak lantas menyerah, Kanjeng Ratu Kedaton mencoba cara lain, yakni bersekutu dengan GKR Ratu Kencono, istri pertama Sultan HB VII. Keduanya bersepakat agar kelak, Pangeran Suryeng Ingalaga (julukan RM Gusti Timur Muhammad) menjadi raja dengan permaisurinya salah seorang putri GKR Ratu Kencono.

Singkat cerita, rencana itu juga gagal. Kanjeng Ratu Sekar Kedaton kemudian berniat pergi meninggalkan keraton ke Distrik Remame di Magelang. Bersama pengikutnya, istri kedua Sultan HB V itu berangkat pada 5 April 1883 ke arah utara Jogja.

Nahas, rencana Ratu Kedaton diketahui pihak Belanda. Letnan Kohn dengan 25 orang serdadu berangkat membuntuti. Rombongan sang ratu dikepung pada 6 April 1883 di Desa Balerante, kaki Gunung Merapi. Pangeran Suryeng Ingalaga ditangkap, sedangkan Ratu Kedaton baru menyerah pada 8 April 1883.

Setelah diadili, Ratu Kedaton dan Pangeran Suryeng Ingalaga diputus bersalah karena membangkang kepada raja. Keduanya dibawa ke Semarang, lalu Surabaya menggunakan kapal uap. Usai sebulan di Surabaya, sang permaisuri dan putranya dikirim ke Manado.

Itulah kisah ringkas tewasnya Sultan HB V yang masih diliputi kabut misteri. Permaisurinya, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, gagal mendapatkan tahta Keraton Jogja dan kemudian dibuang ke Manado.




(sto/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads