Sejarah Hari Pahlawan 10 November dan Tokoh yang Berperan

Sejarah Hari Pahlawan 10 November dan Tokoh yang Berperan

Anindya Milagsita - detikJogja
Minggu, 09 Nov 2025 10:53 WIB
Bung Tomo membacakan pidato
Bung Tomo tokoh yang berperan dalam sejarah Hari Pahlawan 10 November. (Foto: Istimewa)
Jogja -

Hari Pahlawan yang ditetapkan sebagai peringatan nasional tidak terlepas kaitannya dengan perjuangan para pahlawan terdahulu dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tak ayal, sejarah Hari Pahlawan 10 November setiap tahunnya perlu menjadi perhatian tersendiri bagi kita guna memaknai jasa para pahlawan.

Sejarah Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November berkaitan erat dengan peristiwa Pertempuran 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya. Pada saat itu, para pejuang Tanah Air berusaha mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Tidak hanya itu saja, pada peristiwa yang sama sejumlah tokoh penting turut andil dalam memukul mundur Sekutu dan Belanda dalam upaya kembali menjajah bangsa kita. Lantas, bagaimana sejarah Hari Pahlawan 10 November bermula? Pada peringatan Hari Pahlawan kali ini mari kenali lebih dekat sejarah dan tokoh-tokoh penting yang berperan di dalamnya dengan membaca informasinya sampai habis berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Poin Utamanya:

  • Hari Pahlawan 2025 genap 80 tahun jika dihitung dari Pertempuran 10 November 1945, tapi apabila didasarkan penetapan resminya melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959, peringatan tahun ini memasuki usia ke-66.
  • Sejarah Hari Pahlawan bermula dari Pertempuran 10 November 1945 menjadi simbol perjuangan rakyat mempertahankan kemerdekaan melawan Sekutu.
  • Bung Tomo dan Gubernur Suryo merupakan dua tokoh Pertempuran 10 November 1945 yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional karena telah membakar semangat rakyat dan memimpin Perlawanan 10 November 1945 di Surabaya.

ADVERTISEMENT

Hari Pahlawan 10 November 2025 ke Berapa?

Sebelumnya, tidak sedikit di antara kamu yang mungkin penasaran dengan usia peringatan Hari Pahlawan di tahun ini. Berbeda dengan sejumlah peringatan nasional lainnya yang memiliki hitungan tahun peringatan, Hari Pahlawan justru tidak ada.

Misalnya saja pada peringatan Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2025 kemarin yang mana di tahun ini sudah memasuki usia yang ke-97 tahun. Bahkan di dalam 'Pedoman Pelaksanaan Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 Tahun 2025' yang dirilis oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, yang mana tercantum secara resmi Hari Sumpah Pemuda 2025 ke-97 tahun.

Sementara itu, berdasarkan 'Pedoman Penyelenggaraan Peringatan Hari Pahlawan Tahun 2025' resmi Menteri Sosial (Mensos) RI, tidak disebutkan secara gamblang Hari Pahlawan 2025 yang ke berapa. Belum diketahui alasan di balik tidak adanya hitungan tahun peringatan Hari Pahlawan di tanggal 10 November setiap tahunnya ini.

Apabila hitungan tahun peringatan didasarkan pada sejarah Pertempuran 10 November 1945, maka tahun ini Hari Pahlawan yang ke-80 tahun. Sebaliknya, jika hitungan tahun peringatan sesuai dengan penetapannya sebagai peringatan nasional sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional Jang Bukan Hari Libur pada tahun 1959, maka Hari Pahlawan 2025 yang ke-66 tahun.

Bagaimana Sejarah Hari Pahlawan 10 November?

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penetapan Hari Pahlawan di tanggal 10 November setiap tahunnya berkaitan erat dengan peristiwa Pertempuran 10 November 1945 dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional Jang Bukan Hari Libur. Menurut aturan Keppres Nomor 316 Tahun 1959, Hari Pahlawan pada 10 November ditetapkan sebagai hari-hari nasional yang bukan hari libur.

Aturan yang sama turut mengatur tentang Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, Hari Angkatan Perang 5 Oktober, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, dan Hari Ibu 22 Desember sebagai hari-hari nasional. Kendati begitu, seluruh peringatan nasional tadi tidak ditetapkan sebagai hari libur.

Selanjutnya, terdapat sejarah Hari Pahlawan 10 November yang dilatarbelakangi oleh peristiwa Pertempuran 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya. Dikutip dari buku 'Pengetahuan Sosial Sejarah' karya Drs Tugiyono, Pertempuran 10 November bermula dari kedatangan pasukan Sekutu di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 silam.

Pada saat itu, kedatangan Sekutu ternyata dibantu oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Kedatangan pihak Sekutu ini ternyata tidak memberikan kabar baik bagi bangsa Indonesia. Sebaliknya, kondisi tersebut bisa dibilang sebagai awal mula terjadinya peristiwa bersejarah di Indonesia.

Lebih lanjut, pihak Sekutu ternyata dianggap tidak menghormati kedaulatan yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia yang sudah merdeka. Hal inilah yang memicu adanya bentrokan bersenjata antara pihak Sekutu dan juga rakyat yang berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsanya.

Brigadir Jenderal Mallaby selaku komando pasukan Sekutu harus kehilangan nyawanya dalam bentrokan tersebut. Kendati sang komando telah gugur, pasukan Sekutu tak menyerah begitu saja. Sebaliknya, ada pemimpin baru bernama Brigadir Jenderal Mallaby yang justru mengeluarkan ultimatum yang dinilai tak masuk akal bagi rakyat Indonesia pada saat itu.

Ultimatum berisikan keharusan bagi seluruh elemen rakyat Indonesia yang harus menyerahkan senjata dan dirinya di tempat-tempat tertentu. Ultimatum tersebut berlaku sampai tanggal 9 November pukul 6 sore. Di dalamnya turut berisikan ketentuan apabila ultimatum tidak dipenuhi, maka pihak Sekutu akan menyerbu Surabaya di hari berikutnya, yaitu 10 November 1945.

Kendati begitu, rakyat tidak menghiraukannya. Rakyat Surabaya yang dipimpin oleh Gubernur Suryo, Sungkono, dan Sutomo memilih untuk mengarahkan senjatanya. Inilah yang membuat Pertempuran 10 November 1945 menjadi pecah.

Pihak sekutu mengerahkan sekuat tenaga dengan menyerbu Surabaya dari darah, laut, hingga udara. Mereka mendesak rakyat agar pindah ke luar kota. Korban berjatuhan dan api muncul di mana-mana. Kondisi ini benar-benar membuat rakyat Surabaya terjebak dalam kondisi yang begitu mencekam.

Tak berhenti sampai di situ, Sekutu juga terus menghujani bom dari udara dan meriam dari laut. Namun, lagi-lagi rakyat tidak gentar dan perlawanan justru semakin gigih dilakukan. Tidak hanya dilakukan oleh kaum pria saja, bahkan wanita-wanita turut keluar untuk mempertahankan kemerdekaan bangsanya.

Kondisi ini tak hanya merenggut korban yang jumlahnya banyak bagi pihak rakyat Surabaya, tapi juga memicu kerugian besar bagi Sekutu. Salah satu sosok yang begitu gigih mengobarkan semangat dalam pertempuran tersebut adalah Sutomo atau yang lebih dikenal sebagai Bung Tomo.

Tanpa henti, dirinya terus membakar semangat rakyat agar melakukan perlawanan terhadap agresi yang dilakukan oleh pihak Sekutu. Inilah yang membuat perjuangan rakyat pada saat Pertempuran 10 November 1945 dikenal sebagai salah satu peristiwa bersejarah dalam Indonesia yang menginisiasi adanya Hari Pahlawan di tanggal 10 November setiap tahunnya.

Tokoh yang Berperan dalam Pertempuran 10 November

Lantas, siapa saja tokoh Hari Pahlawan yang berperan penting dalam Pertempuran 10 November 1945? Sebenarnya, peristiwa bersejarah tersebut melibatkan begitu banyak pejuang yang telah berusaha dengan keras mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia dengan caranya masing-masing.

Kendati begitu, bisa dibilang hanya segelintir saja yang nama-namanya atau bahkan wajahnya ditunjukkan dalam buku-buku sejarah. Menurut penelitian 'Perancangan Buku Ilustrasi dengan Teknik Aquarelle Sebagai Upaya Mengenalkan Tokoh Pahlawan 10 November Kepada Siswa SMP di Surabaya' karya Cynthia Joanna Chandra, ada sejumlah nama pejuang yang tercatat sebagai pahlawan 10 November.

Nama-nama ini tercantum secara jelas di dalam Museum Sepuluh Nopember di Surabaya. Adapun nama-nama yang dimaksud di antaranya ada:

  1. R. T. M. Soerjo
  2. R. Soedirman
  3. Radjiman Nasoetion
  4. Doel Amowo
  5. R. M. Jonosewojo
  6. Dr. Soegin
  7. Katam Hadi
  8. R. Koen Kijat
  9. R. Mochammad Mangoediprojo
  10. Socjipto Danukoesoemo
  11. Soengkono
  12. Abd. Wahab Sinmin
  13. Moh. Jasin
  14. R. Soemeroe
  15. Afandi
  16. Atmadji
  17. Mas Isman Oemar Said
  18. Abdul Sockoer
  19. Aniroen
  20. Soemarsono
  21. Wahib Wahab
  22. Achjat. Sidik Arselan
  23. Soetomo (Bung Tomo)
  24. J. Arrouw
  25. M. N Sapija
  26. Loekitaningsih
  27. Soeparman
  28. J. Soelamet
  29. D. Socrip, Achmad Moesofa
  30. J. M. Tamboto
  31. Djarot Subiantoro
  32. Isbandgah
  33. Hassanoeddin
  34. Socharjo K.
  35. Soewarno
  36. Riamoen
  37. Riui
  38. Iswahjoedi
  39. Soedjarwo
  40. Isaedris
  41. Moersia
  42. Koendan
  43. Minggu
  44. Asmanoe
  45. Abdoellah
  46. Rambe Janssen
  47. Tohir Bakri
  48. Jetty Zein
  49. Soejono
  50. Abdul Majdid
  51. Moestakim Z.
  52. Dr. Soewandi
  53. Dr. Koesnoel Jakin
  54. Dr. Soetopo
  55. Barlan
  56. Bu Dar Mortir
  57. Drg. Moestopo
  58. Roeslan Abdulgani

Sementara itu, masih dikutip dari buku yang sama tokoh Hari Pahlawan melibatkan 7 nama yang di antaranya:

  1. Bung Tomo
  2. Gubernur Suryo
  3. Residen Surabaya Sudirman
  4. Dul Arnowo
  5. Dr Mustopo
  6. Ruslan Abdulgani
  7. Sungkono

Profil Bung Tomo dan Gubernur Suryo Pahlawan Nasional

Menurut laman Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia terdapat total 187 Pahlawan Nasional Indonesia. Dua di antaranya adalah sosok yang berperan penting dalam Pertempuran 10 November 1945. Keduanya tidak lain adalah Sutomo atau Bung Tomo dan Gubernur Suryo. Untuk lebih jelasnya, berikut sekilas profil Bung Tomo dan Gubernur Suryo yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

1. Sutomo atau Bung Tomo

Bung Tomo dikenal sebagai sosok yang lahir di Surabaya yang berasal dari keluarga priyayi menengah. Ayahnya merupakan pegawai di instansi pemerintah dan swasta. Sutomo atau yang nantinya lebih dikenal sebagai Bung Tomo, sudah menunjukkan semangat belajar yang tinggi sejak masih berusia kecil.

Sayangnya, kondisi ekonomi yang kurang beruntung justru membuat dirinya harus berhenti dari sekolah. Dirinya memilih untuk melanjutkan pendidikan melalui korespondensi hingga tingkat HBS. Semasa remaja Sutomo juga menunjukkan ketertarikannya pada kepanduan atau Pramuka. Inilah yang menjadi cikal bakal dirinya memiliki semangat juang tinggi di kemudian hari.

Sebagai bagian dari Gerakan Rakyat Baru (GRB), Sutomo dikenal memiliki kemampuan yang sangat baik dalam berorasi. Dirinya beberapa kali mendapatkan kesempatan untuk berpidato di radio guna membakar semangat rakyat.

Puncaknya, di tanggal 10 November 1945 yang mana Sutomo menyampaikan pidato guna menggerakkan semangat rakyat agar terus mempertahankan kemerdekaan dalam melawan Sekutu. Suara Sutomo yang begitu lantang membuatnya dikenal sebagai simbol keberanian rakyat Indonesia agar tidak menyerah mempertahankan kemerdekaan bangsa. Termasuk agar tidak dengan mudah tunduk lagi kepada penjajah.

Tidak hanya saat Pertempuran 10 November 1945 saja, Bung Tomo juga aktif dalam urusan politik di tahun-tahun berikutnya. Dirinya tercatat menjabat sebagai menteri hingga anggota konstituante. Bahkan Sutomo juga dikenal kerap menunjukkan kritik tajam terhadap berbagai kebijakan politik.

Sutomo tutup usia di tahun 1981 silam. Tepatnya saat dirinya tengah melakukan ibadah haji di Padang Arafah, Arab Saudi.

2. Gubernur Suryo

Siapa itu Gubernur Suryo? Singkatnya, Gubernur Suryo adalah sosok pemimpin Jawa Timur yang turut berperan penting dalam Pertempuran 10 November 1945. Pada saat Sekutu memasuki wilayah Surabaya, Gubernur Suryo sebenarnya menolak keras ketika diajak untuk berunding.

Tak hanya itu saja, Gubernur Suryo juga beberapa kali menolak undangan yang diberikan dari pihak Sekutu. Pada saat Sekutu mengeluarkan ultimatum bagi rakyat Surabaya, Gubernur Suryo menyampaikan pidato agar rakyatnya tetap tenang. Tidak hanya itu saja, dirinya juga menjelaskan adanya perundingan yang telah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Ahmad Subarjo dan Inggris, sehingga rakyat diminta menunggu hasilnya.

Kendati begitu, perundingan yang gagal mencapai kesepakatan membuat rakyat memilih untuk menolak ultimatum dari Sekutu. Hal ini memicu adanya bentrok senjata antara rakyat dan Sekutu. Dalam kondisi tersebut Gubernur Suryo sempat memindahkan pemerintahan ke Mojokerto dan Malang.

Kiprah Gubernur Suryo sebagai pemimpin yang turut berjuang dalam mempertahankan kedaulatan bangsa justru menemui akhir yang bisa dibilang cukup menyedihkan. Saat hendak menghadiri peringatan 40 hari wafatnya sang adik di tanggal 1 November 1948, Gubernur Suryo dan rombongannya justru dicegat oleh sisa gerombolan Partai Komunis Indonesia (PKI). Situasi tersebut membuat dirinya dan rombongan dijadikan sebagai tawanan.

Tak butuh waktu lama, Gubernur Suryo dan rombongannya dihilangkan nyawanya dengan cara yang sadis. Berita kematian Gubernur Suryo menimbulkan perasaan pilu bagi rakyat dan orang-orang yang mengenalnya.

Demikian tadi sejarah Hari Pahlawan 10 November lengkap dengan tokoh yang berperan dan profil Bung Tomo sebagai sosok penting dalam peristiwa Pertempuran 10 November 1945. Semoga informasi tadi dapat menambah wawasan baru, ya.




(sto/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads