Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mengambil langkah terpadu dalam menangani kasus seorang siswa laki-laki kelas 2 SMP yang terjerumus jeratan pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol). Penanganan ini difokuskan pada upaya penyelamatan pendidikan siswa, pemulihan kondisi psikologis, serta langkah pencegahan agar kasus serupa tidak terulang.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo, Nur Wahyudi, skema penanganan siswa SMP yang terjerumus pinjol dan judol lahir dari hasil koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, yaitu Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA), serta pihak sekolah. Rapat koordinasi itu dilangsungkan pada Senin (27/10).
"Kemarin itu kita sudah koordinasi dengan OPD terkait yaitu dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial PPA, kemudian juga dari sekolah. Tentu nanti akan kita buat beberapa skema, mulai dari proses pembelajaran yang tetap jalan walaupun dilakukan secara daring. Kemudian nanti secara bertahap, karena memang harus pengkondisian di sekolah, termasuk siswa yang lain. Harapan kami kita coba dulu, setelah itu kita lihat perkembangannya seperti apa," ujarnya saat dimintai konfirmasi wartawan, Selasa (28/10/2025).
Nur menjelaskan dalam upaya mempertahankan hak pendidikan siswa, pihaknya memastikan kegiatan pembelajaran tetap berjalan, di mana proses ini dilakukan secara daring. Siswa juga tetap diizinkan masuk sekolah, tetapi tidak setiap hari, dan tetap ada pemberian tugas.
"(Meski daring) Siswa tetap masuk juga, tapi memang tidak setiap hari. Tetap ada tugas dan proses pembelajaran tetap jalan. Karena itu tadi pengkondisian dengan lingkungan sekolah. Kita memang minta kepada sekolah untuk tidak ada anak putus sekolah, jadi harus tetap sekolah," terangnya.
Soal kondisi siswa yang bersangkutan, Nur Wahyudi memastikan anak tersebut punya niat dan semangat untuk kembali sekolah. Anak itu juga didukung penuh oleh orang tuanya.
"Yang jelas tentu karena anaknya masih semangat sekolah, orang tuanya juga semangat sekolah, tentu nanti ada pendampingan dari dinas sosial yang sudah dilaksanakan beberapa waktu lalu. Sebetulnya kita sudah melangkah," ujar Nur Wahyudi.
Kasus ini juga mendapat perhatian serius dari sisi medis dan psikologis. Siswa telah diarahkan ke Dinas Sosial dan kini dalam penanganan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Dinsos.
Disdikpora dan Dinsos telah menyusun rencana tahapan, termasuk uji klinis dari tim UPT PPA Dinsos, yang hasilnya nanti akan dikumpulkan kembali bersama guru dan orang tua untuk menentukan langkah selanjutnya. Terdapat alternatif solusi lain terkait kelanjutan sekolah siswa, namun hal tersebut masih dalam tahap pembahasan.
"Sudah dimasukkan ke Dinas Sosial, ada UPT PPA. Tentunya sudah kita buat rencana tahapan, nanti kita lihat berapa waktunya setelah itu kita kumpulkan lagi hasil dari uji klinis dari temen-temen UPT PPA Dinsos, kemudian dari guru kerja sama dengan teman-teman dinsos termasuk orang tua," ucapnya.
Sebagai langkah pencegahan di sektor pendidikan, Disdikpora Kulon Progo juga telah meminta sekolah untuk lebih menekankan program parenting kepada orang tua, sebagai upaya preventif. Disdikpora meyakini pendidikan pertama dan utama tetap berada di keluarga, yang kemudian harus bekerja sama dengan sekolah.
"Sebenarnya sudah ada beberapa sekolah di kita menerapkan itu, mulai dari SD, SMP. Minggu kemarin saya hadiri parenting di salah satu SMP, di sana pihak sekolah mengumpulkan orang tua, sekaligus pembagian hasil ujian semester. Efektif, tapi kembali lagi kita ya tidak bosan-bosannya menyampaikan hal-hal preventif kepada orang tua, kembali yang namanya pendidikan itu yang pertama di keluarga, kemudian di sekolah. Sehingga harus kerjasama keluarga dan sekolah," jelas Nur.
Kampanyekan Digital Parenting
Sementara itu, Kepala Dinsos PPPA Kulon Progo, Bowo Pristianto, menyoroti akar masalah yang sangat serius, yaitu Digital Parenting. Menurut Bowo, ini adalah saatnya orang tua tidak boleh lagi gagap teknologi (gaptek) karena ekosistem tumbuh kembang anak kini sudah berbeda. Orang tua wajib melek digital dan teknologi agar bisa mengawasi aktivitas anak di dunia maya.
"Terkait dengan persoalan anak-anak yang kemarin siswa atau murid yang terlibat judol dan pinjol, yang pertama kita tarik ke belakang ada persoalan yang sangat serius, terkait dengan digital parenting. Nah ini udah saatnya orang tua tidak boleh gaptek lagi. Eranya beda dengan tahun 80-an, 90-an, ya ini ekosistem tumbuh kembang anak itu sudah seperti ini," ujarnya.
"Dan kami dari Dinsos sudah berulang kali ke berbagai forum tentang betapa pentingnya digital parenting ini. Jadi orang tua harus melek digital, melek teknologi sehingga bisa diikuti kemana anak ini berselancar. Ini yang menurut saya sangat penting," tambahnya.
Bowo optimistis kasus ini bisa diselesaikan dan menjadikannya pelajaran berharga. Ia menekankan penanganan kasus ini memerlukan kolaborasi dari seluruh OPD, lembaga, dan komponen masyarakat, karena tidak akan mampu ditangani oleh satu lembaga saja.
Dinsos telah memulai sesi khusus mengenai digital parenting dan berencana untuk memperluas jangkauan serta menambah stakeholder yang terlibat. Tujuannya adalah mendampingi anak-anak dalam penggunaan media sosial dan teknologi informasi agar produktif, bukan membunuh tumbuh kembang mereka.
"Ini sudah kita mulai, misalnya di tahun ini, kemarin ada sesi khusus di dinsos, bagaimana cara digital parenting sudah kita mulai, hanya mungkin nanti eskalasinya perluas, kemudian stakeholdernya juga kita tambah. Kita sudah sadar betul bahwa ini akan jadi salah satu persoalan, dan anak-anak itu harus didampingi terkait dengan penggunaan media sosial teknologi informasi agar produktif di tumbuh kembang mereka. Bukan membunuh mereka, karena teknologi itu keniscayaan, tapi kemudian harus didampingi," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang pelajar asal Kapanewon Kokap, Kulon Progo, sedang mendapat perhatian intensif dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat lantaran terjerat judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol). Kasus ini terungkap setelah pelajar tersebut tidak masuk sekolah selama satu bulan karena malu dengan utang yang belum dibayarkan kepada teman-temannya.
Dari hasil penelusuran diketahui pelajar tersebut sempat meminjam uang teman-temannya dengan total Rp 4 juta untuk judol dan mencicil pinjol. Adapun utang itu belum dikembalikan, sehingga membuatnya takut dan memilih bolos sekolah.
"Penyebabnya karena takut tidak bisa membayar uang yang dipinjam dari teman-temannya. Uang itu juga digunakan untuk membayar pinjol yang digunakan untuk judol," terang Sekretaris Disdikpora Kulon Progo, Nur Hadiyanto saat dimintai konfirmasi wartawan, Sabtu (25/10).
Nur mengatakan pelajar tersebut mulai terjerat judol setelah mencoba game online yang mengharuskan top up uang. Hal itu berlangsung terus menerus hingga membuatnya ketagihan. Walhasil, pelajar itu memilih pinjol untuk memenuhi hasratnya berjudol.
"Awalnya karena game online, terus kecanduan sampai akhirnya kaya gitu," ujarnya.
Simak Video "Video: OJK Ajukan Permintaan Blokir 27 Ribu Rekening Terindikasi Judol"
(ams/apl)