Sebuah tren unik muncul di kalangan anak muda China yang mengusung gaya hidup hemat atau frugal living. Dalam komunitas online bernama Asosiasi Pria Hemat yang memiliki lebih dari 240 ribu anggota, konsumsi ulat bread worm menjadi sorotan sebagai alternatif makanan murah dan bergizi.
Dilansir detikHealth dari South China Morning Post (SCMP), salah satu unggahan viral dalam komunitas tersebut menyebutkan bahwa ulat bread worm mengandung protein tinggi, sekitar 20 persen, namun harganya jauh lebih murah dibandingkan daging ayam atau sapi. Dengan harga sekitar 12 yuan (Rp 28 ribu) per kilogram, ulat ini disebut mampu memenuhi kebutuhan makan selama beberapa hari.
"Kemarin saya makan tiga kali pakai ulat ini, dan baru habis setengahnya. Total biayanya cuma sekitar tiga yuan (Rp 7 ribu)," tulis seorang pengguna media sosial, dikutip dari South China Morning Post (SCMP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menghemat minyak goreng, ulat tersebut diolah dengan cara dikukus. Beberapa pengguna bahkan menggilingnya menjadi pasta seperti daging cincang untuk dijadikan pangsit atau patty burger. Selain manfaat ekonomis, beberapa pengguna mengklaim bahwa suara ulat yang merayap dapat membantu mengatasi insomnia.
"Bonus lainnya, di malam hari saya taruh mangkuk berisi ulat di samping tempat tidur. Suara mereka merayap seperti gema ombak laut. Itu membantu menyembuhkan insomnia saya," tulis seorang anggota komunitas.
Gaya hidup hemat yang dianut komunitas ini tidak berhenti pada konsumsi ulat. Mereka juga berbagi tips ekstrem seperti membekukan telur kocok dalam cetakan es batu agar bisa dikonsumsi dalam tiga kali makan, memanfaatkan kulit dan tulang ayam untuk sup, serta menggunakan minyak dari kulit ayam panggang untuk menumis nasi.
Dalam hal tempat tinggal, beberapa anggota menyarankan menyewa unit apartemen tepat di bawah lantai yang memiliki pemanas agar tetap hangat tanpa biaya tambahan. Di musim panas, mereka memilih mandi air dingin dan tidur di lantai untuk menghindari penggunaan AC.
Salah satu netizen mengaku berhasil memangkas pengeluaran tahunan secara drastis. "Dulu saya menghabiskan lebih dari 30 ribu yuan (sekitar Rp 70 juta) per tahun. Sekarang, termasuk uang kuliah, saya hanya menghabiskan sedikit di atas 10 ribu yuan (Rp 23,3 juta)," ungkapnya.
Tren ini menunjukkan bagaimana kreativitas dan solidaritas komunitas online dapat mendorong gaya hidup alternatif di tengah tekanan ekonomi.
(aap/aap)












































Komentar Terbanyak
Ketika Media Israel 'Ledek' Indonesia Tak Bisa Gelar Olimpiade 2036
Heboh Bayi Cantik Ditemukan dalam Boks Styrofoam di Prambanan Sleman
Terlalu! PNS di Gunungkidul Terciduk WA ke Selingkuhan Pengin Istri Lekas Mati