Aliansi Jogja Memanggil menggelar doa dan makan nasi berkat bersama di Nol Kilometer Kota Jogja untuk memperingati 40 hari wafatnya Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Amikom Yogyakarta yang meninggal usai mengikuti aksi di sekitar Mapolda DIY pada akhir Agustus lalu.
Pantauan detikJogja, massa mulai berdatangan ke area Nol Km Jogja sekitar pukul 17.30 WIB. Mereka sudah membawa nasi berkat berbungkus besek bambu, kemudian duduk melingkar untuk memanjatkan doa.
Mereka juga membagikan beberapa nasi berkat ke wisatawan. Setelahnya massa kembali duduk melingkar dan bersama-sama menyantap nasi berkat tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini memang kalau perhitungan kami ya ini adalah peringatan 40 harinya almarhum Rheza. Maksudnya kalau peringatan mungkin kami tidak punya hak untuk memperingatinya, tapi kami ingin mengingat momen ini," kata salah satu peserta aksi, Pitra, Rabu (8/10/2025).
Pitra mengatakan, doa yang dipanjatkan juga untuk para peserta aksi di Indonesia akhir Agustus lalu, baik yang meninggal dan yang masih ditahan hingga kini.
Massa juga menuliskan nama-nama peserta aksi demo Agustus di beberapa daerah yang meninggal dan ditahan pada papan tulis kecil. Papan tulis itu kemudian dipajang tepat di sisi lampu APILL di ujung Jalan Malioboro.
"Ada doa bersama tadi, untuk semuanya, nama-nama yang di papan itu, yang setidaknya untuk kami tercatat gitu ya. Pasti banyak yang belum (tercatat juga)," ujar Pitra.
"Kami juga mendoakan yang ada dalam tahanan, kawan-kawan yang kami merasa kalau bahasanya adalah doa itu sudah tidak membedakan persepsi salah dan benar. Sehingga kami tidak mau disetir oleh dugaan atau tersangka dan seterusnya. Kami doakan aja supaya menemukan jalan yang paling baik," lanjutnya.
Aksi damai ini, kata Pitra, juga dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa mengemukakan pendapat di negara demokrasi adalah hak. Pasalnya, menurut dia, beberapa waktu terakhir aksi demonstrasi selalu dikaitkan dengan kerusuhan.
Ditambah lagi munculnya jargon yang muncul usai demo akhir Agustus lalu yang berbunyi Jaga Jogja Damai, justru ia nilai seperti semacam propaganda yang memunculkan persepsi bahwa aksi demonstrasi selalu berkait erat dengan kericuhan.
"Kalau kami melihatnya cara mendamaikan itu sebetulnya mengandung represi. Itu di antaranya warga tidak bisa mengemukakan pendapatnya lagi, tidak punya daya kritisnya lagi untuk melihat apakah memang yang terjadi ketika mengemukakan pendapat harus selalu ada kekerasan," tuturnya.
Aksi ini menurut Pitra, menegaskan bahwa aksi demonstrasi bukan kekerasan, tapi hak untuk mengemukakan pendapat. Usai makan bersama, massa aksi membubarkan diri dengan tertib.
"Kalau buat kami itu sebetulnya karena mungkin sebagian dari kami ini masih belajar gimana caranya mengemukakan pendapat secara demokratis yang tidak cukup lagi dengan hanya menulis di medsos, maka ini dilakukan juga aksi untuk mengajak banyak orang di Jogja, yang mungkin kemarin sempat melihatnya Jogja harus didamaikan," pungkasnya.
(dil/apu)
Komentar Terbanyak
Pegawai Bank Korupsi Rp 24 M buat Beli Mobil-Tas Louis Vuitton
Mantan Bupati Sleman Sri Purnomo Jadi Tersangka Korupsi Rp 10 Miliar
Aktivis BEM KM UNY Dikabarkan Ditangkap Polda DIY