Eks Lurah Srimulyo, Bantul, Wajiran tersangka kasus korupsi tanah kas desa (TKD) di Srimulyo, mengajukan praperadilan. Pihak Wajiran menilai ada cacat formil dalam penetapan tersangka ini.
"Jadi terhadap penetapan tersangka tersebut diajukan permohan praperadilan," kata Penasihat hukum Wajiran, Romi Habie kepada wartawan di Srimulyo, Piyungan, Bantul, Kamis (18/9/2025).
Permohonan tersebut telah diajukan dan terdaftar dengan register perkara No.6/Pid. Pra/2025/PN. Smn tanggal 2 September 2025. Menyoal alasan pengajuan praperadilan tersebut, Romi menyebut yang pertama terkait prosedur penetapan tersangka yang dilakukan Polda DIY melanggar hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena objek tanah kas desa nomor Persil 34 Kalurahan Srimulyo ternyata adalah hak milik masyarakat yakni Letter C Desa No.248 Persil 34 atas nama Somo Pawiro dibeli dari Mangun Pawiro tanggal 7 Agustus 1976," ujarnya.
Menurutnya, status tanah tersebut masih belum pasti secara hukum apakah tanah kas desa atau tidak. Terlebih, untuk kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) semua bukti harus memiliki kepastian hukum.
"Sekali lagi untuk kepastian hukum dalam proses apalagi tipikor harus pasti, tidak bisa mengira-ngira," ucapnya.
Sedangkan alasan kedua adalah penetapan tersangka belum adanya kerugian negara berdasarkan perhitungan kerugian negara (keuangan) dari institusi berwenang. Di mana Wajiran ditetapkan jadi tersangka tanggal 3 Juli 2025, sedangkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Inspektorat DIY baru keluar tanggal 25 Agustus 2025.
"Artinya, Polda DIY tidak sah dan sewenang-wenang dalam proses hukum. Jadi beliau ini ditetapkan menjadi tersangka tapi belum ada sama sekali kerugian negara. Padahal di Tipikor harus jelas, ada kerugian negara dulu baru ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
"Sehingga terkait prosedur itu, kami menilai bahwa penetapan tersangka yang diajukan kepada klien kami itu cacat formil," lanjut Romi.
Menurutnya, praperadilan yang diajukan pihaknya bukan untuk melemahkan Polri. Pihaknya menyebut pengajuan praperadilan ini lebih kepada kontrol agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam proses hukum.
"Tentunya praperadilan ini kita menilai atau mengukur prosedur. Sekali lagi, proses praperadilan bukan bertujuan melemahkan polri tetapi sebagai bentuk kontrol agar tidak terjadi kesewenang-wenangan, apalagi praperadilan itu sah secara undang-undang," ujarnya.
Wajiran Merasa Dibenturkan Antara Pamong dan Gubernur
Sementara itu, Wajiran mengungkapkan alasannya menempuh jalur praperadilan. Menurutnya semua itu sebagai bentuk mengikuti proses hukum di Indonesia.
"Mengapa saya menempuh praperadilan, pertama kami butuh pengalaman untuk mengikuti proses hukum di republik ini yang sebenarnya," ucapnya.
Wajiran juga berharap praperadilan ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Khususnya, yang berkaitan dengan kasus tanah kas desa.
"Sekarang ini banyak rekan-rekan pamong dan Lurah yang masuk penjara, ini selalu berbenturan dengan tanah desa ini tanah Keraton diberikan ke desa dan penggunaanya diatur Pak Gubernur. Sehingga para penyidik selalu beralasan ini atensi pak Gubernur untuk memproses," kata Wajiran.
"Sekali lagi, seolah-olah pamong ini dibenturkan dengan Gubernur dalam kaitannya dengan nasib pamong masuk penjara," imbuh Wajiran.
Oleh sebab itu, berdasarkan proses praperadilannya, Wajiran berharap untuk bisa meminimalisir pamong-pamong masuk penjara. Lalu, Wajiran memiliki gagasan untuk lurah se-DIY terkait tanah kas desa.
"Saya berharap nanti sebaiknya kita kembalikan tanah desa ini ke Keraton sebagai bentuk dukungan keistimewaan Yogyakarta, yang mana urusan tanah ini bagian dari tanah keistimewaan. Nah, kemudian Pak Gubernur seyogyanya membuat keputusan yang tegas, pembagian dari hasil tanah ini, katakanlah 25% Keraton, 75% untuk desa. Dengan kepastian ini tidak ada asalah lagi pamong desa masuk penjara, karena konfliknya adalah pamong dan Gubernur," katanya.
Selain itu, Wajiran berharap penyidik di Polda DIY bisa meningkatkan profesionalitasnya. Salah satunya dalam penanganan kasus berdasar temuan murni dari para penyidik.
"Untuk Pak Kapolda, jajaran penyidik saya berharap meningkatkan kapasitas sebagai penyidik yang profesional, artinya kalau menemukan kasus itu ya sebaiknya temuan murni dari penyidik sehingga tidak bias dalam mendasarkan permasalahan," ujarnya.
Wajiran Jadi Tersangka Korupsi TKD
Diberitakan sebelumnya, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) menetapkan Lurah Srimulyo, Bantul, pria berinisial W sebagai tersangka. W yang belakangan diketahui Wajiran diduga terlibat perkara dugaan korupsi pemanfaatan tanah kas desa (TKD).
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Ihsan, saat dimintai konfirmasi membenarkan W telah ditetapkan tersangka. Dia menjelaskan, kasus yang menjerat W dilaporkan ke polisi pada Juni 2025 lalu dan telah masuk tahap penyidikan.
"Ditreskrimsus Polda DIY menangani kasus korupsi tanah kas Kalurahan Srimulyo sebagaimana laporan bulan Juni 2025 dan saat ini sudah tahap penyidikan. Serta berdasarkan gelar perkara, telah menetapkan tersangka W selaku perangkat Desa Srimulyo, Piyungan, Bantul," kata Ihsan kepada wartawan, Kamis (10/7).
Ihsan bilang meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, W masih belum ditahan. Alasannya polisi belum melakukan pemanggilan sebagai tersangka kepada W.
"Belum (ditahan). Nanti penyidik akan memanggil dulu yang bersangkutan untuk diperiksa sebagai tersangka," jelasnya.
Simak Video "Video: Kasus Mafia Tanah Jerat Mbah Tupon di Bantul Naik Penyidikan"
[Gambas:Video 20detik]
(ams/ahr)
Komentar Terbanyak
Pakar UII Tak Percaya Ada Beking di Kasus Ijazah Jokowi: Ini Perkara Sepele
Siapa Beking Isu Ijazah yang Dicurigai Jokowi?
Isu Ijazah Jokowi Dinilai Sengaja Dipelihara, Siapa Sosok yang Diuntungkan?