Cerita Pedagang di Pantai Sanglen Sempat Dapat Teror karena Tetap Bertahan

Cerita Pedagang di Pantai Sanglen Sempat Dapat Teror karena Tetap Bertahan

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Jumat, 22 Agu 2025 19:12 WIB
Suasana di Pantai Sanglen, Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul yang sangat sepi, Sabtu (23/11/2024).
Suasana di Pantai Sanglen, Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul yang sangat sepi, Sabtu (23/11/2024). Foto: dok detikJogja
Bantul -

Warga Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul yang berjualan di Pantai Sanglen mengaku sempat mendapatkan teror pada akhir Juli. Teror tersebut berupa bangunan yang tiba-tiba rusak, meski begitu warga tetap kekeh bertahan untuk berjualan di Pantai Sanglen.

Warga Kemadang yang berjualan di Pantai Sanglen, Bowo (29), mengatakan bahwa telah mendapatkan surat dari Panitikismo terkait pengosongan Pantai Sanglen. Menurutnya, di surat itu tertulis apapun yang terjadi Keraton tidak bertanggungjawab.

"Nah, tanggal 29 Juli hujan deras, lalu warga di rumah masing-masing dan salah satu warga paginya (30 Juli 2025) ke Pantai Sanglen dan menemukan bangunan sudah roboh," katanya kepada wartawan di Banguntapan, Bantul, Jumat (22/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya warga melakukan penyelidikan dan ternyata menemukan surat ancaman. Bahkan ada atap lapak milik warga juga mengalami kerusakan.

"Kita selidiki ramai-ramai ada surat seperti itu tadi, yang berisi ancaman itu tadi. Jadi satu kapling warga itu dirobohin dan satu lagi atapnya dipecahin dan banner dirobek," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Akan tetapi, warga tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Meski diakui Bowo warga merasa tidak nyaman karena mengalami tekanan.

"Meski ada kejadian seperti itu warga tetap beraktivitas seperti biasa. Meski warga tidak nyaman karena ada tekanan, jadi yang yang membuat warga itu tidak nyaman ya tekanan ini. Piye toh, warga golek sandang pangan kok diuyak-uyak kon lungo (Bagaimana toh, warga cari sandang pangan kok disuruh pergi), kan gitu," ucapnya.

"Jadi ibarat kesejahteraan yang didapatkan warga itu tidak ada. Istilahnya di daerahnya sendiri kok diuber-uber seperti itu," lanjut Bowo.

Bowo mengungkapkan saat ini ada sekitar 50 warung yang masih berdiri di Pantai Sanglen. Di mana mereka tetap kompak untuk bertahan di Pantai tersebut.

"Langkah dari warga tetap kompak, intinya kalau warga apapun yang terjadi tetap stay (menetap) di situ," katanya.

Terlepas dari hal tersebut, Bowo mengungkapkan bahwa Pantai Sanglen memiliki sumber daya yang melimpah. Sehingga warga bukan hanya bisa memanfaatkan menjadi pelaku wisata namun juga mendapat hasil laut.

"Kalau istilahnya warga disuruh pergi, lha ini sumber daya kami penghidupan kami, kalau kami disuruh pergi ke depannya disuruh makan apa. Jadi bukan warga mau mengklaim tanah ini tanah warga, bukan. Warga itu hanya mau menjaga dan melestarikan itu," ujarnya.

Tanggapi Pernyataan Bupati Gunungkidul

Bowo juga mengomentari pernyataan Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, bahwa rezeki tidak akan tertukar. Ia merasa ucapan itu kurang pas, dan menyebut kenapa mereka yang harus ditukar lokasi berjualannya.

"Kalau memang rezeki tidak akan terkukar, ya jangan tukar kami, kan gitu. Mosok yo rezeki tidak akan tertukar kok wargane kon lungo (masak rezeki tidak akan tertukar kok warganya disuruh pergi)," katanya.

Selain itu, Bowo mempertanyakan hingga saat ini tidak ada jaminan kesejahteraan jika investor mulai masuk dan mendirikan tempat wisata di Pantai Sanglen.

"Dan kesejahteraan yang dijanjikan Obelix itu warga tidak tahu sejahtera yang mana, warga yang mana kan tidak jelas," ujarnya.

Tidak hanya itu, Bowo juga mengaku hingga saat ini belum mengetahui apa yang dijanjikan oleh investor terhadap warga yang mengais rezeki di Pantai Sanglen.

"Tidak ada (dijanjikan), makanya warga juga bingung. Ini banyak sumber daya dan penghidupan anak cucu nanti kok warga disuruh pergi dengan dijanjikan kesejahteraan, lha kesejahteraan yang mana," ucapnya.

Sebelumnya, Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih meminta warga yang beraktivitas ekonomi di Pantai Sanglen untuk meninggalkan lokasi tersebut karena lahannya memang berstatus SG. Terlebih, warga selama ini juga sudah mendapat manfaat secara gratis.

"Saya akan bersikap normatif dan mengimbau kepada warga masyarakat yang selama ini sudah mendapatkan manfaat karena tanah itu memang tanahnya Sultan," jelas Endah di kompleks Kepatihan, Selasa (29/7).

"Kemudian mereka berada di situ berdagang bisa mendapatkan manfaat dengan cuma-cuma, dan sekarang yang mempunyai hak itu akan melakukan pembangunan untuk investasi bisnis dalam bentuk pembangunan tempat pariwisata," lanjutnya.

Endah mengimbau masyarakat untuk mendukung bersama program pemerintah ini. Pasalnya warga masyarakat sekitar nantinya juga akan mendapatkan dampak positif dari adanya tempat-tempat wisata baru di Gunungkidul.

"UMKM akan berdaya, pokdarwis pun juga akan mendapatkan manfaat dari adanya investasi yang masuk di Kabupaten Gunungkidul," papar Endah.

"Sehingga sekali lagi, kami mohon kepada seluruh warga masyarakat yang memang tidak berhak untuk berada di lokasi yang memang bukan itu wilayah penguasaannya, untuk dengan tulus ikhlas kita menyadari tegaknya aturan untuk bisa kemudian mengosongkan lahan tersebut supaya pembangunan segera bisa dilaksanakan," ujarnya.

Di sisi lain, Endah mengaku siap memfasilitasi jika para warga hendak mencari lokasi lain untuk membuka usahanya.

"Sebenarnya, untuk melakukan usaha perdagangan atau untuk melakukan kegiatan usaha di Gunungkidul ini, lahannya masih sangat banyak, sangat luas, karena rezeki ini tidak akan tertukar," ucap Endah.

"Kalau memang akan berusaha, Pemda menyediakan, ada Pasar Besole kita siapkan, ada taman kuliner kita siapkan, atau kalau memang di pantai di tempat yang lain saya rasa masih banyak, jadi nanti kami juga akan turun ke lapangan untuk hal itu," pungkasnya.

Perlu diketahui, polemik di kawasan Pantai Sanglen muncul setelah adanya rencana pembangunan tempat pariwisata eksklusif dan privat bernama Obelix oleh PT Biru Bianti Indonesia. Usai rencana itu muncul, Paguyuban Sanglen Berdaulat pun mencoba untuk tetap bertahan di tanah itu.

Kanjeng Suryo mengatakan pada Juni 2022 Keraton menerbitkan Surat Palilah kepada PT Biru Bianti Indonesia sebagai pengelola resmi. Dilengkapi dengan nota kesepahaman antara perusahaan dan Pemerintah Kalurahan Kemadang yang menjamin keterlibatan warga lokal dalam pengembangan kawasan wisata.

Namun di akhir 2024, Paguyuban Sanglen Berdaulat mengajukan permohonan pemanfaatan kawasan melalui audiensi yang kemudian ditolak. Namun paguyuban tersebut justru memperluas pembangunan ilegal dari empat menjadi lebih dari lima puluh bangunan permanen maupun non permanen.

"Permintaan paguyuban tidak dapat kami penuhi karena lahan sudah memiliki izin resmi dan masuk dalam program penataan yang disepakati dengan kalurahan dan investor," jelas Kanjeng Suryo.

Terkait tahapan penertiban, Keraton mengirimkan surat imbauan pengosongan. Bila tidak diindahkan, akan diterbitkan surat teguran. Apabila teguran tidak dipatuhi, maka akan dilakukan tindakan lapangan dengan melibatkan OPD terkait dan aparat penegak hukum.

Terkait polemik dan rencana penertiban ini, Keraton Jogja pun mengadakan audiensi dengan Paguyuban Sanglen Berdaulat di Kantor Kalurahan Kemadang, Rabu (25/6). Namun paguyuban tidak hadir dalam audiensi.

"Mediasi yang dijadwalkan hari Rabu (25/6) tidak dapat terlaksana karena pihak paguyuban tidak hadir. Forum kami ubah menjadi rapat koordinasi untuk membahas langkah-langkah penertiban," sambung Kanjeng Suryo.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Viral Lurah di Gunungkidul Disiram, Disebut Karena Masalah Utang"
[Gambas:Video 20detik]
(afn/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads