Waspada! Kasus Leptospirosis di Kota Jogja Meroket, 5 Warga Meninggal

Adji G Rinepta - detikJogja
Selasa, 08 Jul 2025 16:38 WIB
Ilustrasi dirawat karena leptospirosis. Foto: Getty Images/gorodenkoff
Jogja -

Sebanyak 18 orang terdata terinfeksi Leptospirosis di Kota Jogja sepanjang semester pertama 2025. Lima di antaranya terkonfirmasi meninggal dunia. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja pun mengungkap faktor penyebab tingginya kasus leptospirosis ini.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Jogja, Lana Unwanah, menjelaskan jumlah kasus tersebut meningkat dibanding data sepanjang tahun 2024.

Menurutnya, belasan kasus itu tersebar di hampir seluruh kemantren di Kota Jogja. Seperti Mantrijeron, Mergangsan, Kotagede, Umbulharjo, Jetis, Tegalrejo, Ngampilan, Wirobrajan, Pakualaman, Gondokusuman, Gedongtengan.

"Di Kota Jogja data sampai hari ini ada 18 orang, dengan kematian 5 orang. Ya relatif memang tersebar, artinya tidak hanya di satu-dua locus tertentu," jelas Lana saat ditemui di Kantor Dinkes Kota Jogja, Selasa (8/7/2025).

"Tahun lalu kasus ada 10 (kasus), meninggal 2. Ini di 2025 baru satu semester ya, tapi mudah-mudahan tidak ada kasus tambahan," sambungnya.

Belasan kasus penyakit yang disebabkan infeksi banteri yang menyebat lewat urine tikus terinfeksi Leptospira ini, kata Lana, menyerang berbagai kelompok rentan atau orang yang beraktivitas di lingkungan kotor tanpa dilengkapi atribut keamanan.

"Ada yang hobinya mancing di kali, ada tukang bersih-bersih, ada pemilah sampah, ada petugas kebersihan kolam pemancingan, ada penggerobak sampah. Kalau selain itu mungkin terkait dengan hobi atau kebersihan di rumah," paparnya.

Meski begitu, Lana mengonfirmasi selain 5 orang yang meninggal, pasien lain sudah dinyatakan sembuh. "Sudah pulang semua, yang di bawah 20 tahun 1 orang, yang lainnya variatif, ada yang 84 tahun 1 orang," sambungnya.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Jogja, Lana Unwanah ditemui di kantornya, kompleks Balai Kota Jogja, Selasa (8/7/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja

Faktor Penyebaran dan Fatalitas Leptospirosis

Lana menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan merebaknya Leptospirosis di Kota Jogja. Salah satunya yakni faktor minimnya kewaspadaan masyarakat akan pentingnya menggunakan atribut pelindung saar beraktivitas di tempat kotor.

"Multifaktor ya, awareness juga, kemudian deteksi dini yang mungkin agak sulit ya, masyarakat sulit mengenali. Kemudian faktor lingkungan, faktor hujan," papar Lana.

Sedangkan soal faktor fatalitas Leptospirosis hingga menyebabkan 5 orang meninggal dunia, Lana bilang, disebabkan oleh terlambatnya penanganan. Selain itu, juga minimnya gejala spesifik infeksi Leptospirosis ini.

"Gejalanya memang tidak terlalu spesifik, demam, pegal, kemudian diobati sendiri. Kalau nggak sembuh baru ke Puskesmas atau klinik," terang Lana.

"Kalau yang agak terlambat itu agak kuning, mulai dari matanya, kayak orang hepatitis itu. Itu sudah mulai parah. Jadi mulai berpikir ini Lepto gitu kalau sudah parah, biasanya menyerang ginjal. Dan itu relatif singkat, cepat sekali menyerang ginjal," sambungnya.

Kasi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi, Bidang P2P PD SIK Dinkes Jogja, Endang Sri Rahayu menambahkan orang yang terinfeksi Lepotospirosis ini bisa tanpa gejala sampai bergejala berat.

"Artinya karena panjang sekali range gejala ini jadi kadang-kadang masyarakat itu ndak merasakan itu bahaya. Kayak masuk angin biasa, pegal-pegal, apalagi kalau misalnya habis kerja bakti kan biasa pegel gitu," urai Endang.

"Masyarakat itu tidak merasa itu bahaya. Hanya diminumi obat biasa di warung itu, terus terasa sembuh, ternyata gejalanya muncul lagi. Padahal obatnya di puskesmas ada, kita punya, antibiotik itu," lanjutnya.




(apu/ahr)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork